Bab 5 - Ayah Zihan

Di pagi yang begitu cerah, di restoran Shazia. Terlihat para koki dan pramusajinya telah berdatangan untuk mempersiapkan restoran, mereka tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tak terkecuali Shazia.

Sementara para koki membereskan dapur, Shazia dan dua pramusaji lainnya membersihkan bagian kasir dan meja.

“Esra, Gona, pastikan semuanya bersih, jangan sampai ada noda yang tertinggal, karna kenyamanan pelanggan nomor satu di restoran kita,” pinta Shazia pada dua pramusajinya.

“Ya, kak, itu tentu saja sudah pasti,” balas Esra.

“Kakak jangan khawatir, hal itu serahkan saja pada kami. Lihatlah ini, bersihkan?” tanya Gona sambil menunjuk meja yang telah dilapnya.

Shazia tersenyum kecil dan mengangguk, menatap bangga pada dua pramusajinya yang cekatan itu.

Tring...!

Bel yang berbunyi membuat banyak pasang mata menatap ke arah pintu. Bertanya-tanya siapa yang datang di saat restoran masih tutup.

“Selamat pagi, bibi Shazia!”

Sapaan tersebut membuat Shazia terperanjat, ia menoleh ke arah sumber suara dan tanpa berpikir panjang datang menghampirinya. “Zihan! Apa yang membuatmu datang kemari pagi-pagi sekali, Nak? Apakah kau tak pergi ke sekolah?”

“Hari ini libur Bibi, makanya aku datang kemari mengunjungi bibi,” jawab Zihan.

“Benarkah, lalu siapa yang mengantarmu kemari?”

“Aku naik angkutan umum, bibi.”

“Ya ampun, sayang, kenapa kau begitu berani? Tidakkah kau tahu anak seusiamu itu rentan menjadi korban penculikan, dan apakah orang tuamu tahu kau kemari?”

Dicecar banyak pertanyaan, Zihan balas menjawab. “Maaf, bibi, aku tahu caraku salah, tapi ayahku tahu kalau aku pergi kemari,”

Shazia menghela nafas lega, “Ya, sayang, lain kali jika kau ingin pergi kemari, jangan naik angkutan umum sendirian, kau bisa meminta ayah, ibu, atau pamanmu mengantarkanmu kemari, kau mengerti”

Zihan mengangguk, “Ya, Bibi.”

“Kak Shazia, siapa anak itu?” tanya Esra yang berdiri di samping Gona.

Shazia yang awalnya berjongkok kembali berdiri dan balik mantap keduanya.

“Ya, aku lupa mengenalkannya pada kalian, dia Zihan, anak dari kerabat jauhku,” ucap Shazia sambil merangkul Zihan.

“Oh, dia manis sekali, ya, Kak Zia,” ucap Gona.

“Tentu saja, dia manis sepertiku,” balas Shazia bercanda.

“Nah, Zihan, nama kedua bibi ini, Esra dan Gona. Kau tahu kan yang mana bibi Esra dan yang mana bibi Gona?”

Zihan mengangguk tanda mengerti “Ya, Bibi aku tahu, di setiap baju bibi itu ada nama mereka.” Sambil menunjuk ke arah papan nama keduanya.

“Nah, tepat sekali, sekarang mari ikut bibi. Bibi akan mengenalkanmu pada para koki yang bekerja di dapur, kemarin kan bibi lupa mengenalkannya padamu!”

Shazia menarik lengan Zihan ke arah dapur, ia mengenalkan Zihan pada lima kokinya, termasuk seorang koki yang telah lebih dulu dikenal Zihan, Aynur.

“Sekarang kau tahu kan nama koki yang bekerja di restoran bibi?”

“Ya, Bibi, aku sudah mengenal semua orang yang bekerja di sini!”

Salah satu koki menepuk bahu Shazia. “Ya, bibi Ceyda, ada apa?”

“Aku membuat Börek untuk serapan bersama, apa kau ingin mencicipinya?” sambil menunjukkan kue tersebut pada Shazia.

Shazia mengambil sepotong kue dan memakannya “Mmm, seperti biasa, selalu enak dan lezat,” pujinya.

“Kau ingin mencobanya juga, Nak?” tanya Ceyda lagi pada Zihan.

Ia mengangguk, mengambil satu kue dan langsung melahapnya, Zihan terdiam sesaat sambil menatap Ceyda.

“Bagaimana Zihan, enak bukan?” tanya Shazia memastikan.

“I-ini Lezat sekali Bibi. Selama hidupku aku tidak pernah makan makanan selezat ini!”

“Benarkan, kue buatanmu selalu terbaik, bibi Ceyda.”

“Bibi, bisakah a-aku memakan satu kue lagi?” tanya Zihan malu-malu.

Ceyda terkekeh, “Tentu saja, ambillah berapa pun yang kau inginkan.” Sambil menunjukkan nampan kue tersebut pada Zihan.

Seorang anak perempuan tiba-tiba muncul, ia mendekati kerumunan Shazia, dan memberi salam pada semua orang. Saat netranya menangkap sosok Zihan, mata anak perempuan itu melebar dan mulutnya terbuka membentuk huruf O.

Ia kemudian bertanya pada Shazia, “Bibi Shazia dia siapa? Apa aku boleh berteman dengannya?”

“Dia kemenakanku, Ece. Jika kau ingin berteman, kau tanyakan langsung padanya, ya.”

Mendengar jawaban Shazia, anak itu lalu berjalan mendekati Zihan yang tengah asyik memakan kue dan tak tahu akan keberadaannya.

“Hai!” sapanya dengan suara nyaring.

Hal itu mengejutkan Zihan hingga membuatnya tersedak. Ceyda yang melihat itu menegur anak perempuannya.

“Ece, kau tak boleh seperti itu pada orang lain, perhatikanlah orang yang kau ajak bicara itu sedang makan atau tidak, Nak.”

“Ya, maaf, Bu. Aku terlalu bersemangat untuk mengajaknya bermain, maafkan aku,” balas Ece sambil memberikan air minum pada Zihan.

Selesai minum, Zihan menatap kesal Ece yang mengejutkannya, tapi tidak dengan Ece, yang wajahnya terpahat senyum dengan mata berbinar menatap Zihan.

Ece menarik lengan Zihan, “Ayo kita bermain di luar, aku akan mengenalkanmu pada teman-temanku!”

“Tidak! Aku tidak mau ikut, aku kan belum mengenalmu dan lagi pula aku masih ingin makan kue Bibi!”

Ece menghela nafas, “Baiklah, namaku Ece dan aku putri dari bibi Ceyda.” Sambil menarik kembali lengan Zihan.

Zihan tak menggubris, ia berusaha melepaskan lengan Ece darinya, tetapi gadis itu tak kehilangan akal, ia semakin rekat memegang pergelangan Zihan.

“Ibu, bisakah aku meminta kuenya untuk dimakan bersama di luar?”

Ceyda menatap Shazia, bertanya lewat ekspresi untuk meminta persetujuan sang pemilik tempat.

“Kenapa meminta persetujuanku, Bi. Tak perlu takut karna bahan nya berasal dari dapur ini, berikan saja pada siapa pun yang Bibi inginkan,” balas Shazia.

Ceyda tersenyum, ia segara mengambil piring, meletakan beberapa kue di atasnya, dan memberikannya pada Ece.

“Terima kasih, Bu, dan terima kasih juga untukmu bibi Shazia!”

“Ya, Nak, bermainlah sesukamu di luar, ya, dan jangan lupa ajak teman barumu itu!” Pinta Shazia.

“Ya, Bibi, aku pasti mengajaknya lihatlah aku menegangnya dengan sangat erat agar dia tak bisa kabur,” jawab Ece penuh semangat

Sambil membawa piring kue, Ece dengan sekuat tenaga menarik Zihan, beberapa kali Zihan memberontak itu tak ada gunanya, Ece membawanya pergi melalui pintu belakang.

“Selamat bersenang-senang, Zihan, bermainlah sesukamu, ya!” teriak Shazia.

“Shazia, anak itu begitu mirip denganmu, siapa dia?” tanya Ceyda yang telah berdiri di samping Shazia.

Shazia yang sejak tadi menatap ke arah pintu, mengalihkan pandangannya ke arah sang bibi.

“Dia anak dari kerabat jauh ayah, Bibi. Dia menitipkan anaknya kemari.”

Aku tahu aku berbohong, maafkan aku, Bi. Shazia

“Anak itu begitu tampan dan manis, ya. Sifatnya juga terlihat mirip sepertimu.”

Shazia tersenyum lantas mengangguk pelan.

...****************...

Hari telah menjelang sore, setiap karyawan kini tengah sibuk membereskan restoran untuk tutup. Zihan juga telah kembali, wajahnya penuh keringat dan baju yang tadinya bersih kini di penuhi lumpur.

“Zihan, bagaimana? Apakah menyenangkan bermain bersama ece?”

“Bibi, Ece mengajakku bermain bola bersama teman-temannya, itu menyenangkan tetapi juga melelahkan!” Keluhnya sambil duduk di salah satu kursi.

“Baiklah, kalau begitu setelah istirahat kau pergilah mandi, ya. Bibi tidak ingin kau berkeliaran dengan pakaian kotor seperti itu,” pinta Shazia lembut.

“Tapi, aku tidak membawa pakaian ganti, bibi. Apakah bibi punya pakaian anak laki-laki?”

Shazia yang awalnya tengah mengepel lantai lantas menatap Zihan, ia tersenyum simpul.

“Sewaktu bibi seusiamu, bibi sangat suka mengenakan pakaian anak laki-laki, bibi tak suka menggunakan dress dan semacamnya.”

“Baju-baju itu juga masih ada sampai sekarang, jadi jangan khawatir dengan pakaian ganti,” ucap Shazia

“Wah, benarkah! Tapi apakah Bibi punya foto masa kecil Bibi?”

“Di lain waktu bibi akan menunjukkannya padamu. Ayo, sekarang pergilah mandi! Kau tahu kan letak kamar mandi di mana?”

“Ya, bibi aku tahu,” balas Zihan yang berdiri dari kursinya dan pergi ke lantai atas.

Tak berapa lama, para karyawan dan koki Shazia berpamitan pulang, hanya tersisa ia, Zihan dan Aynur di restoran. Ya, kali ini Aynur pulang lebih lambat, ia berniat menikmati internet gratis di restoran Shazia untuk mengunduh drama kesukaannya.

Selesai mengepel, Shazia menyusul Zihan ke lantai atas, meninggalkan Aynur yang tengah asyik dengan ponsel pintarnya.

Di tengah kesibukannya, bel restoran berbunyi, membuat Aynur yang sibuk dengan ponselnya segera berdiri untuk membuka pintu.

“Ya, apa yang Anda—“

Aynur tak dapat melanjutkan kata-katanya ketika melihat orang di hadapannya itu, ia begitu senang. Sosok yang mungkin hanya bisa dilihatnya di televisi, kini berdiri di depan pintu restoran.

“Astaga! Apa benar Anda Taran Savas, pengusaha ternama di kota, ah, tidak, di negeri ini?” tanya Aynur memastikan, jika sosok yang berdiri di hadapannya itu benar-benar Taran.

Taran mengangguk dengan memasang wajah curiga pada Aynur, takut ia akan berbuat nekat seperti wanita yang sering ia temui.

Aynur berjingkrak senang, tak peduli Taran memandang aneh padanya. “Ya, Allah. Aku tak percaya bisa bertemu dengannya!”

“Ah, ya, maafkan aku, Tuan. Kalau begitu apa yang membawa Anda ke restoran kami?” tanya Aynur kemudian.

“Aku ingin menjemput putraku, Zihan,” balas Taran.

“Zihan? Zihan putra Anda?” tanya Aynur lagi memastikan.

Taran mengangguk.

“Kalau begitu silakan tunggu, aku akan memanggil putra Anda.” Sambil berlari kecil menaiki anak tangga.

Shazia beraninya kau tak mengatakan apa pun tentang Zihan! Aynur.

“Shazia!”

“Shazia!” Panggil Aynur sembari membuka pintu kamar.

“Ya, Aynur ada apa?” tanya Shazia yang tengah menilai penampilan Zihan.

“Ya, Allah, Shazia. Anak siapa yang kau buat seperti ini, penampilannya jadi jadul sekali.” Celoteh Aynur dengan diiringi tawa.

“Bibi Aynur, kenapa kau menertawakanku!” tanya Zihan dengan wajah kesal.”

“Wah, wah, ada yang kesal, ya. Maaf, ya, bibi hanya bercanda.” Ucap Aynur lagi

“Aynur menurutmu bagaimana penampilan Zihan?” tanya Shazia.

“Dia begitu tampan dan manis. Ya, walau baju yang ia kenakan cukup jadul.”

“Oh, Ya, Aynur kenapa kau memanggilku tadi?”

“Yah, hampir saja aku lupa. Itu Ayahnya Zihan datang untuk menjemputnya, dia menunggu di lantai bawah.”

“Ayahku sudah datang, bibi?” tanya Zihan yang mendengar percakapan keduanya.

“Iya, ayo cepat bersiap. Dan temui Ayahmu di bawah.”

Zihan pun buru-buru memasukkan barangnya ke dalam tas, ia menatap Shazia, meminta untuk mengantarkan ke bawah. Dengan keterpaksaan Shazia menyetujuinya, walau di dalam benaknya ia begitu kesal harus bertemu dengan orang yang di bencinya.

Dengan memegang lengan Zihan keduanya turun dari lantai atas, di mana Aynur mengikuti mereka dari belakang. Shazia yang telah berada ambang pintu menatap Taran.

Saat mata keduanya bertemu pandang, Shazia tersenyum pelik, sulit baginya untuk bersikap ramah di hadapan pria yang menyebalkan itu, melihat wajahnya selalu membuat Shazia teringat akan pertemuan pertamanya.

“Papa, aku sudah siap, Ayo kita pergi,” ucap Zihan yang masih menggandeng lengan Shazia.

Taran menangguk, ia mengangkat dan menggendong putranya.

“Terima kasih, kau telah menjaga putraku dengan baik, maaf jika dia menyusahkanmu” ucap Taran.

Shazia membuang muka. “Itu bukan masalah besar, lagi pula Zihan anak yang baik, dia tidak menyusahkan sama sekali.”

Melihat tingkah Shazia, Taran kembali menjawab, “Jika kau masih kesal dengan apa yang terjadi dengan pertemuan pertama kita, maka ... aku minta maaf.”

Shazia tertegun, alisnya terangkat, menatap sosok yang seolah berbeda dari sebelumnya. “Ya, yang terjadi di antara kita hanya kesalahpahaman, saya sudah memaafkan Anda,” jawab Shazia.

“Kalau begitu ... terima kasih,” ucap Taran lagi.

“Bibi, aku pergi, ya. Jangan lupa jaga kesehatan, Bibi.”

Setelah mengucap kata terakhirnya ayah dan anaknya itu pun pergi dari restoran Shazia. Aynur yang dari tadi memperhatikan semuanya di dekat tangga, segera menghampiri sahabatnya.

“Shazia teganya kau!” ucap Aynur memasang wajah kesal.

“Kenapa? Memangnya apa yang kulakukan padamu?”

“Kenapa kau tak pernah mengatakan padaku jika ayah Zihan itu, Taran Savas?”

“Siapa Taran Savas, Aynur? Apa itukah nama ayahnya Zihan?” tanya Shazia yang telah berada di meja kasir

“Ya, Allah. Shazia, apa kau lupa, aku pernah menceritakan seorang pengusaha yang masuk televisi bukan? Di mana saat itu kau mematikan televisiku?”

“Ya, aku ingat. Jadi dia orangnya? Pengusaha terkaya di kota ini? Dia jauh berbeda dari yang terlihat di televisi,” ucap Shazia dengan mata jengah.

“Ya, dia jauh lebih tampan dan berkarisma dari yang terlihat di televisi kan? Ah, kukira hanya aku yang melihat hal itu, ternyata kau juga,” ucap Aynur.

“Kau benar Aynur, dia sangat-sangat tampan sampai aku ingin muntah melihatnya!”

“Aku tak tahu, bagaimana caranya orang itu jadi pengusaha, memangnya produk apa yang membuatnya sesukses itu?” celoteh Shazia.

Ekspresi Aynur kembali kesal, “Shazia, kau ini!”

“Apa? Memang apa yang bisa kau lakukan padaku!” tanya Shazia dengan wajah mengejek diiringi tawa.

Aynur mendekati Shazia, dan mulai bertanya “Shazia apa kau ingin memasak makan malam?”

“Ya, apa kau tak lihat aku memegang bumbu dapur ini.” Dengan menunjukkan botol bumbu di lengannya.

“Kau tahu Shazia? Bumbu dapur yang ingin kau pakai itu, produk terbaru dari perusahaan ayahnya Zihan!”

Seketika Shazia melempar botol bumbu tersebut, “Astaga, tiba-tiba aku tak nafsu makan, Aynur,”

Melihat tingkah Shazia, Aynur tertawa puas. Ia merasa telah menang dari sahabatnya itu.

“Kenapa Shazia, bukankah setiap hari kau suka memakai bumbu ini?” Sambil memungut botol bumbu.

“Tak jadi, aku tak nafsu makan, mengingat wajahnya itu!”

“Ya, Allah. Shazia memangnya hal apa yang membuatmu begitu membencinya?” tanya Aynur yang mengikuti Shazia duduk di salah satu meja.

“Ya, aku belum menceritakan apa yang terjadi sebelum ini padamu, Oke, aku akan ceritakan,” balas Shazia.

Shazia menceritakan pertemuan pertamanya dengan Taran, bagaimana pertemuan itu berakhir dengan tamparan dan acungkan jari tengah dari Shazia.

Mendengar cerita Shazia, Aynur terdiam lalu tertawa.

“Aku tidak tahu bahwa pertemuan kalian, begitu buruk. Tapi aku yakin dia orang yang baik, Shazia.”

Terpopuler

Comments

ahmad tolhah

ahmad tolhah

kemenakanku maksudnya tuh keponakanku tah

2022-10-20

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Putramu
2 Bab 2 - Pertemuan
3 Bab 3 - Tamparan
4 Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5 Bab 5 - Ayah Zihan
6 Bab 6 - Menimang Cucu
7 Bab 7 - Maaf
8 Bab 8 - Tak Punya Ibu
9 Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10 Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11 Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12 Bab 12 - Aynur dan Aslan
13 Bab 13 - Panti Asuhan
14 Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15 Bab 15 - Bantuan Taran
16 Bab 16 - Undangan
17 Bab 17 - Aku Ibunya!
18 Bab 18 - Panggilan Mama
19 Bab 19 - Potret Keluarga
20 Bab 20 - Ulang Tahun
21 Bab 21 - Menantu
22 Bab 22 - Tepati Janjimu
23 Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24 Bab 24 - Perjodohan
25 Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26 Bab 26 - Berita mengejutkan
27 Bab 27 - Tentang Zihan
28 Bab 28 - Hari Pernikahan
29 Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30 Bab 30 - Kadriye
31 Bab 31 - Batasan wilayah
32 Bab 32 - Kedatangan Manorya
33 Bab 33 - Bibi Aergul
34 Bab 34 - Cincin Pernikahan
35 Bab 35 - Ikut sarapan
36 Bab 36 - Kekasih Taran?
37 Bab 37 - Terus memikirkannya
38 Bab 38 - Terluka
39 Bab 39 - Jalan-jalan
40 Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41 Bab 41 - Penjelasan
42 Bab 42 - Penjelasan (2)
43 Bab 43 - Foto
44 Bab 44 - Tentang Taran
45 Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46 Bab 46 -Menitip Ece
47 Bab 47 - Persiapan pergi
48 Bab 48 - Pesta
49 Bab 49 - Pesta (2)
50 Bab 50 - Pesta (3)
51 Bab 51 - Ece
52 Bab 52 - Aku mencintaimu
53 Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54 Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55 Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56 Bab 56 - Fulya
57 Bab 57 - Bertemu Manorya
58 Bab 58 - Fulya Mengaku
59 Bab 59 - Bertemu Kadriye
60 Bab 60 - Janji Kecil
61 Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62 Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63 Bab 63 - Pusing
64 Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65 Bab 65 - Sakit
66 Bab 66 - Setahun Berlalu
67 Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68 Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69 Bab 69 - Pengakuan Shazia
70 Bab 70 - Defne menentang
71 Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72 Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73 Bab 73 - Kilas Balik #1
74 Bab 74 - Kilas balik #2
75 Bab 75 - Kilas Balik #3
76 Bab 76 - Kilas Balik #4
77 Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78 Bab 78 - Menerima (Tamat)
79 Ektra Part
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 - Putramu
2
Bab 2 - Pertemuan
3
Bab 3 - Tamparan
4
Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5
Bab 5 - Ayah Zihan
6
Bab 6 - Menimang Cucu
7
Bab 7 - Maaf
8
Bab 8 - Tak Punya Ibu
9
Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10
Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11
Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12
Bab 12 - Aynur dan Aslan
13
Bab 13 - Panti Asuhan
14
Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15
Bab 15 - Bantuan Taran
16
Bab 16 - Undangan
17
Bab 17 - Aku Ibunya!
18
Bab 18 - Panggilan Mama
19
Bab 19 - Potret Keluarga
20
Bab 20 - Ulang Tahun
21
Bab 21 - Menantu
22
Bab 22 - Tepati Janjimu
23
Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24
Bab 24 - Perjodohan
25
Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26
Bab 26 - Berita mengejutkan
27
Bab 27 - Tentang Zihan
28
Bab 28 - Hari Pernikahan
29
Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30
Bab 30 - Kadriye
31
Bab 31 - Batasan wilayah
32
Bab 32 - Kedatangan Manorya
33
Bab 33 - Bibi Aergul
34
Bab 34 - Cincin Pernikahan
35
Bab 35 - Ikut sarapan
36
Bab 36 - Kekasih Taran?
37
Bab 37 - Terus memikirkannya
38
Bab 38 - Terluka
39
Bab 39 - Jalan-jalan
40
Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41
Bab 41 - Penjelasan
42
Bab 42 - Penjelasan (2)
43
Bab 43 - Foto
44
Bab 44 - Tentang Taran
45
Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46
Bab 46 -Menitip Ece
47
Bab 47 - Persiapan pergi
48
Bab 48 - Pesta
49
Bab 49 - Pesta (2)
50
Bab 50 - Pesta (3)
51
Bab 51 - Ece
52
Bab 52 - Aku mencintaimu
53
Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54
Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55
Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56
Bab 56 - Fulya
57
Bab 57 - Bertemu Manorya
58
Bab 58 - Fulya Mengaku
59
Bab 59 - Bertemu Kadriye
60
Bab 60 - Janji Kecil
61
Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62
Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63
Bab 63 - Pusing
64
Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65
Bab 65 - Sakit
66
Bab 66 - Setahun Berlalu
67
Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68
Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69
Bab 69 - Pengakuan Shazia
70
Bab 70 - Defne menentang
71
Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72
Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73
Bab 73 - Kilas Balik #1
74
Bab 74 - Kilas balik #2
75
Bab 75 - Kilas Balik #3
76
Bab 76 - Kilas Balik #4
77
Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78
Bab 78 - Menerima (Tamat)
79
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!