"Kenapa, Kak? Apa Kakak gugup?" tanya Laila saat merasakan kegelisahan Daisha.
Gadis buta itu diam, jemarinya meremas ujung tongkat yang digenggamnya. Peluh bermunculan di sekitar wajah, dada bergemuruh hebat. Ia sedang melawan rasa trauma itu, menepis semua bayang-bayang yang membuatnya lemah.
Aku harus bisa melawannya. Ayah, Ibu, tolong aku!
Hati Daisha bergumam perih, telapak tangan terasa basah karena keringat yang terus bermunculan tak terkendali. Laila khawatir trauma Daisha datang lagi. Tidak ada dokter yang menanganinya, mereka sedang di perjalanan menuju Jakarta.
Gadis remaja itu menyentuh tangan Daisha, mengurainya dari tongkat, menggenggamnya dengan hangat dan erat. Basah dan dingin. Tangan gadis itu gemetaran.
"Kak, tenang, ya. Aku ada di sini. Dengar, Kakak tidak sendirian. Ada Laila di sini, ada Kak Dareen juga. Jadi, Kakak harus tenang dan kuat. Kakak tidak boleh kalah oleh masa lalu." Laila menjatuhkan kepala pada bahu Daisha, terasa berguncang seperti orang yang sedang menahan tangis.
Dareen menoleh, ingin berpindah tempat duduk ke samping Daisha dan berganti dengan Laila, tapi ia ragu. Pasalnya, Laila lebih bisa menenangkan Daisha daripada dirinya.
"La-laila, kau tidak akan meninggalkan Kakak sendirian, bukan? Kita akan selalu bersama-sama, bukan? Katakan itu kepada Kakak, Laila," ucap Daisha bergetar dan tergagap.
Tangannya yang digenggam Laila semakin erat meremas jemari gadis remaja itu. Daisha menjatuhkan kepala di atas kepala sang adik, mencoba meyakinkan hatinya bahwa dia tidak sendirian lagi.
"Tidak, Kak. Aku tidak akan meninggalkan Kakak sendirian, kita akan terus bersama-sama seperti ini. Kakak harus kuat, bukankah Kakak ingin aku melanjutkan sekolah dan jadi manusia? Kakak tidak boleh menyerah," ungkap Laila melepas tautan tangan mereka dan memeluk Daisha.
Gadis buta itu tersenyum, mengangguk kecil seraya mengecup kepala sang adik. Dareen yang melihatnya terharu oleh kasih sayang kedua gadis itu. Tak hanya dirinya, tapi Alfin juga terenyuh walau hanya melirik lewat kaca spion.
Laila terpejam merasakan sapuan di rambutnya, guncangan di bahu Daisha pun terasa berkurang, gemuruh dalam dada yang sempat ia rasa perlahan mereda. Daisha mampu melawan semua itu, dan melaluinya dengan baik.
"Kakak, sudah lebih tenang?" tanya Laila sembari mendongak menatap wajah Daisha.
Gadis itu hanya mengangguk, kedua sudut bibirnya terangkat ke atas walaupun samar. Laila bersyukur dan lega, kembali menjatuhkan kepala pada pundak Daisha.
Ia membuka mata dan bersitatap dengan Dareen. Laki-laki itu memberinya kode untuk berganti tempat duduk. Laila mendongak sebelum menjauh dari tubuh sang kakak.
"Kau mau ke mana? Apa kita sudah sampai?" tanya Daisha dengan cepat menahan tangan Laila yang beranjak. Gelisah, itulah yang dapat dilihat dari raut wajah gadis buta itu.
Gadis remaja itu menepuk-nepuk tangan Daisha, menenangkannya dari pikiran buruk.
"Kita belum sampai, Kak. Kak Dareen ingin berganti tempat duduk denganku. Dia ingin duduk di samping Kakak," sahut Laila yang secara perlahan mengendurkan genggaman tangan Daisha.
Dareen beranjak membungkuk ke kursi belakang dan duduk di samping Daisha yang lain. Bergantian dengan Laila yang duduk di depan, samping Alfin yang mengemudi. Ia tak berniat berbincang dengannya, terus mengenakan sabuk pengaman dan melipat tangan di perut. Selanjutnya, Laila menyandarkan kepala dan terpejam.
Alfin melirik, menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah gadis remaja itu. Ia tak peduli sekitar, terus saja tidur.
Sementara itu di kursi belakang, Dareen duduk berdampingan dengan sang kekasih. Daisha kembali meremas tongkatnya, menatap kosong ke depan seolah-olah tak peduli pada Dareen.
Jantungnya berdegup lain, tapi bukan gelisah yang ia rasakan. Jatuh cinta memang selalu membuat hati seperti berada di atas ketinggian. Cenat-cenut, berdebar-debar tak menentu.
Daisha tersentak saat sebuah tangan meraih jemarinya, menggenggam dengan hangat dan menautkan jemari mereka. Rasanya tidak sama seperti saat Laila yang melakukan. Tangan yang menggenggamnya kali ini membentuk gemuruh dalam dada. Mengalirkan rasa yang berbeda jua.
"Kau baik-baik saja?" tanya Dareen melirik pada gadisnya yang seketika merona.
Daisha mengusap rambut gugup, entah seperti apa tatapan Dareen saat ini, ia tak tahu. Yang pasti, wajahnya kini terasa menghangat. Ia mengangguk pelan tanpa menyahut dengan kata-kata.
Dareen menarik tubuh Daisha ke dalam pelukan, menjatuhkan kepala gadis itu di atas pundaknya dan mengusap-usap rambutnya dengan lembut.
"Kau tenang saja, Daisha. Jangan pernah berpikir kau sendirian, aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Secepatnya aku akan menikahimu, dan kita akan tinggal bersama-sama nantinya. Aku yakin kau wanita yang kuat dan mampu melawan itu semua," ungkap Dareen sembari mengecup telapak tangan Daisha yang digenggamnya.
Hati gadis buta itu menghangat, ia tersenyum lagi merasa aman dan nyaman berada dalam genggaman sang kekasih. Daisha terus meyakinkan hatinya bahwa dia tidak sendirian. Ada Laila dan Dareen yang kini mengisi kehampaan hidupnya.
Semoga ke depannya tak ada masalah berarti yang harus mereka hadapi. Semoga semuanya baik-baik saja dan berjalan sesuai dengan keinginannya. Semoga dan semoga, semesta mendukung mereka.
"Kak, bagaimana jika keluargamu tidak merestui hubungan kita? Kakak tahu sendiri aku hanyalah seorang gadis yang buta yang mungkin tidak layak berada di lingkungan keluarga Kakak," tanya Daisha membuka kemungkinan yang selama ini mengganggu pikirannya.
Tangannya yang digenggam Dareen terasa bergetar menandakan kegelisahan hatinya. Tak mudah menerima seseorang dengan kekurangan seperti dirinya. Terlebih, ia buta dan pasti dianggap tak berguna. Siapa yang mau menerima gadis buta sebagai menantu dalam keluarganya?
Dareen tercenung, ia tak pernah terpikirkan hal itu karena yang ada dalam benaknya, semua orang di rumah sana adalah orang-orang yang baik dan bisa menerima siapapun. Namun, jika kegelisahan seperti yang Daisha rasakan terjadi, ia belum memikirkan itu untuk ke depannya.
Bagaimana selanjutnya? Mungkin Dareen akan mengikuti kata hatinya. Bukankah cinta tak pernah salah memilih? Hatinya telah memilih Daisha sebagai pelabuhan cinta, ia tak menginginkan yang lain. Sekalipun dunia menentang, dia akan tetap memilih Daisha.
Dareen menghela napas, tangannya yang memeluk tubuh Daisha semakin menguat. Seolah-olah tak ingin terpisahkan dengan gadis itu. Gadis buta yang telah meluluhkan hatinya.
Di depan, Alfin melirik mereka. Kekhawatiran yang sama pun ia rasakan, Alfin tahu betul bagaimana sikap keluarga Dareen. Terutama Dewi, ibu laki-laki itu. Laila yang samar mendengar pun, turut membuka matanya. Mencemaskan hal yang sama seperti Daisha, tapi ia meyakinkan diri akan janji yang pernah diucapkan Dareen dulu.
"Kau tenang saja, aku sudah menentukan pilihanku. Tak akan aku merubahnya, aku hanya menginginkan dirimu untuk menjadi pasanganku. Tetap di sisiku dan percaya padamu, sekalipun dunia ingin memisahkan kita. Apa kau percaya padaku, Daisha? Aku sangat mencintaimu dan aku tidak peduli apapun yang akan aku hadapi di depan sana," ungkap Dareen sembari mengecup kepala Daisha yang ia sandarkan di bahunya.
Hati kedua gadis itu tenang mendengarnya, apapun yang akan terjadi di depan, rasa saling percaya yang kuat harus mereka pegang teguh sebagai prinsip dalam menjalani satu hubungan.
Daisha mengangguk, mencoba percaya pada laki-laki yang telah mencuri hatinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Yeni Yanti
lama bnget Nunggu up'y beda sama ceritanya seira..
2022-10-15
1
Darsih suranto
AQ takut Daisha akan disia²kan 😢😢
2022-10-13
2