Setelah membuang botol tinta ke sampah, Aslan kembali ke ruangan Taran, ia menatap ke sekelilingnya.
“Taran ke mana perginya Zihan dan Nona itu? Cepat sekali mereka menghilang.”
“Mereka sudah pergi.”
“Ke mana?”
“Panti.”
Aslan terdiam, wajahnya tampak berpikir, lalu menatap lekat Taran. “Bisakah hari ini aku pulang lebih awal?”
“Kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?”
“Semua sudah selesai sejak tadi, jadwal pertemuan, rapat, dan kunjungan, semua sudah kuatur.”
“Baiklah, kau boleh menyusul mereka pergi.”
“Kau tahu jika aku ingin pergi menyusul mereka?”
“Tentu, gerak-gerikmu sudah memberi tahuku lebih awal,” balas Taran tanpa menoleh sedikit pun dari berkasnya.
“Sebelum mereka pergi jauh, ada baiknya kau pergi sekarang Aslan,” ucap Taran lagi.
Aslan mengangguk, ia segera pergi dari ruangan Taran, membereskan semua barang di ruangannya dan mengambil kunci mobil miliknya.
Di sisi lain, Zihan dan Aynur yang masih berjalan menuju halte di dekat kantor di kejutan dengan mobil Aslan yang berhenti tepat di depan keduanya. Ia turun dari mobil menemui Aynur dan kemenakannya itu.
“Zihan ayo masuk ke mobil, paman akan mengantarmu.”
“Tapi bagaimana dengan bibi Aynur?”
Aslan melirik Aynur, “Nona, biarkan saya mengantarkan Anda dan Zihan pergi ke panti asuhan,”
“Tidak perlu aku dan Zihan akan naik angkutan umum,” balas Aynur cepat.
“Sangat di sayangkan di jam seperti ini tak akan ada taksi yang lewat, ada baiknya jika Anda mau menerima tawaran saya.”
“Ayo bibi, kita ikut paman saja, jika menunggu taksi kita akan terlambat ke sana. Lagi pula paman Aslan orang yang baik, dia tidak jahat,” pinta Zihan sembari menarik lengan Aynur.
“Bibi Kumohon,” pinta Zihan dengan wajah memelas.
Jika dipikir-pikir benar yang dikatakan Zihan, kalau kami masih menunggu taksi di sini itu akan memakan waktu yang lama, dan kalau aku menerima tumpangannya aku bisa menghemat uangku. Aynur.
“Ya, baiklah, baiklah, kita ikut pamanmu,” jawab Aynur lagi.
“Eits, Bibi. Tapi bibi tidak boleh duduk di belakang bersamaku.”
“Kenapa?”
“Kasihan jika paman Aslan tidak punya teman di kursi depan, tapi aku sudah bosan menemaninya jadi bibi saja.”
“Tidak, tidak perlu. Anda bisa duduk di mana pun yang Anda suka, Nona,” sela Aslan.
Kalau aku duduk di sampingnya itu sedikit canggung, kalau aku duduk dengan Zihan itu aman. Tapi bagaimana jika terjadi kecelakaan karna dia mengantuk? Itu akan sangat membahayakan. Aynur.
Aynur yang terdiam sesaat, akhirnya memilih untuk duduk di kursi depan, ia tahu jika kekhawatirannya berlebihan, tapi itu bisa saja terjadi.
Melihat Zihan dan Aynur telah masuk ke mobil, Aslan pun menyusul, ia mulai mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menerobos hiruk pikuk perkotaan.
Selama perjalanan, hanya keheninganlah yang menguasai, Aynur lebih banyak diam sembari melihat pemandangan dari kaca mobil.
“Nona bisakah Anda memberitahu di mana alamat panti asuhannya?”
Mendengar dirinya dipanggil, Aynur menoleh, “Sebelum itu, bisakah kau tidak berbicara dengan bahasa formal denganku, aku tahu kau orang terpelajar, tapi aku merasa geli kau memanggilku dengan sebutan nona.” Keluh Aynur.
“Lantas bagaimana saya harus memanggil Anda?”
“Panggil saja Aynur, dan berbicaralah seperti kau berbicara dengan Zihan, akan lebih nyaman seperti itu,” pinta Aynur.
“Baiklah, berarti akan kuanggap ini sebagai awal pertemanan kita” jawab Aslan.
“Kau orang yang berani, ya. Maksudku, kau langsung mengutarakan apa yang kau inginkan. Tapi tetap saja, bagaimana jika aku tidak setuju?”
“Maka aku akan berusaha sampai kau setuju berteman denganku.”
“His, Paman, Bibi, kalian kan sudah saling berbicara, kenapa harus menunggu persetujuan untuk berteman? Kalian orang dewasa susah sekali ya dimengerti,” balas Zihan memotong pembicaraannya keduanya.
“Hei, kami hanya bercanda, Zihan. Bibi dan pamanmu ini sudah sangat akrab sekarang,” jawab Aynur.
“Oh, ya, pantinya. Lurus saja di jalan ini, aku akan memberitahumu jika harus belok nanti,” ucap Aynur lagi.
Sesampainya di panti, Aynur turun bersama Zihan, keduanya langsung datang menghampiri Shazia yang tengah sibuk menyusun kotak.
“Shazia, lihat apa yang kubawa untukmu!” teriak Aynur.
Membuat Shazia berbalik ke arahnya, senyum di wajah Shazia pun semakin mengembang. “Zihan!”
Zihan segera datang memeluk Shazia. “Bibi! Aku merindukanmu.”
“Oh, benarkah! Kau sudah serindu itu pada bibi, sayang?” tanya Shazia sembari mengelus rambut Zihan.
Zihan menangguk, “Ya, tadi pagi aku ke restoran. Tapi tidak ada orang.”
“Oh, ya, maafkan, bibi, ya. Bibi lupa mengatakannya padamu.”
Zihan kembali mengangguk, “Ngomong-ngomong apa yang bibi bawa itu? Apa isi kontaknya bibi?”
“Oh, ini kotak berisi peralatan sekolah, dan sebagian lagi bingkisan yang akan dibagi nanti.”
“Zihan!”
“Zihan!”
“Zihan!”
Suara yang tak asing bagi Zihan, membuatnya berbalik ke sumber suara. “Ece!”
Ece berlari menghampiri Zihan, ekspresi wajah anak perempuan itu sangat senang, ia langsung memeluk Zihan dengan erat.
“Ece kau di sini juga, ya?”
“Ya, setiap bibi Shazia ke sini, ibuku juga akan datang ke sini untuk membantu.”
“Wah, itu bagus, berarti kita bisa bermain lagi?”
“Ya, tentu saja, dan bukan hanya itu aku juga akan mengenalkanmu pada teman-teman yang kukenali di panti ini,” balas Ece sembari menarik lengan Zihan.
“Ece kau jangan membawa Zihan pergi terlalu jauh, ya!” tegur Ceyda.
“Ya, Bu. Aku tidak akan membawa Zihan pergi jauh!”
“Bibi, terima kasih kau ingin datang kemari,” ucap Shazia pada Ceyda.
“Untuk apa kau berterima kasih Shazia? Bibi sama sekali tak merasa keberatan.”
Shazia tertawa kecil, “Aku merasa tidak enak, bibi datang kemari dengan susah payah.”
“Shazia, Bibi tak masalah, kau selalu saja berterima kasih pada hal yang tak perlu. Dan, ya, kapan acaranya dimulai?”
“Tampaknya sebentar lagi, bibi. Kita harus menunggu kedatangan Hazan.”
“Oh, Hazan, anak itu pasti sibuk sekali hari ini.”
Tak lama, Aslan datang menghampiri ketiganya, “Permisi, bisakah saya ikut membantu?”
“Pamannya Zihan, saya tak menyadari kehadiran Anda di sini, apa Anda kemari bersama ...” Mata Shazia melirik ke arah Aynur.
Aslan yang mengerti lirikan Shazia mengangguk pelan, “Ya, saya kemari bersama Zihan dan nona Aynur.”
“Ya, Allah. tolong jangan memanggilku dengan sebutan ‘Nona' lagi, Aslan. Sebut dan panggil saja aku Aynur.” pinta wanita itu sambil menyatukan lengannya.
“Maaf, aku lupa, Aynur,” balas Aslan.
“Aku baru saja mengatakannya di mobil, dan kau sudah melupakannya?”
“Wow, tampaknya kalian berdua sudah sangat akrab, ya,” balas Shazia.
“Ya, Shazia. Kau seperti tidak tahu sifatku.”
“Aslan mulai sekarang kau tidak usah berbicara formal dengan kami, itu akan lebih nyaman, dan aku yakin Shazia juga setuju denganku,” ucap Aynur.
“Ya, yang dikatakan Aynur benar, tidak usah berbicara formal. Berbicaralah sesuka dan senyamanmu, dan ya, dengan apa aku harus memanggilmu sekarang?” tanya Shazia.
Aslan tersenyum kecil lalu mengangguk. “Panggil saja Aslan, Kak,” jawab Aslan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
makin seru nih..hehee
2022-11-20
0
Reny Saputro
semangat
2022-11-05
0
Nora♡~
,"Maka aku akan berusaha sampai kau setuju berteman denganku" kata Aslan... Aache...chee... lain jer bunyinya...dengan kata2 Aslan tuu... macam ada makna tuu...lanjuut...
2022-11-03
3