Bab 3 - Tamparan

‘Praakkk!'

Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat ke pipi Taran.

"Tamparan itu cukup bagus mendarat di wajah Anda, Tuan. Agar Anda tahu caranya untuk menghormati orang lain!”

Dengan mata berapi, Taran menatap kesal Shazia.

“Kenapa? Apa Anda terkejut melihat wanita rendahan ini bersikap?”

“Dengar Tuan, saya tak pernah menginginkan uang Anda, apalagi mengenal Anda, bagaimana bisa Anda sembarangan menuduh orang lain seperti itu?”

“Walau sekaya dan terkenal apa pun Anda, Tuan. Anda tak bisa menilai rendah apalagi meremehkan orang lain, perlakuan Anda itu cukup buruk untuk disebut sebagai manusia!”

“Satu hal yang perlu saya tegaskan pada Anda, saya bukanlah seorang penculik dan saya tulus membantu putra Anda!”

“Dan ini, saya tak membutuhkannya!” Sembari melempar semua uang di lengannya ke wajah Taran.

Shazia berlalu pergi kemudian, ketika ia berbalik rambut yang ia biarkan terurai itu terkibas mengenai wajah Taran.

Kini api marah memenuhi pria itu, ia menatap kesal Shazia yang pergi,

Shazia yang menoleh ke arah Taran lantas mengacungkan jari tengah ke arahnya. “Fu*k!”

“Wanita Sia*an,” umpat Taran

Taran lalu membuka pintu mobil dengan kasar, di dalam ia di sambut dengan gelak tawa putranya.

“Bagaimana Pa? Apa Papa sangat senang bertemu dengan bibi itu?”

“Bagus Zihan, kau mempermainkan ayahmu.”

“Aku tidak mempermainkanmu Pa, aku hanya ingin Papa bertemu dengan Bibi pemberani itu saja,” balas Zihan yang masih saja tertawa.

Bibi itu, dia benar-benar berbeda dari banyaknya perempuan yang mendekati papa. Zihan

Taran menyalakan mobil dan meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan di sisi lain, Shazia yang telah kembali, cepat-cepat mengunci restoran dan pergi ke lantai dua. tempat di mana Shazia tinggal.

“Menjengkelkan, semoga aku tak bertemu dengan orang seperti itu lagi selama sisa hidupku!”

...****************...

Hari berganti, pagi-pagi buta Shazia telah terbangun. Ia terlihat membersihkan ruangan yang besarnya tak seberapa itu. Ya, ruang kecil yang terbagi dua antara kamar dan balkon itu Shazia jadikan tempat tinggalnya.

Trak...!

Suara pintu yang dibuka secara tiba-tiba mengejutkan Shazia.

“Astaga! Aynur, sejak kapan kau kemari? Kau mengejutkanku.”

“Ha, ha, maaf Shazia aku tak sengaja mengejutkanmu. Aku pikir kau masih tidur,” balas Aynur.

“Ya, jadi apa yang membuatmu mendatangiku kemari?”

“Truk sayur sudah datang, dia memberikan banyak sayur segar untuk kita Shazia, dan tentu saja aku kemari untuk meminta uang bayarannya.”

“Oh, dia sudah datang, baiklah, berikan ini padanya Aynur dan jangan lupa katakan terima kasih padanya,” ucap Shazia sambil memberikan beberapa lembar uang pada Aynur.

“Ya, akan kusampaikan padanya nanti.”

Hari-hari sibuk Shazia pun dimulai, berkecimpung dengan urusan restoran setiap hari tanpa merasa bosan sedikit pun. Rutinitas yang selalu Shazia lakukan selama lebih dari lima tahun lamanya.

Seperti hari-hari biasa, kali ini pun Shazia disibukkan dengan para pelanggan, ia tak merasakan waktu yang terus bergulir.

“Bibi!”

“Bibi!”

“Bibi!”

Suara yang tak asing itu terus memanggil Shazia, yang lantas membuat Shazia menoleh ke arah sumber suara.

“Zihan?”

Shazia berjalan ke luar restoran, ia melihat anak lelaki itu berdiri di sana.

“Zihan, apa yang kau lakukan di sini sayang? Apa kau tersesat lagi?” tanya Shazia.

Zihan menggeleng, “Tidak, bibi, aku tidak tersesat lagi, hari ini aku ingin berkunjung ke restoranmu, Bibi, bisakah?”

Shazia melihat ke belakang, restoran masih dipenuhi para pelanggan.

"Tentu saja bisa, tapi apakah orang tuamu mengizinkanmu?"

Zihan yang menanti jawaban itu tersenyum senang, ia membalas santai perkataan Shazia, "Bibi, Papa mengizinkan aku kemari.”

“Baiklah, kalau begitu sekarang kau pergilah ke lantai atas. Bibi akan menemui nanti, restoran masih sangat penuh sekarang, bibi harus bekerja.”

“Baik, Bibi Shazia!”

Dengan arahan Shazia, Zihan pergi ke lantai atas. Sama seperti ketika ia pertama kali memasuki restoran, Zihan terus menatap sekelilingnya.

“Nah, Zihan, lantai dua ini tempat tinggal bibi, kau bisa bermain di mana pun yang kau suka. Kau bisa membaca buku-buku di balkon ini,” ucap Shazia sambil menunjuk rak buku di dekatnya.

“Dan jika kau merasa bosan atau ingin tidur, kau bisa pergi ke kamar bibi.”

“Baik, Bibi, terima kasih sudah mengizinkan aku untuk datang kemari, Bibi.”

Shazia tersenyum, “Anak manis, kau tidak perlu berterima kasih. Bibi senang jika ada seseorang yang ingin mengunjungi tempat tinggal bibi, dan bibi tidak merasa keberatan akan hal itu.”

“Baiklah, sekarang bibi harus turun ke lantai bawah, bermainlah sesukamu di sini, ya.”

“Baik, Bi.”

Setelah kepergian Shazia, Zihan yang hanya sendiri tampak menghampiri rak buku di dekatnya, ia mengambil salah satu buku dongeng dan duduk di kursi balkon.

Di tengah asyiknya membaca, Zihan dikejutkan dengan kedatangan seorang pria tua. Pria dengan jas hijau dan rambut putih yang hampir memenuhi kepalanya itu menatap Zihan dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Zihan, Apakah namamu Zihan?” tanya Pria tua itu.

Zihan yang mendengar namanya disebut pun buru-buru mengangguk.

“Berarti benar, kau sama seperti di katakan Shazia.”

Lelaki itu mendekat, ia lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Zihan. Zihan yang masih belum tahu siapa lelaki itu, selalu menatap gerak-geriknya.

Pria itu tertawa melihat tingkah laku Zihan. “Kenapa kau menatapku seperti itu, Nak? Kau jangan khawatir ataupun panik, aku bukan orang jahat yang akan memakanmu.”

“Tampaknya kau masih belum mengenaliku, ya? Bakilah, akanku beritahu, namaku Erhan Altair. Kau bisa memanggilku dengan sebutan kakek Olive, orang di sekitar sini selalu memanggilku dengan sebutan itu, dan Shazia adalah putriku.”

Zihan kembali mengangguk.

Erhan Altair, dia adalah seorang pengusaha kuliner. Ia juga seorang ayah sekaligus keluarga satu-satunya yang dimiliki Shazia. Setiap pekerjaan yang menyibukkannya selesai, ia akan mengunjungi putrinya ke restoran.

“Mengapa panggilan kakek cukup berbeda dari nama asli, kakek?” tanya Zihan.

“Ya, itu bukan tanpa alasan—“

Perkataan Erhan terhenti, kala melihat putrinya datang membawa nampan berisi dua cangkir teh dan Baklava.

“Ayah, ini teh dan camilan yang kau pinta.”

“Ya, terima kasih, Putriku.”

“Sama-sama, Ayah,” balas Shazia.

“Dan ini untukmu Zihan,” ucap Shazia, sambil memberikan salah satu teh pada Zihan.

“Terima kasih, Bibi.”

Shazia mengangguk, “Zihan, kau tunggu di sini bersama kakek Olive, ya. Bibi akan kembali setelah pekerjaan bibi selesai, tidak papa kan?”

“Tidak papa, Bibi. Aku tahu jika Bibi masih sangat sibuk sekarang”

Shazia tersenyum simpul, lantas mencubit pipi Zihan. “Baiklah, anak manis, tunggu bibi, ya.”

Shazia kembali ke pekerjaannya, meninggalkan Zihan dan Ayahnya di balkon.

“Baik, sampai mana kita berbicara Zihan?”

“Sampai kakek ingin menjelaskan padaku, alasan mengapa kakek di sebut kakek Olive”

“Ya, Zihan, kau bisa melihat jawabannya sendiri di atas kepalaku ini” ucap Erhan, sambil menunjukkan rambut yang hampir botak di tengahnya.

Zihan tertawa melihat rambut Erhan, “Lalu apa hubungannya itu dengan kebotakan yang kakek alami?” tanya Zihan

“Ya, karna hal itu, aku sering melumuri rambutku dengan minyak kelapa. Makanya orang sekitar sini memanggil kakek dengan sebutan kakek Olive”

Zihan mengangguk tanda mengerti, ia begitu menikmati percakapannya dengan Erhan, semua seolah mengalir begitu saja. Cerita-cerita lucu yang diceritakan Erhan terkadang membuatnya tertawa, ia bahkan sama sekali tak merasa asing akan suasana yang baru itu.

“Oh, ya, Zihan, kakek ingin tahu. Apa yang membuatmu tertarik datang kemari?”

“Mm, Kakek. Aku kemari untuk menemui bibi Shazia. Aku datang ke sini, karna aku ingin memberi sesuatu pada Bibi”

“Kau ingin memberinya hadiah, kenapa?

“Karna kemarin aku tersesat di sekitar sini, dan bibi yang menolongku.”

“Oh, ya. Hadiah apa yang ingin kau berikan padanya?”

“Tentu saja itu rahasia kakek, aku tidak akan memberitahunya pada siapa pun,” balas Zihan.

“Hei, apa yang sedang kalian berdua bicarakan, tampaknya seru sekali?” tanya Shazia yang tiba-tiba muncul. Ia datang menghampiri keduanya.

“Bibi, kemari? Apa pekerjaan bibi telah selesai?”

“Tentu, Sayang. Pekerjaan bibi telah selesai, jadi kita bisa bermain bersama.”

“Shazia ayah ingin bertanya padamu pukul berapa sekarang?”

“Pukul 17:00 sore, Ayah. Memangnya ada apa?”

“Ya, berarti sudah waktunya bagi ayah untuk pulang, Shazia”

“Ayah sudah ingin pergi? Kenapa cepat sekali?

“Ya, ada banyak pekerjaan yang menunggu ayah di rumah.”

“Yah, aku tak bisa berbuat apa-apa kalau begitu, sampai jumpa, Ayah. Hati-hati di jalan.”

“Ya, sampai jumpa, Putriku. Ayah berjanji besok ayah akan kemari mengunjungimu lagi,” ucap sang Ayah, sambil memeluk putrinya itu.

“Ya, Ayah.”

Sepulangnya sang Ayah. Shazia pun banyak berbincang bersama Zihan, walaupun pembicaraan itu tak begitu lama terjadi. Tetapi Zihan begitu senang untuk mendengar perkataan Shazia dan Ayahnya.

Di sisi lain, Aynur tengah sibuk mengepel di lantai bawah. Ia sama sekali tak mendengar Shazia dan Zihan yang turun dari lantas atas. Ia terus saja mengepel sambil mendengarkan musik di telinga.

“Aynur!” panggil Shazia.

“Aynur!”

“Aynur..!”

“Ah, ya, ada apa Shazia? Maaf aku tak mendengarmu.”

“Aynur, aku hanya ingin memastikan saja, apakah persediaan daging dan ikan masih cukup banyak?”

“Yah, persediaan kita hampir habis. Tapi kau tenang saja Shazia, aku sudah menghubungi mereka untuk mengantarkan daging dan ikan besok” balas Aynur, sambil mengangkat ember perasan pel.

Aynur kemudian membuka pintu restoran, tanpa melihat ia begitu saja membuang air perasan pel tersebut ke depan pintu.

“Paman! Astaga, paman kau basah kuyup!”

“Apa, Zihan? Kau memanggilku Paman? Bibi, kau harus memanggilku dengan sebutan bibi, Zihan. Bukan paman!” ucap Aynur menegaskan.

“Aynur dia tidak memanggilmu, cobalah untuk menengok ke belakang, kau pasti akan tahu,” ucap Shazia dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.

Aynur mengernyit, tak mengerti dengan sikap dua orang di hadapannya itu. Dengan malas ia menengok ke belakang, dan betapa terkejutnya ia setelah itu.

Ia segera berbalik dan dengan refleks menyembunyikan ember tersebut di belakang punggungnya

“Ya, Tuan. Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?” tanya Aynur sambil tersenyum.

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Bagus jg ceritanya

2022-11-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Putramu
2 Bab 2 - Pertemuan
3 Bab 3 - Tamparan
4 Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5 Bab 5 - Ayah Zihan
6 Bab 6 - Menimang Cucu
7 Bab 7 - Maaf
8 Bab 8 - Tak Punya Ibu
9 Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10 Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11 Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12 Bab 12 - Aynur dan Aslan
13 Bab 13 - Panti Asuhan
14 Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15 Bab 15 - Bantuan Taran
16 Bab 16 - Undangan
17 Bab 17 - Aku Ibunya!
18 Bab 18 - Panggilan Mama
19 Bab 19 - Potret Keluarga
20 Bab 20 - Ulang Tahun
21 Bab 21 - Menantu
22 Bab 22 - Tepati Janjimu
23 Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24 Bab 24 - Perjodohan
25 Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26 Bab 26 - Berita mengejutkan
27 Bab 27 - Tentang Zihan
28 Bab 28 - Hari Pernikahan
29 Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30 Bab 30 - Kadriye
31 Bab 31 - Batasan wilayah
32 Bab 32 - Kedatangan Manorya
33 Bab 33 - Bibi Aergul
34 Bab 34 - Cincin Pernikahan
35 Bab 35 - Ikut sarapan
36 Bab 36 - Kekasih Taran?
37 Bab 37 - Terus memikirkannya
38 Bab 38 - Terluka
39 Bab 39 - Jalan-jalan
40 Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41 Bab 41 - Penjelasan
42 Bab 42 - Penjelasan (2)
43 Bab 43 - Foto
44 Bab 44 - Tentang Taran
45 Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46 Bab 46 -Menitip Ece
47 Bab 47 - Persiapan pergi
48 Bab 48 - Pesta
49 Bab 49 - Pesta (2)
50 Bab 50 - Pesta (3)
51 Bab 51 - Ece
52 Bab 52 - Aku mencintaimu
53 Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54 Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55 Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56 Bab 56 - Fulya
57 Bab 57 - Bertemu Manorya
58 Bab 58 - Fulya Mengaku
59 Bab 59 - Bertemu Kadriye
60 Bab 60 - Janji Kecil
61 Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62 Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63 Bab 63 - Pusing
64 Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65 Bab 65 - Sakit
66 Bab 66 - Setahun Berlalu
67 Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68 Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69 Bab 69 - Pengakuan Shazia
70 Bab 70 - Defne menentang
71 Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72 Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73 Bab 73 - Kilas Balik #1
74 Bab 74 - Kilas balik #2
75 Bab 75 - Kilas Balik #3
76 Bab 76 - Kilas Balik #4
77 Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78 Bab 78 - Menerima (Tamat)
79 Ektra Part
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 - Putramu
2
Bab 2 - Pertemuan
3
Bab 3 - Tamparan
4
Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5
Bab 5 - Ayah Zihan
6
Bab 6 - Menimang Cucu
7
Bab 7 - Maaf
8
Bab 8 - Tak Punya Ibu
9
Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10
Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11
Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12
Bab 12 - Aynur dan Aslan
13
Bab 13 - Panti Asuhan
14
Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15
Bab 15 - Bantuan Taran
16
Bab 16 - Undangan
17
Bab 17 - Aku Ibunya!
18
Bab 18 - Panggilan Mama
19
Bab 19 - Potret Keluarga
20
Bab 20 - Ulang Tahun
21
Bab 21 - Menantu
22
Bab 22 - Tepati Janjimu
23
Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24
Bab 24 - Perjodohan
25
Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26
Bab 26 - Berita mengejutkan
27
Bab 27 - Tentang Zihan
28
Bab 28 - Hari Pernikahan
29
Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30
Bab 30 - Kadriye
31
Bab 31 - Batasan wilayah
32
Bab 32 - Kedatangan Manorya
33
Bab 33 - Bibi Aergul
34
Bab 34 - Cincin Pernikahan
35
Bab 35 - Ikut sarapan
36
Bab 36 - Kekasih Taran?
37
Bab 37 - Terus memikirkannya
38
Bab 38 - Terluka
39
Bab 39 - Jalan-jalan
40
Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41
Bab 41 - Penjelasan
42
Bab 42 - Penjelasan (2)
43
Bab 43 - Foto
44
Bab 44 - Tentang Taran
45
Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46
Bab 46 -Menitip Ece
47
Bab 47 - Persiapan pergi
48
Bab 48 - Pesta
49
Bab 49 - Pesta (2)
50
Bab 50 - Pesta (3)
51
Bab 51 - Ece
52
Bab 52 - Aku mencintaimu
53
Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54
Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55
Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56
Bab 56 - Fulya
57
Bab 57 - Bertemu Manorya
58
Bab 58 - Fulya Mengaku
59
Bab 59 - Bertemu Kadriye
60
Bab 60 - Janji Kecil
61
Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62
Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63
Bab 63 - Pusing
64
Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65
Bab 65 - Sakit
66
Bab 66 - Setahun Berlalu
67
Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68
Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69
Bab 69 - Pengakuan Shazia
70
Bab 70 - Defne menentang
71
Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72
Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73
Bab 73 - Kilas Balik #1
74
Bab 74 - Kilas balik #2
75
Bab 75 - Kilas Balik #3
76
Bab 76 - Kilas Balik #4
77
Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78
Bab 78 - Menerima (Tamat)
79
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!