"Ka-kakak?" panggil Dareen saat mengingat siapa sosok di depannya itu.
Laki-laki itu tertegun mendengar Dareen memanggilnya, langkahnya terhenti dengan perasaan yang campur aduk. Ia membuka topi dan kacamata, menatap sang adik yang tampak kegirangan melihat dirinya.
"Dareen?" Dia memastikan bahwa Dareen sudahlah mengingat semuanya.
"Kakak! Tolong aku, Kak. Mereka tiba-tiba menculikku. Tolong, Kak. Tanganku sakit," pinta Dareen yang lemah seperti biasanya.
Cakra tak habis pikir, bagaimana Dareen bisa mengingat tentang dirinya. Demi menutupi semua kebusukan, Cakra mengubah alur cerita yang sudah dia siapkan bersama anak buahnya.
"Kau tenang saja, Kakak memang datang untuk menyelamatkanmu," ucapnya menekan rasa gugup yang tiba-tiba melanda.
Cakra menatap semua orang suruhannya, mereka tampak bingung, tapi kode darinya membuat mereka mengerti apa yang harus terjadi setelahnya.
"Siapa kau? Kenapa menganggu kesenangan kami?" tanya salah satu dari mereka.
"Hati-hati, Kak. Mereka memiliki senjata," ingat Dareen sembari meronta mencoba membebaskan diri.
Cakra tercenung, berpikir sangat dalam tentang sikap Dareen terhadapnya.
Apakah dia tidak mengingatnya? Dia melupakan bagian itu? Ah, baiklah. Ini menarik, aku akan memanfaatkan situasi ini.
Cakra menyusun rencana dalam otaknya yang licik, tersenyum puas karena Dareen melupakan bagian terpenting dalam ingatannya.
"Lepaskan adikku! Apa kalian tidak tahu siapa yang telah kalian sandera itu, hah? Dia pewaris sah dari perusahaan terbesar di Jakarta. Jadi, aku sarankan sebelum kalian berhadapan dengan mereka, lepaskan adikku!" bentak Cakra penuh percaya diri.
Semua orang berseragam hitam itu tampak ketakutan, desas-desus tentang pewaris tahta pun membuat mereka kocar-kacir meninggalkan hutan tempat yang seharusnya mereka jadikan makam Dareen, tapi gagal lantaran sebuah hal yang tak mereka ketahui.
"Kakak hebat sekali! Membuat mereka kabur begitu saja hanya dengan kata-kata," puji Dareen sambil tersenyum senang.
Ia tak sabar untuk dapat melepaskan diri dari jerat tali yang mengikatnya. Cakra meragu, apakah tindakannya itu benar. Ia tak yakin jika Dareen tidak mengingat semua yang telah terjadi di antara mereka.
"Kenapa mereka mengikat tubuhku begitu kencang? Rasanya sakit sekali," gerutu Dareen sambil terus menggerakkan tangannya mencoba lepas dari ikatan.
Cakra mendekat, memperhatikan lekat-lekat penampilan Dareen yang begitu berbeda.
Kau memang pantas jadi gelandangan seperti ini, Dareen. Sayang, kenapa orang tua itu memilih dirimu untuk menduduki kursi utama di perusahaan? Padahal, kau sangat lemah dan tak berguna seperti ini.
Hatinya menggerutu tidak terima, ia berdiri di depan Dareen membantunya melepaskan diri dari ikatan.
Kau akan merasa berhutang budi padaku, Dareen. Setelah ini, mudah saja bagiku mengendalikan dirimu. Dasar bodoh. Kau memang tetap bodoh!
Cakra mengejek adiknya itu dengan penuh kebencian. Dengan Dareen tidak mengingat apa yang terjadi di antara mereka, merupakan sebuah keuntungan untuknya.
"Bagaimana kau bisa berurusan dengan mereka?" tanya Cakra setelah melepas ikatan di tubuh Dareen.
"Aku juga tidak tahu, Kak. Siapa mereka, dari mana asalnya, kenapa mereka melakukan itu terhadapku. Aku benar-benar tidak tahu, Kak, tapi beruntung Kakak datang tepat waktu. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi padaku selanjutnya?" ungkap Dareen sambil menatap sayu pada sang kakak.
Cakra menoleh padanya, tersenyum sambil mengangguk. Mereka berdua terlihat layaknya kakak dan adik di luar, tapi batin Cakra tak henti menyumpahi Dareen.
"Astaga! Aku hampir lupa. Ibu mencarimu, beliau tak henti menangis sepanjang malam dan siang. Sebaiknya kita segera pulang, Ibu pasti senang melihatmu baik-baik saja," ucap Cakra sembari mengguncang bahu Dareen.
Pulang? Itulah yang juga diinginkan Dareen, tapi bagaimana dengan Daisha? Dia ingin mengajak keduanya ke Jakarta, memperkenalkan mereka pada semua keluarga, dan lalu menikah setelahnya. Tak akan Dareen pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah menolongnya.
"Tapi, Kak ... aku tidak bisa pulang sekarang. Aku akan pulang, tapi nanti setelah semua urusanku di sini selesai. Kakak tolong sampaikan pada Ibu jika aku baik-baik saja dan pasti akan pulang," ucap Dareen penuh sesal.
Bukan ia tak rindu pada wanita di rumah itu, tapi mengingat Daisha, Dareen ingin pulang bersamanya dan mengenalkan gadis itu sebagai calon istrinya.
"Tapi kenapa? Apa kau tak merindukan Ibu? Dareen, Ibu terus menerus memanggil-manggil namamu. Ayah bahkan mengerahkan banyak orang untuk mencarimu, kami semua tak henti mencari keberadaanmu. Sekarang, kita sudah bertemu dan kau masih ingin di sini?" cecar Cakra tak habis pikir.
Namun, jauh di lubuk hatinya, ia menginginkan Dareen untuk tidak kembali. Tetap di sana dan lupa pada jalan pulang.
Dareen menghela napas, ia menunduk menatap daun-daun berguguran dan mengering. Memikirkan tentang Daisha dan segala kehidupannya, ia tak tega meninggalkan gadis itu bersama adiknya.
"Aku tahu, Kak. Aku hanya butuh beberapa waktu lagi saja, setelah aku memastikan sesuatu aku berjanji akan pulang sendiri. Aku berjanji, Kak. Untuk sekarang, aku akan tetap tinggal di sini. Hanya katakan saja pada Ayah dan Ibu jika aku baik-baik saja dan pasti akan kembali," ucap Dareen sembari menatap sayu kedua manik sang kakak.
Cakra menilik mata adiknya itu, ada sesuatu yang tersembunyi di sana yang membuatnya harus bersikap waspada dan hati-hati. Ia menghela napas, menepuk bahu sang adik berpasrah pada keputusan yang diambilnya.
"Baiklah, jika nanti kau ingin pulang hubungi saja aku. Bukankah kau ingat nomor teleponku? Aku pasti akan datang menjemput. Jangan sungkan, kau adikku," ucapnya sembari menarik tubuh Dareen ke dalam pelukan.
Sungguh, seorang Kakak yang baik hati dan penuh pengertian, tapi di dalam hanya dia yang tahu rencana apa yang tengah disusunnya.
Dareen tersenyum, bersyukur dan merasa lega karena dipertemukan dengan Cakra. Ia melepas pelukan, tersirat kebahagiaan pada maniknya yang hangat.
"Terima kasih, Kak. Aku pasti akan menghubungi Kakak jika ingin pulang nanti. Sekarang, aku harus kembali khawatir mereka mencemaskan aku," ucapnya berpamitan.
Cakra mengangguk, berpura-pura tak tahu tentang kehidupan Dareen selama ini.
"Apa Kakak ingin ikut? Aku akan memperkenalkan Kakak pada mereka yang sudah menolongku," pintanya bersungguh-sungguh.
Ia ingin Cakra mengenal kedua gadis itu, dua gadis yang telah menolongnya dan salah satunya berhasil mencuri hati Dareen. Cakra menggeleng, bukan tak ingin, tapi ia sendiri sudah tahu siapa yang ingin dikenalkan Dareen padanya.
"Ah, lain waktu saja. Kebetulan Kakak sedang ada meeting di sekitar sini dan sebentar lagi akan dimulai. Kau pergilah, hati-hati!" ucapnya setelah melirik jam yang melingkar di tangan.
Dareen kecewa, tapi ia tak dapat memaksakan keinginannya. Dari dulu, Cakra adalah orang yang sibuk. Ia mengerti sebagai anak pertama di keluarga mereka, sudah pasti Cakra adalah calon pemimpin perusahaan di masa depan. Ia tidak memaksa meskipun kecewa.
"Ya sudah, aku pergi dulu. Kakak juga hati-hati," ucap Dareen seraya berbalik dan pergi meninggalkan hutan di mana kakaknya berada.
Dareen menghela napas, mobil milik Daisha dalam keadaan baik.
"Sial! Kenapa dia mengingatku? Jadi kacau semua rencanaku," umpat Cakra sembari menatap arah di mana Dareen pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Darsih suranto
Al 👍👍👍👍
2022-10-10
2