‘Praakkk!'
Sebuah tamparan yang cukup keras mendarat ke pipi Taran.
"Tamparan itu cukup bagus mendarat di wajah Anda, Tuan. Agar Anda tahu caranya untuk menghormati orang lain!”
Dengan mata berapi, Taran menatap kesal Shazia.
“Kenapa? Apa Anda terkejut melihat wanita rendahan ini bersikap?”
“Dengar Tuan, saya tak pernah menginginkan uang Anda, apalagi mengenal Anda, bagaimana bisa Anda sembarangan menuduh orang lain seperti itu?”
“Walau sekaya dan terkenal apa pun Anda, Tuan. Anda tak bisa menilai rendah apalagi meremehkan orang lain, perlakuan Anda itu cukup buruk untuk disebut sebagai manusia!”
“Satu hal yang perlu saya tegaskan pada Anda, saya bukanlah seorang penculik dan saya tulus membantu putra Anda!”
“Dan ini, saya tak membutuhkannya!” Sembari melempar semua uang di lengannya ke wajah Taran.
Shazia berlalu pergi kemudian, ketika ia berbalik rambut yang ia biarkan terurai itu terkibas mengenai wajah Taran.
Kini api marah memenuhi pria itu, ia menatap kesal Shazia yang pergi,
Shazia yang menoleh ke arah Taran lantas mengacungkan jari tengah ke arahnya. “Fu*k!”
“Wanita Sia*an,” umpat Taran
Taran lalu membuka pintu mobil dengan kasar, di dalam ia di sambut dengan gelak tawa putranya.
“Bagaimana Pa? Apa Papa sangat senang bertemu dengan bibi itu?”
“Bagus Zihan, kau mempermainkan ayahmu.”
“Aku tidak mempermainkanmu Pa, aku hanya ingin Papa bertemu dengan Bibi pemberani itu saja,” balas Zihan yang masih saja tertawa.
Bibi itu, dia benar-benar berbeda dari banyaknya perempuan yang mendekati papa. Zihan
Taran menyalakan mobil dan meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan di sisi lain, Shazia yang telah kembali, cepat-cepat mengunci restoran dan pergi ke lantai dua. tempat di mana Shazia tinggal.
“Menjengkelkan, semoga aku tak bertemu dengan orang seperti itu lagi selama sisa hidupku!”
...****************...
Hari berganti, pagi-pagi buta Shazia telah terbangun. Ia terlihat membersihkan ruangan yang besarnya tak seberapa itu. Ya, ruang kecil yang terbagi dua antara kamar dan balkon itu Shazia jadikan tempat tinggalnya.
Trak...!
Suara pintu yang dibuka secara tiba-tiba mengejutkan Shazia.
“Astaga! Aynur, sejak kapan kau kemari? Kau mengejutkanku.”
“Ha, ha, maaf Shazia aku tak sengaja mengejutkanmu. Aku pikir kau masih tidur,” balas Aynur.
“Ya, jadi apa yang membuatmu mendatangiku kemari?”
“Truk sayur sudah datang, dia memberikan banyak sayur segar untuk kita Shazia, dan tentu saja aku kemari untuk meminta uang bayarannya.”
“Oh, dia sudah datang, baiklah, berikan ini padanya Aynur dan jangan lupa katakan terima kasih padanya,” ucap Shazia sambil memberikan beberapa lembar uang pada Aynur.
“Ya, akan kusampaikan padanya nanti.”
Hari-hari sibuk Shazia pun dimulai, berkecimpung dengan urusan restoran setiap hari tanpa merasa bosan sedikit pun. Rutinitas yang selalu Shazia lakukan selama lebih dari lima tahun lamanya.
Seperti hari-hari biasa, kali ini pun Shazia disibukkan dengan para pelanggan, ia tak merasakan waktu yang terus bergulir.
“Bibi!”
“Bibi!”
“Bibi!”
Suara yang tak asing itu terus memanggil Shazia, yang lantas membuat Shazia menoleh ke arah sumber suara.
“Zihan?”
Shazia berjalan ke luar restoran, ia melihat anak lelaki itu berdiri di sana.
“Zihan, apa yang kau lakukan di sini sayang? Apa kau tersesat lagi?” tanya Shazia.
Zihan menggeleng, “Tidak, bibi, aku tidak tersesat lagi, hari ini aku ingin berkunjung ke restoranmu, Bibi, bisakah?”
Shazia melihat ke belakang, restoran masih dipenuhi para pelanggan.
"Tentu saja bisa, tapi apakah orang tuamu mengizinkanmu?"
Zihan yang menanti jawaban itu tersenyum senang, ia membalas santai perkataan Shazia, "Bibi, Papa mengizinkan aku kemari.”
“Baiklah, kalau begitu sekarang kau pergilah ke lantai atas. Bibi akan menemui nanti, restoran masih sangat penuh sekarang, bibi harus bekerja.”
“Baik, Bibi Shazia!”
Dengan arahan Shazia, Zihan pergi ke lantai atas. Sama seperti ketika ia pertama kali memasuki restoran, Zihan terus menatap sekelilingnya.
“Nah, Zihan, lantai dua ini tempat tinggal bibi, kau bisa bermain di mana pun yang kau suka. Kau bisa membaca buku-buku di balkon ini,” ucap Shazia sambil menunjuk rak buku di dekatnya.
“Dan jika kau merasa bosan atau ingin tidur, kau bisa pergi ke kamar bibi.”
“Baik, Bibi, terima kasih sudah mengizinkan aku untuk datang kemari, Bibi.”
Shazia tersenyum, “Anak manis, kau tidak perlu berterima kasih. Bibi senang jika ada seseorang yang ingin mengunjungi tempat tinggal bibi, dan bibi tidak merasa keberatan akan hal itu.”
“Baiklah, sekarang bibi harus turun ke lantai bawah, bermainlah sesukamu di sini, ya.”
“Baik, Bi.”
Setelah kepergian Shazia, Zihan yang hanya sendiri tampak menghampiri rak buku di dekatnya, ia mengambil salah satu buku dongeng dan duduk di kursi balkon.
Di tengah asyiknya membaca, Zihan dikejutkan dengan kedatangan seorang pria tua. Pria dengan jas hijau dan rambut putih yang hampir memenuhi kepalanya itu menatap Zihan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Zihan, Apakah namamu Zihan?” tanya Pria tua itu.
Zihan yang mendengar namanya disebut pun buru-buru mengangguk.
“Berarti benar, kau sama seperti di katakan Shazia.”
Lelaki itu mendekat, ia lalu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Zihan. Zihan yang masih belum tahu siapa lelaki itu, selalu menatap gerak-geriknya.
Pria itu tertawa melihat tingkah laku Zihan. “Kenapa kau menatapku seperti itu, Nak? Kau jangan khawatir ataupun panik, aku bukan orang jahat yang akan memakanmu.”
“Tampaknya kau masih belum mengenaliku, ya? Bakilah, akanku beritahu, namaku Erhan Altair. Kau bisa memanggilku dengan sebutan kakek Olive, orang di sekitar sini selalu memanggilku dengan sebutan itu, dan Shazia adalah putriku.”
Zihan kembali mengangguk.
Erhan Altair, dia adalah seorang pengusaha kuliner. Ia juga seorang ayah sekaligus keluarga satu-satunya yang dimiliki Shazia. Setiap pekerjaan yang menyibukkannya selesai, ia akan mengunjungi putrinya ke restoran.
“Mengapa panggilan kakek cukup berbeda dari nama asli, kakek?” tanya Zihan.
“Ya, itu bukan tanpa alasan—“
Perkataan Erhan terhenti, kala melihat putrinya datang membawa nampan berisi dua cangkir teh dan Baklava.
“Ayah, ini teh dan camilan yang kau pinta.”
“Ya, terima kasih, Putriku.”
“Sama-sama, Ayah,” balas Shazia.
“Dan ini untukmu Zihan,” ucap Shazia, sambil memberikan salah satu teh pada Zihan.
“Terima kasih, Bibi.”
Shazia mengangguk, “Zihan, kau tunggu di sini bersama kakek Olive, ya. Bibi akan kembali setelah pekerjaan bibi selesai, tidak papa kan?”
“Tidak papa, Bibi. Aku tahu jika Bibi masih sangat sibuk sekarang”
Shazia tersenyum simpul, lantas mencubit pipi Zihan. “Baiklah, anak manis, tunggu bibi, ya.”
Shazia kembali ke pekerjaannya, meninggalkan Zihan dan Ayahnya di balkon.
“Baik, sampai mana kita berbicara Zihan?”
“Sampai kakek ingin menjelaskan padaku, alasan mengapa kakek di sebut kakek Olive”
“Ya, Zihan, kau bisa melihat jawabannya sendiri di atas kepalaku ini” ucap Erhan, sambil menunjukkan rambut yang hampir botak di tengahnya.
Zihan tertawa melihat rambut Erhan, “Lalu apa hubungannya itu dengan kebotakan yang kakek alami?” tanya Zihan
“Ya, karna hal itu, aku sering melumuri rambutku dengan minyak kelapa. Makanya orang sekitar sini memanggil kakek dengan sebutan kakek Olive”
Zihan mengangguk tanda mengerti, ia begitu menikmati percakapannya dengan Erhan, semua seolah mengalir begitu saja. Cerita-cerita lucu yang diceritakan Erhan terkadang membuatnya tertawa, ia bahkan sama sekali tak merasa asing akan suasana yang baru itu.
“Oh, ya, Zihan, kakek ingin tahu. Apa yang membuatmu tertarik datang kemari?”
“Mm, Kakek. Aku kemari untuk menemui bibi Shazia. Aku datang ke sini, karna aku ingin memberi sesuatu pada Bibi”
“Kau ingin memberinya hadiah, kenapa?
“Karna kemarin aku tersesat di sekitar sini, dan bibi yang menolongku.”
“Oh, ya. Hadiah apa yang ingin kau berikan padanya?”
“Tentu saja itu rahasia kakek, aku tidak akan memberitahunya pada siapa pun,” balas Zihan.
“Hei, apa yang sedang kalian berdua bicarakan, tampaknya seru sekali?” tanya Shazia yang tiba-tiba muncul. Ia datang menghampiri keduanya.
“Bibi, kemari? Apa pekerjaan bibi telah selesai?”
“Tentu, Sayang. Pekerjaan bibi telah selesai, jadi kita bisa bermain bersama.”
“Shazia ayah ingin bertanya padamu pukul berapa sekarang?”
“Pukul 17:00 sore, Ayah. Memangnya ada apa?”
“Ya, berarti sudah waktunya bagi ayah untuk pulang, Shazia”
“Ayah sudah ingin pergi? Kenapa cepat sekali?
“Ya, ada banyak pekerjaan yang menunggu ayah di rumah.”
“Yah, aku tak bisa berbuat apa-apa kalau begitu, sampai jumpa, Ayah. Hati-hati di jalan.”
“Ya, sampai jumpa, Putriku. Ayah berjanji besok ayah akan kemari mengunjungimu lagi,” ucap sang Ayah, sambil memeluk putrinya itu.
“Ya, Ayah.”
Sepulangnya sang Ayah. Shazia pun banyak berbincang bersama Zihan, walaupun pembicaraan itu tak begitu lama terjadi. Tetapi Zihan begitu senang untuk mendengar perkataan Shazia dan Ayahnya.
Di sisi lain, Aynur tengah sibuk mengepel di lantai bawah. Ia sama sekali tak mendengar Shazia dan Zihan yang turun dari lantas atas. Ia terus saja mengepel sambil mendengarkan musik di telinga.
“Aynur!” panggil Shazia.
“Aynur!”
“Aynur..!”
“Ah, ya, ada apa Shazia? Maaf aku tak mendengarmu.”
“Aynur, aku hanya ingin memastikan saja, apakah persediaan daging dan ikan masih cukup banyak?”
“Yah, persediaan kita hampir habis. Tapi kau tenang saja Shazia, aku sudah menghubungi mereka untuk mengantarkan daging dan ikan besok” balas Aynur, sambil mengangkat ember perasan pel.
Aynur kemudian membuka pintu restoran, tanpa melihat ia begitu saja membuang air perasan pel tersebut ke depan pintu.
“Paman! Astaga, paman kau basah kuyup!”
“Apa, Zihan? Kau memanggilku Paman? Bibi, kau harus memanggilku dengan sebutan bibi, Zihan. Bukan paman!” ucap Aynur menegaskan.
“Aynur dia tidak memanggilmu, cobalah untuk menengok ke belakang, kau pasti akan tahu,” ucap Shazia dengan ekspresi yang sulit di jelaskan.
Aynur mengernyit, tak mengerti dengan sikap dua orang di hadapannya itu. Dengan malas ia menengok ke belakang, dan betapa terkejutnya ia setelah itu.
Ia segera berbalik dan dengan refleks menyembunyikan ember tersebut di belakang punggungnya
“Ya, Tuan. Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?” tanya Aynur sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Bagus jg ceritanya
2022-11-20
0