Di ruangan sang ayah, Zihan begitu bosan, sudah berjam-jam lamanya ia duduk diam sambil melihat pemandangan dari kaca.
“Papa kapan pekerjaanmu selesai? Aku ingin pulang,” tanya Zihan.
“Sebentar lagi, jadi bersabarlah Zihan,” jawab sang Ayah singkat.
“Sudah berapa kali papa menjawab seperti itu, aku bosan papa, papa lama sekali,” keluh Zihan.
“Ya, sabar, sebentar lagi pekerjaan ayah akan selesai, jangan merengek.”
Jengkel dengan sang ayah, Zihan kembali diam, “Papa menyebalkan!”
Di tengah kebosanan yang melanda, tak sengaja Zihan melihat sosok yang tak asing di tengah keramaian, ia memicingkan matanya dari jendala, memastikan dia benar-benar mengenalnya.
Ekspresi Zihan seketika berubah, ia segera beranjak dan cepat-cepat pergi meninggalkan ruangan sang Ayah. Taran yang melihat itu bingung akan tingkah laku Zihan.
“Kau ingin pergi ke mana Zihan?”
“Aku pergi sebentar ayah!” teriak Zihan sambil berlari.
Anak itu turun menggunakan lift, sesampainya di lantai dasar ia kembali berlari menuju lokasi sosok tersebut. Untuk sesat Zihan terdiam mengamati kerumunan yang berlalu lalang, tapi dengan cepat ia menemukannya.
“Bibi Aynur!” teriak Zihan dari seberang jalan.
“Bibi!”
“Bibi Aynur!” teriak Zihan ketika melihat Aynur tak kunjung menoleh ke arahnya.
Aynur yang mendengar seseorang memanggilnya, berbalik mencari sumber suara, di tengah orang yang berlalu lalang, mata Aynur langsung tertuju pada Zihan, Aynur tersenyum dan datang menghampiri anak itu.
“Zihan, apa yang kau lakukan di sini? Dan kau sendirian?” tanya Aynur langsung.
“Tidak, Bibi, aku ikut papa bekerja di kantor itu, karna aku melihat bibi makannya aku segera turun ke sini,” jawab Zihan sambil menunjuk ke gedung bertingkat di belakangnya.
“Oh, benarkah, bibi pikir kau sendirian. Bibi hampir lupa kau putranya tuan Taran.”
“Bibi, kenapa hari ini restoran bibi Shazia tutup? Tadinya aku pergi ke sana, karna tutup dan tidak orang akhirnya aku ikut papa bekerja,” ucap Zihan mengerucutkan bibirnya.
Gaya bicara yang manja membuat Aynur gemas. Tampaknya inilah yang dirasakan Shazia jika berhadapan dengan anak itu.
“Tampaknya bibi Shazia lupa memberi tahumu kalau hari ini restoran libur, dan dia sedang pergi sekarang.”
“Memangnya bibi Shazia pergi ke mana, Bi?”
“Dia pergi ke panti asuhan, bibi juga ingin pergi menyusul ke sana, apa kau ingin ikut Zihan?”
Mata Zihan berbinar dan ekspresinya berubah senang “Benarkah! Bolehkan aku ikut?”
“Nona, pesanan Anda sudah siap!” panggil sang pedagang dari seberang jalan.
“Ya, sebentar, paman!” jawab Aynur.
Aynur kembali menoleh ke arah Zihan, “Tentu saja kau boleh ikut, Zihan. Tapi kau harus minta izin terlebih dahulu pada ayahmu,”
“Ya, Bibi aku akan minta izin pada papa,” balas Zihan yang ingin kembali ke kantor.
“Tunggu, Zihan! Kita pergi sehabis makan, ya. Bibi belum makan siang, dan apakah kau sudah makan?”
“Aku belum makan siang bibi,”
“Nah, baguslah, ayo kita pergi ke seberang, tadi bibi memesan kumpir.”
“Apa itu kumpir bibi?”
“Kentang panggang yang diisi banyak isian, kau belum pernah memakannya, ya?” tanya Aynur sambil memegang tangan Zihan dan menyeberang jalan.
Zihan menggeleng.
“Maka kali ini kau barus mencobanya, di sini salah satu tempat terenak.”
“Paman tolong buatkan satu kumpir lagi dengan isian yang sama seperti ini,” pinta Aynur pada sang pedagang.
“Baik, ini pesananmu yang pertama, yang kedua akan segera di buat.”
...****************...
Setelah selesai makan, keduanya memasuki kantor Taran, Aynur mengantarkan langsung Zihan untuk menemui sang Ayah di ruangannya.
“Bibi harus ikut denganku, jika tidak aku bisa tidak diizinkan,”
“Ya, lihatlah bibi ikut denganmu, jangan khawatir papamu pasti setuju jika mendengar nama bibi Shazia. Oh, ya bagaimana rasa kumpirnya? Lezatkah?”
“Ya, keju dan menteganya terasa menyatu dengan kentang, aku suka itu, tapi tetap tak bisa mengalahkan masakan bibi Shazia,”
“Rupanya kau pengikut berat masakan bibi Shazia, ya.”
“Ya tentu saja bibi, sangat suka!”
Selama perjalanan keduanya banyak berbincang. Sedangkan di sisi lain Aslan baru saja memasuki ruangan, ia berniat mengajak kemenakannya itu untuk pergi keluar.
“Zihan ayo ikut paman pergi, kau ingin beli es krim tidak?” ucap Aslan sembari membuka ganggang pintu.
“Ah, Dia tidak ada di ruangan, Taran ke mana perginya Zihan?” tanya Aslan ketika mendapati ruangan hanya ada Taran.
“Dia pergi keluar, aku tidak tahu ke mana anak itu pergi.”
“Taran, kau tidak takut jika putramu di culik? kau terlalu membebaskannya.”
Taran mendongak, menatap malas sekretaris cerewetnya itu. “Aku tahu sifatnya Aslan, dia tidak akan pergi jauh tanpa memberi tahu. Dari pada kau memusingkannya lebih baik kau bawa botol tinta ini keluar, cukup merepotkan jika tumpah,” ucap Taran sambil menunjuk botol tinta di mejanya.
“Ya, baiklah.” Aslan melangkah maju dan mengambil botol tinta tersebut.
“Botol tinta ini sudah tidak ada penutupnya, sangat merepotkan jika mengenai berkas penting milikmu, aku akan segera membuangnya,” balas Aslan yang mulai berbalik dan melangkah pergi membawa botol tinta itu.
“Baiklah Taran, aku akan kembali ke ruang—“
Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Aslan yang tak melihat ke arah depan, tak sengaja menabrak Aynur yang ingin masuk ke ruangan.
Tepat di depan pintu yang terbuka itu keduanya saling menabarak, menyebabkan tinta yang di pegang Aslan tumpah ke pakaian Aynur.
Aynur seketika terdiam melihat pakaian yang ia kenakan terkena tinta.
“Ah, Maaf!” seru Aslan.
“Ya, Allah. Baju kesayanganku!” Aynur menatap sinis kemudian pada pria di hadapannya.
Dia kan paman Zihan yang aku siram waktu itu, apa dia ingin membalasku? Aynur.
“Aku tahu Tuan, jika aku pernah menyirammu, tapi aku tidak menyangka jika kau akan membalasku.”
“Maaf, saya benar-benar tak sengaja,” ucap Aslan dengan wajah bersalah.
“Huh bagaimana caranya aku harus menghilangkan nodanya?”
“Padahal baju ini jarang sekali kukenakan.”
“Saya akan mengganti rugi pakaian Anda, Nona.”
“Tidak, tidak perlu, aku mengerti, aku memang buruk pernah menyirammu, anggap saja sekarang kita impas,” balas Aynur yang kembali memasuki ruangan bersama Zihan.
Tampak guratan senyum di wajah Taran yang sejak tadi memperhatikan drama keduanya.
“Papa bisakah aku pergi ke panti asuhan bersama bibi Aynur?” tanya Zihan.
“Memangnya apa yang ingin kau lakukan di sana?”
“Aku ingin menyusul bibi Shazia, Papa.”
“Jika kau hanya menyusahkan orang lain di sana lebih baik tidak usah.”
“Tidak, Tuan. Zihan tidak menyusahkan, aku yang mengajaknya pergi. Lagi pula Zihan juga pasti akan terlibat dengan pekerjaan di panti nanti.”
Untuk sesaat Taran terdiam, ia menatap lekat putranya, lalu menatap Aynur yang masih mencoba membersihkan pakaiannya dengan saputangan.
“Baiklah, Tapi ingat Zihan, jangan menyusahkan orang lain di sana,” ucap sang ayah memperingatkan.
Zihan mengangguk senang, setelah mendapat izin. Ia mengambil tasnya dan pergi dari ruangan tersebut bersama Aynur, rencananya ia dan Zihan akan menaiki taksi menuju panti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Nora♡~
Moga2 Aja Shazia berjodoh dengan Taran Savas...Aaminn🤲😇semangat ya Thor...
2022-11-02
1