“Di sini! Aku ibunya!” Teriakan Shazia sontak membuat semua orang terdiam dan melirik ke arahnya.
Shazia dengan percaya diri naik ke atas panggung, ia tersenyum ke arah Zihan, dan berdiri di sampingnya.
“Maaf, ibu terlambat, Zihan,” ucapnya dengan suara lantang.
Zihan terperangah melihat kedatangan Shazia, ia tak percaya orang yang berdiri di sampingnya itu adalah sang bibi.
Bagaimana tidak, kali ini Shazia benar-benar berbeda, wajahnya memancarkan kecantikan hanya dengan riasan tipis dan rambut yang di sanggul, ditambah dengan gaun mermaid berwarna biru malam yang ia kenakan, membuatnya terlihat sangat elegan.
Zihan tak bisa menyembunyikan rasa senangnya akan kedatangan Shazia. Senyum bahagia terpampang jelas di wajah anak itu.
Shazia menatap sekeliling, lalu kembali menatap sang kepala sekolah yang berada di hadapannya.
“Maaf, jika saya datang terlambat, Bu. Harap Anda dapat memaklumi betapa repotnya seorang ibu jika harus pergi ke suatu acara,” ucap Shazia dengan senyum ramahnya.
“Tidak papa, Nyonya. Saya tahu hal itu, setiap wanita pasti ingin terlihat sempurna di suatu acara, apalagi jika itu adalah acara penting putranya,” balas sang kepala sekolah.
“Baiklah, sekarang kita kembali ke acara. Nyonya, Anda harus memasang pin ini di pakaian putra Anda,” ucapnya sembari memberikan pin tersebut pada Shazia.
Shazia tanpa pikir panjang segera berjongkok dan memasang pin itu di rompi milik Zihan. Zihan sendiri tak dapat berkata apa pun, rasa senangnya hanya bisa membuat dirinya terdiam.
“Maaf, Bibi terlambat datang, sayang, tapi bibi sangat bangga atas prestasimu.” bisik Shazia.
“Tidak papa bibi aku senang kau datang, dan sangat senang lagi melihat bibi memakai kalung pemberianku,” jawabnya dengan suara pelan.
“Kau menyadari bibi menggunakannya, ya, kau benar-benar anak yang teliti. Terima kasih telah menghadiahkan kalung yang indah ini untuk bibi, bibi sangat menyukainya,” balas Shazia dengan senyum berserinya.
Setelahnya Shazia kembali berdiri, kepala sekolah kembali memberikan piala dan piagam penghargaan padanya.
“Selamat untuk putramu Nyonya, dia adalah siswa terbaik dengan perolehan nilai paling tinggi tahun ini, maka untuk itu sebagai bentuk apresiasi, kami juga memberikan piagam dan piala ini untuk putra Anda.” Sambil menjabat lengan Shazia
“Terima kasih Bu kepala sekolah,” balas Shazia.
Shazia memberikan langsung piagam dan piala itu pada pemiliknya, dengan wajah bangga ia mengelus rambut Zihan, lalu menggandeng lengannya.
Setelahnya terdengar tepuk tangan meriah dari para tamu, mengiringi langkah keduanya menuruni panggung.
Di sisi lain, Taran yang telah kembali ke kantor terlihat sama sekali tak berkonsentrasi pada pekerjaannya, apa yang dikatakan Zihan telah berhasil mengganggu pikirannya.
Walaupun Taran tampak terlihat tak peduli pada Zihan, ia sebenarnya sangat menyayangi putranya dan tak ingin putra satu-satunya itu kekurangan apa pun.
Baru kali ini anak itu berteriak padanya, selama ini Zihan tak pernah memprotesi pekerjaan padat sang Ayah, ia acuh dan hanya peduli pada dirinya sendiri.
“Aslan!”
“Ya, ada apa Taran?”
“Aku ingin kau mengundur rapat kali ini, kau bisa melakukannya kan?”
“Tentu, aku akan menjalankan perintahmu, dan tampaknya ada yang berubah pikiran.”
Taran tak menjawab perkataan Aslan, ia berdiri dari kursinya, merapikan penampilan dan keluar dari ruangan, meninggalkan Aslan seorang diri di sana.
Aslan mendengus kesal “Ternyata ayah dan anak sama saja sifatnya.” Aslan berjalan keluar dari ruangan.
...****************...
Sesampainya di sekolah, Taran di sambut dengan penjaga yang mengecek undangan acara.
“Bisakah saya melihat undangan Anda, Tuan?”
Taran memberikan kartu undangan miliknya, penjaga itu mengecek undangan dan mempersilakan Taran untuk masuk.
“Baik Tuan silakan masuk dan nikmati acaranya. Pihak sekolah mengadakan Acara di gedung Aula, dari jalan ini Anda harus belok kiri,” ucap penjaga itu menerangkan.
Beruntung putranya meninggalkan kartu undangan di mobil. Sehingga Taran dapat masuk dengan mudah. Ia pun mengangguk pada apa yang dikatakan penjaga, lalu melanjutkan langkahnya menuju gedung aula.
Tetapi sesampainya di sana, orang-orang telah keluar dari gedung aula dan mulai menikmati hidangan yang berjejer rapi di taman, ya seperti yang tertera pada undangan, pesta setelah acara pemberian piala dibuat bertema outdoor.
Tak dapat melihat putranya di antara kerumunan, Taran tetap melangkahkan kakinya untuk masuk ke gedung, dan tepat di ambang pintu ia berpapasan dengan Shazia dan putranya.
Taran terdiam kala melihat penampilan Shazia, ia menatap dari ujung rambut sampai ujung kaki, betapa wanita itu begitu berbeda dari sebelumnya.
“Papa! Kau datang.”
“Anda sepertinya. Em, Maksudku sepertinya kau terlambat.” Wanita itu memperalat kata-katanya yang masih belum terbiasa berbicara non-formal dengan Taran.
“Bibi Ayo kita pergi ke sana, aku ingin makan kue itu,” ajak Zihan sembari menarik lengan Shazia.
Belum sempat Taran menjawab Perkataan Shazia, keduanya meninggalkan Taran seorang diri. Pria itu memandang keduanya yang tampak bersenang-senang.
Ada rasa iri dalam benaknya, betapa putranya lebih akrab dengan orang lain dari pada dirinya, tetapi di sisi lain ada rasa senang ketika ia melihat Shazia begitu menyayangi putranya.
Lamunannya terhenti kala seseorang menepuk pundaknya. “Selamat siang, Anda Taran Savas, kan?” tanya pria yang usianya tampak tak jauh berbeda dengan Taran.
Taran menangguk.
“Kalau begitu salam kenal untuk Anda, saya pemimpin dari perusahaan ZS , sungguh keberuntungan dapat bertemu dengan Anda di sini,” ucap pria itu sambil mengulurkan lengannya.
Taran membalas jabatan tangan pria itu, ia mengangguk. “Apa perusahaan Anda adalah perusahaan yang baru-baru ini ingin bekerja sama dengan perusahaan saya?”
“Ya, benar, itu sebabnya saya ingin bertemu dengan Anda untuk membicarakannya lebih lanjut, maaf jika waktunya tidak tepat, tapi saya ingin membicarakan ini langsung dengan Anda.”
“Tidak papa, mari kita bicara di tempat yang lebih nyaman.”
Taran dan pria bernama Iskander itu pun membicarakan perihal bisnis di sudut Taman. Sedangkan Shazia dan Zihan terlihat asyik menikmati acara dan menyantap hidangan yang di sajikan.
Setelahnya Shazia pun mulai berbicara dengan Zihan, berjongkok di hadapan anak itu sambil memegang lengannya.
“Zihan bibi sangat bangga padamu, Sayang. Bibi sangat senang atas pencapaian yang kau raih. Karna itu untuk mengapresiasi keberhasilanmu, bibi akan mengabulkan satu permintaan.”
“Satu permintaan?”
“Ya, cepat katakan pada bibi apa permintaanmu?”
“Tapi jika permintaan itu berat apakah bibi akan tetap mengabulkannya?”
Shaza terdiam sesaat, “Emm, tergantung seberapa berat permintaanmu, jika hal itu masih bisa bibi kabulkan, maka tak mengapa.”
Zihan mendudukkan wajahnya malu-malu. “Em aku ingin...”
“Aya katakan saja jangan takut.”
“Bibi, aku, aku b-bisa tidak meminta, em, aku bisakah memanggilmu dengan sebutan Mama seperti teman-teman panti?” tanya Zihan terbata-bata.
Sontak ketika mendengar permintaan Zihan, Shazia langsung mengingat semua momen yang telah mereka lewati bersama, yang selalu ada senyum, tawa, juga kedamaian membuat air mata Shazia begitu saja keluar.
Shazia bukanlah tipe orang yang mudah menangis, tetapi entah mengapa situasi itu dengan mudah mengobrak-abrik perasaannya.
“Bibi kenapa bibi menangis? jika karna aku, maka tidak usah mengabulkannya,” ucap Zihan lagi sambil mengusap air mata Shazia
“Tidak, sayang, tidak. Bibi tidak menangis, mata bibi perih karna ada debu yang masuk,” balas Shazia mencari alasan.
“Tentu kau bisa memanggil bibi dengan sebutan apa pun, kau bisa memanggil bibi dengan sebutan mama, ibu, atau pun bunda, bibi sama sekali tak masalah,” balas Shazia sambil memegang erat bahu Zihan.
Mendengar itu, senyum Zihan kembali merekah, ia begitu bahagia dan langsung memeluk Shazia dengan erat.
“Terima kasih, Mama.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Senengnya Zia udh jdi Mamanya Ziyan 😃
2022-11-20
1