Daisha dan Laila berdiri bingung di samping ranjang Al. Keduanya tak tahu harus mengatakan apa. Laila diam dan hanya memperhatikan Al yang terlihat senang karena telah mendapatkan ingatannya kembali.
"Kau sama sekali tidak ingat pada kami?" tanya Laila memastikan sampai dahinya berkerut dalam.
Al mendongak setelah sibuk memeriksa tubuhnya sendiri. Ia menatap bingung dua gadis di depannya itu.
"Siapa kalian? Ah, tapi siapapun kalian aku akan tetap berterimakasih karena pasti kalian yang sudah menolongku, bukan?" ucap Al tersenyum aneh.
Hati Daisha mencelos nyeri, setelah berbulan-bulan hidup bersama, laki-laki itu lupa begitu saja usai mengingat semuanya. Daisha diam, tak bereaksi apapun. Hanya kedua tangannya saja yang begitu erat mencengkeram ujung tongkat kayu miliknya.
Berbeda dengan Daisha, Laila justru menggeram. Kedua tangannya terkepal erat, bahkan asap mungkin saja terlihat mengepul dari sela-sela rambutnya. Ia mendekat, menatap Al dengan tajam.
Laki-laki di atas ranjang pasien itu meneguk ludah gugup melihat Laila yang tampak marah terhadapnya. Tanpa basa-basi, Laila menarik bantal dari belakang tubuh Al dan memukulkan benda itu padanya.
"Laki-laki brengsek! Sialan! Sekian bulan kami merawatmu, kau lupa begitu saja kepada kami. Kau laki-laki ... sama saja! Sialan! Brengsek!" cecar Laila sambil terus memukul-mukul tubuh Al.
Laki-laki itu menjerit sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Ampun! Tolong jangan pukuli aku! Sakit ... aw, sakit!" rintih Al sesekali melirik pada Daisha yang terlihat mencemaskan dirinya.
"Laila! Hentikan, jangan seperti ini!" sergah Daisha sembari menahan tangan sang adik untuk tidak terus menerus memukuli Al.
"Lepas, Kak! Dia laki-laki tidak berguna, tidak tahu terima kasih, tidak tahu balas budi. Sudah ditolong malah lupa begitu saja." Napas Laila masih memburu berat, tapi tak dapat memberontak dari cekalan sang kakak.
Al hanya diam sambil terus menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Khawatir akan ada serangan lain dari gadis bar-bar itu.
Daisha menghela napas setelah merasa Laila sedikit tenang. Ia mengusap punggung sang adik menyalurkan ketenangan pada hatinya yang diliputi amarah. Daisha berbalik menghadap Al meskipun tak dapat melihat, tapi dia tahu Al sedang melihatnya sekarang.
"Apa kau sungguh-sungguh tak ingat kami?" Ia bertanya sekali saja, setelah mendapat jawaban Daisha berencana pergi membawa Laila.
Al diam, memperhatikan lekat-lekat wajah teduh di hadapannya itu. Dia cantik, sekalipun tidak memiliki penglihatan.
"Baiklah, karena kau tidak mengingat kami maka kami akan pergi. Maaf karena sudah mengganggumu," ucap Daisha sembari menarik tangan Laila sebelum berbalik.
Al gelagapan, ia tak ingin mereka pergi. Menyesal karena sudah membohongi keduanya.
"Hei, tunggu! Daisha, jangan pergi!" cegah Al dengan cepat sebelum kedua gadis itu mendekati pintu.
Keduanya membeku di tempat, Laila melirik ke belakang dengan mata menyalang.
"Kau mengingat kami?" tanyanya ketus.
Al mengalihkan bola matanya pada Laila, ia menggeleng membuat adik Daisha itu mendengus sebal.
"Aku hanya mengingat Daisha dan tidak ingat gadis bar-bar seperti dirimu." Al tersenyum, ia sedang menggoda Laila rupanya.
Gadis kecil itu berbalik dan menggamit tangan Daisha untuk segera meninggalkan Al sendirian.
"Hei, apa kalian benar-benar akan meninggalkan aku? Aku sendiri tidak tahu di mana ini, bagaimana jika aku tersesat? Ayolah, aku hanya bercanda," pinta Al memelas.
Daisha menepuk-nepuk tangan Laila yang menggamitnya, berbalik dan kembali menghampiri Al yang wajahnya mengiba.
"Bercandamu tidak lucu!" sengit Laila masih terlihat kesal, tapi Al justru tersenyum dan mengira Daisha tak akan tahu saat ini ia sedang menggoda sang adik Laila.
"Ekhem!"
Suara deheman Daisha, membuat Al tiba-tiba gugup. Laila mencibir, menjulurkan lidahnya yang panjang dan lancip pada laki-laki itu, mengejek.
"Apa kau benar-benar mengingat kami?" tanya Daisha sekali lagi.
Al tidak menjawab, ia menunduk sambil menghela napas sebelum meraih tangan Daisha dan memisahkannya dari tongkat kayu. Al menarik pelan Daisha dan membawanya duduk di ranjang. Menggenggam erat tangan hangat itu menyatakan lewat sentuhan betapa ia mencintainya.
"Tak akan aku melupakan kalian, kalian sudah begitu baik terhadapku. Kalian merawatku meskipun kita tidak saling mengenal satu sama lain. Benar yang dikatakan Laila dulu, bisa saja aku mencelakai kalian waktu itu, bukan? Akan tetapi, kau memiliki hati yang tulus dan baik hingga orang asing sepertiku ini saja dibiarkan tinggal bersama kalian. Terima kasih, Daisha, karena dirimu hati dan pikiranku terbuka," ungkap Al dengan lembut.
Suaranya terdengar tulus di telinga Daisha hingga menelusup ke relung jiwa. Daisha yang peka tahu bahwa Al sedang tidak berbohong. Dia berkata tulus dan jujur dari lubuk hatinya yang terdalam.
Daisha tersenyum, balas menggenggam tangan laki-laki itu dengan lembut pula. Gelenyar aneh merayap ke seluruh pembuluh darah Al, hingga membuat pikirannya mengelana ke masa depan.
"Tidak apa-apa, lagipula aku tahu mana orang jahat dan mana orang baik. Aku rasa kau orang yang baik, dan tak akan menyakiti kami. Mmm ... jadi, kau ingat siapa namamu dan dari mana asalmu?" tanya Daisha sembari menahan hatinya yang berdenyut.
Al mengangguk, melirik Laila yang bergeming di tempatnya berdiri memperhatikan keduanya.
"Namaku Dareen, aku dari Jakarta, tapi aku lebih suka kau panggil Al. Aku juga suka tinggal di sini, suatu saat aku akan mengajakmu pulang dan mengenalkanmu pada keluargaku. Apa kau bersedia, Daisha? Aku ... aku mencintaimu, Sha," ucap Al sambil menatap lekat kedua manik berkabut milik Daisha.
Ia berpikir, akan mencarikan donor mata untuknya. Ia juga berpikir, memboyong mereka ke Jakarta dan menikahi Daisha. Hidup bersama dengan bahagia, melihat anak-anak tumbuh dengan baik. Impian sederhana, tapi tak sesederhana yang dipikirkan.
Daisha tertegun, perlahan muncul semu merah di pipi. Hatinya merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan Al, dan pikiran merancang impian kehidupan setelah menikah. Namun, semua sirna ditepis kenyataan, ia hanyalah seorang gadis buta yang pastinya akan menyusahkan.
Daisha melepas genggaman tangan mereka, berpaling menghindari Al.
"Tapi aku buta," ucapnya lirih.
Laila tersentak, tubuhnya menegang seketika. Al menggeleng-gelengkan kepala, sungguh tak mengapa baginya. Daisha adalah segalanya, terbersit keinginan dalam hati untuk menjadi pelindungnya seumur hidup.
"Siapa yang sudi memiliki istri buta yang hanya akan menyusahkan saja. Terlebih, keluargamu mungkin saja tidak dapat menerimaku dan kekuranganku ini. Bagaimana selanjutnya? Tetap aku yang akan tersakiti," ungkapnya sembari tersenyum meski hati sakit.
Sudah banyak penghinaan yang ia dapatkan, cemoohan soal kekurangannya, dan dia tak ingin membuat Laila menangis lagi.
"Tidak, tidak, Daisha! Kau sempurna, sayang. Aku tak peduli bagaimanapun keadaanmu, aku tak peduli kau akan menyusahkan aku nantinya. Aku tidak peduli, aku tetap mencintaimu, Sha. Kumohon ikutlah ke Jakarta, kita menikah dan hidup bahagia. Kau bersedia, bukan?" ucap Al sungguh manis terdengar.
Daisha tercenung, mendengar kata Jakarta membuatnya hanyut ke dalam sebuah peristiwa kelam yang membuatnya trauma. Ia tak ingin lagi kembali ke sana, tak ingin lagi menginjakkan kaki di tanah itu. Sungguh, setiap kali melintas nama kota itu, ia seperti mengalami mimpi buruk. Ketakutan, kecemasan, kegelisahan, dan rasa panik yang tak dapat dikendalikan.
"Aku tidak bisa, maaf." Daisha berdiri mengayunkan tongkatnya berjalan keluar ruangan.
"Sha! Tapi kenapa, Sha? Setidaknya katakan alasanmu!" teriak Al yang tak diindahkan oleh gadis itu.
Ia terus saja berjalan hingga hilang di balik pintu. Al melirik Laila, gadis kecil itu masih berdiri di sana.
"Ada apa dengan kakakmu?" tanyanya sedih.
"Kakak punya trauma berat tentang Jakarta. Setiap kali mendengar nama kota itu, ketakutan akan muncul dan yang lebih parah Kakak akan tiba-tiba menjadi panik," ucap Laila dengan sedih pula.
"Lalu, bagaimana denganmu?" tanya Al penasaran.
"Aku tidak tahu." Laila menghendikan bahu sebelum berbalik mengejar Daisha, ia khawatir Daisha mengalami kepanikan yang tak dapat dikendalikannya. Al turut beranjak, dan mengejar mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Megawati Goanidjaja
apa yang terjadi dgn Daisha 🤔
2022-10-03
2
Siti Nurasiah
kira-kira ada trauma apa ya Daisha di masa lalu
2022-10-03
2