Pagi-pagi sekali Zihan terbangun, ia merapikan tempat tidurnya, dan bersiap untuk sekolah. Setelah mandi dan berpakaian rapi, Zihan mengambil tas dan pergi ke lantai bawah.
“Selamati pagi kakek, selamat pagi nenek, dan selamat pagi Papa,” sapa Zihan dengan wajah yang tersenyum senang.
Membuat tiga orang dengan aktivitas berbeda itu pun menatapnya, Derya yang tengah asyik membaca koran langsung menatap lekat cucunya itu, begitu pula dengan sang Ayah yang terhenti menyuap makanannya.
Itu bukan tanpa alasan, melihat Zihan yang tiba-tiba menyapa dengan wajah senang, itu cukup berbeda dari biasanya. Zihan yang mereka kenal akan langsung duduk di meja makan tanpa menyapa, juga hanya akan fokus pada buku yang ia bawa.
“Pagi, Cukuku tersayang. Ayo duduk dan makanlah sarapanmu,” balas Defne.
“Ya, nenek,” jawab Zihan lagi sambil menarik kursi yang berdekatan dengan sang Kakek.
“Zihan, tampaknya hari ini kau begitu berbeda cucuku. Ceritakanlah pada kakek apa yang terjadi sampai kau begitu senang hari ini?” tanya Derya.
“Tidak ada yang terjadi Kakek, aku hanya merasa senang saja hari ini.” Sembari memakan roti isi di piringnya.
“Benarkah! Tidak ada yang spesial?”
“Derya, berhentilah mengganggunya, biarkan cucuku itu makan dengan tenang,” tegur Defne.
“Ya, wanita tua cerewet, aku tidak akan mengganggu cucu kesayanganmu ini lagi,” balas Derya yang kembali membaca koran.
Zihan tertawa kecil melihat tingkah sang kakek dan neneknya itu. Dengan cepat ia menghabiskan roti isi di piringnya.
“Papa, hari ini aku ikut bersamamu, ya,” pinta Zihan.
Sang Ayah yang telah lebih dulu menghabiskan makanannya itu pun mendongak, “Ya, tapi habiskan dulu makananmu itu,” balas Taran.
Tak beberapa lama Zihan telah berdiri dari kursinya, “Papa aku sudah selesai makan, ayo kita pergi,” ajaknya.
Taran menangguk, ia juga berdiri dari kursinya sambil merapikan jas dan dasi yang ia kenakan.
“Ibu, Ayah, aku dan Zihan pamit pergi. Jika ada masalah kalian telepon saja, dan jangan lupa jaga kesehatan kalian berdua,” ucap Taran pada kedua orang tuanya.
“Ya, pergilah, Nak. Hati-hati dalam berkendara,” balas sang Ibu.
“Ya, jangan terlalu menghawatirkan kami, kau fokus saja pada pekerjaanmu,” timpal sang Ayah.
“Kakek, nenek, Zihan dan Ayah pergi, yah!” pamit sang cucu.
Taran dan Zihan pun keluar dari rumah, dengan kecepatan sedang Taran mengatar Zihan ke sekolah.
...****************...
Di kelasnya, Zihan dengan baik mendengarkan pelajaran, bahkan terlihat beberapa kali menjawab pertanyaan sulit dari para guru.
“Kau memang Cerdas Zihan,”
“Tepat sekali, kau selalu menjawab pertanyaan dengan benar,”
“Kalian, ikutilah bagaimana Zihan dalam belajar, ya.”
Pujian selalu didapatkan Zihan dari para guru, kecerdasannya itu selalu membuat iri teman sekelasnya, tak terkecuali hari ini, ia hampir menjawab semua kuis yang di ajukan guru sendirian.
Hingga tibalah jam istirahat, terlihat anak-anak mulai keluar bermain dan berbelanja di kantin. Begitu pula dengan Zihan, selesai makan siang, ia mulai membaca bukunya kembali.
Di tengah asyiknya membaca, sebuah bola menggelinding ke arah Zihan, membuat perhatiannya teralih ke bola yang berakhir di dekat kakinya. Ia menatap bola tersebut, lalu beralih menatap orang yang menendangnya.
“Hei, culun. Kau senangkan hari ini mendapat pujian dan perhatian dari ibu guru?” tanya anak laki-laki itu dengan nada mengejek.
“Pergilah, aku sedang malas meladenimu!” balas Zihan yang kembali membaca buku.
“Untuk apa kau membaca buku bahkan di jam istirahat seperti Ini?”
“Oh, aku tahu, kau belum puas mendapatkan perhatian dari ibu guru, jadinya kau ingin mencari perhatian juga dengan teman-teman di kelas ini, begitukan?”
Zihan tetap tak menggubris kata-kata yang dilontarkan anak laki-laki bernama Altan itu, ia begitu malas untuk menyikapinya.
“Hei, teman-teman lihat ada orang yang mencari perhatian dengan kita!” teriak Altan yang membuat seisi kelas mulai menatap keduanya.
Tetap tak digubris, anak itu semakin kesal pada Zihan. Bagaimana ia tetap acuh saja dengan bukunya.
“Oh, iya, kau kan tak punya ibu, pantas saja mencari perhatian dengan banyak orang,” ucap Altan lagi sambil tertawa.
Zihan yang mendengar ucapannya, seketika berdiri dan memukul Altan, hingga perkelahian pun terjadi di antara keduanya, seisi kelas yang melihat itu terkejut dan segera melapor pada guru.
“Aku tak pernah mengganggumu, dan aku tak pernah mengejekmu!”
“Kenapa kau selalu saja menggangguku!”
“Kau bisa mengatakan apa pun tentangku, tapi tidak dengan keluargaku!” teriak Zihan.
Tak lama, guru pun datang melerai, Zihan dan anak laki-laki itu segera di bawa ke kantor kepala sekolah. Di sana orang tua Zihan dan Altan dipanggil.
“Zihan, bisa kau beri nomor orang tuamu? Ibu harus memanggil salah satunya ke sekolah.”
Zihan mengangguk pasrah, ia memberikan telepon genggamnya pada sang guru, “Bu guru bisa lihat nomor ayahku di situ,“ ucap Zihan.
Di saat bersamaan ibu Altan datang penuh amarah, ia berjalan dengan congkak menuju guru dan kepala sekolah yang duduk bersebelahan.
“Bagaimana bisa ini terjadi, Bu!”
“Putraku anak yang baik, dia tidak bersalah. Bagaimana bisa anak lain memukulnya?”
“Saya tidak terima dengan apa yang dilakukan anak itu terhadap anak saya, Anda harus mengambil langkah tegas!”
“Altan anak yang baik, dia berprestasi di sekolah ini. Tapi lihatlah sekarang, bagaimana bisa dia ditindas oleh anak lain seperti ini!”
Wanita itu menatap sinis Zihan, “Walaupun ayah anak itu donatur terbesar di sekolah ini, Anda harus mengambil langkah tegas, Bu!” ucapnya sembari menunjuk Zihan.
“Harap bersabar, Nyonya. Di sekolah ini semua siswa diperlakukan sama, terlepas dari siapa orang tuanya. Kita juga belum tahu awal mula pertengkaran mereka, maka tenangkan emosi Anda.” balas Kepala sekolah sambil memencet nomor di telepon Zihan, membuat wanita itu terdiam.
“Apa Anda orang tuanya Zihan, putra Anda terlibat perkelahian, bisakah Anda datang ke sekolah?”
“Baik, saya Akan menunggu kedatangan Anda.”
Sang kepala sekolah segera mematikan sambungan telepon, dan memberikannya pada Zihan. Tak berapa lama satpam mengetuk pintu ruangan.
“Permisi, Bu bisakah saya masuk? Saya membawa orang tua siswa yang ingin menuju kemari,” ucap sang satpam.
“Ya, Pak, persilahkan saja orang tua siswa untuk masuk,” jawab kepala sekolah.
Pintu pun terbuka, menampilkan seorang wanita yang masih mengenakan celemek di pakaiannya. Ya, dialah Shazia, wanita yang buru-buru datang ke sekolah setelah mendapat telepon.
‘Bibi, kenapa bibi yang datang? Bukankah Bu guru menelepon Ayah?’ Zihan.
Zihan yang tadinya terperangah melihat kedatangan Shazia, segera mengecek daftar panggilan di teleponnya, dan benar saja, kepala sekolah bukan menelepon sang Ayah, melainkan sang bibi.
“Permisi, Bu, saya izin untuk masuk,”
“Ya, Nyonya, silakan, Anda orang tua Zihan kan?” tanya kepala sekolah.
Mendapat pertanyaan tersebut, Shazia melirik ke arah Zihan, lalu melirik kembali ke arah kepala sekolah. “Ya, saya orang tuanya, Zihan. Bisakah saya tahu masalah apa yang terjadi dengan Zihan?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
LISA
Wah Shia udh cocok nih jdi ibunya Zihan
2022-11-20
0