Bab 2 - Pertemuan

Di salah satu restoran ibukota, ada seorang wanita yang tengah sibuk mencatat pesanan para pelanggannya.

“Aku ingin Köfte dan Dolma, juga untuk makanan penutupnya aku ingin Künefe, dan jangan lupa tehnya.”

Wanita yang mencatat pesanan itu mengangguk, ia tersenyum ramah untuk mengakhiri percakapan. “Baik, Tuan. Kami akan segera membawa pesanan Anda.”

Ya, dialah Shazia. Wanita dengan mata coklat hazel yang padu dengan rambut hitam gelombangnya itu tampak mempercepat langkahnya menuju dapur.

Kala itu dapur tampak sibuk dengan para koki yang tengah membuat pesanan para pelanggan.

“Aynur, pesanan baru dari meja 14!”

“Ya, pesanan akan segera di buat!” balas Aynur cepat, sembari menatap secarik kertas yang baru saja Shazia tempelkan di dinding.

Shazia mengangguk pada sahabat kepercayaannya itu, ia kembali keluar bersama kertas kecil dan pena di lengannya, mencatat pesanan baru dari para pelanggan yang berdatangan.

Ya, begitulah hari-hari Shazia di restoran miliknya, dipenuhi dengan kesibukan tentang restoran, tak ada hari libur, yang dipikirkan hannyalah bekerja dan bekerja.

Tetapi kali ini ada yang berbeda, ketika hari telah menjelang sore, seperti biasa Shazia menutup restorannya. Segala meja dan dapur pun telah dibersihkan, hanya tinggal membalikkan kota Open menjadi Closed.

Saat Shazia telah berdiri di ambang pintu, pandangannya teralih pada seorang anak laki-laki yang berdiri diam di depan restoran.

Entah mengapa? Ketika melihatnya, Shazia seolah tersihir untuk segera datang menghampiri anak tersebut.

‘Anak itu, kenapa rasanya tak asing?’ Shazia.

Shazia berjongkok di hadapannya, yang sontak membuat anak lelaki itu mendongak ke arah Shazia, mata biru bersinarnya itu tampak bertanya-tanya akan kehadiran Shazia di hadapannya.

“Hei, Nak, kenapa kau sendirian di sini? Apakah kau tersesat?” tanya Shazia

Anak lelaki itu menatap Zara dengan ekspresi bingung, namun tak lama ekspresi wajahnya berubah memelas, “Ya, Bibi, aku tersesat, bisakah kau membantuku?”

“Aku juga sangat lapar, dan aku takut sendirian di sini. Aku tidak tahu jalan pulang di mana?”

“Oh, sayang, jangan khawatir, bibi akan membantumu, kau tak perlu takut. Ayo, sekarang masuklah bersama bibi.”

Ada senyum puas yang timbul di wajah anak lelaki itu. Shazia segera berdiri, ia menggandeng lengan anak tersebut dan membawanya masuk ke Restoran.

Di dalam Restoran, Shazia bersama anak lelaki itu duduk di salah satu meja, Aynur yang saat itu baru saja keluar dari dapur pun langsung datang menghampiri keduanya.

“Shazia, siapa anak yang kau bawa ini?” tanya Aynur

“Dia tersesat, Aynur, aku membawanya masuk karna cuaca di luar cukup dingin”

“Oh, jadi kau tersesat, ya? Tidak papa, jangan khawatir, aku dan bibi Shazia akan menjagamu di sini,” ucap Aynur sembari berjongkok di hadapannya.

Zihan mengangguk, “Iya, Bibi.”

“Oh, ya, bibi belum tahu siapa namamu? Bisakah kau memberi tahu bibi?”

“Namaku Zihan, Bibi,” balas anak itu dengan wajah polos dan suara manjanya.

“Ya Allah, betapa manisnya anak ini Shazia!” puji Aynur

Shazia tersenyum melihat tingkah laku Aynur. “Kau mempunyai pemikiran yang sama denganku, Aynur,” balas Shazia

“Zihan, kau laparkan?” tanya Shazia kemudian

“Ya, Bibi. Aku sangat lapar.”

“Ya, kalau begitu kau ingin makan apa? bibi akan menyiapkannya untukmu.”

“Aku bingung, Bibi, aku tidak tahu ingin makan apa?”

“Kau bingung, lihatlah daftar menu ini,” balas Shazia seraya mengambil daftar menu di atas meja.

Anak lelaki itu melihat daftar menu, tak beberapa lama ia menatap lekat Shazia.

“Bibi, bisakah aku mendapatkan semuanya? Aku ingin makan semua menu yang ada di sini,” ucapnya dengan wajah memelas.

Melihat wajah lucunya yang memelas membuat Shazia luluh, ia tak kuasa untuk menolak permintaan dari anak itu.

“Oh, ya, tentu bisa, kau bisa mendapatkan semua makanan di menu itu, Sayang.”

Mata itu tampak menyala menggambar kegembiraan, “Benarkah! Terima kasih, Bibi!”

Shazia tersenyum mengangguk, “Aynur, tolong kau buat—“

“Tidak, Bi, aku ingin Bibi yang memasakannya untukku,” ucap Zihan yang dengan cepat memotong perkataan Shazia.

“Kau ingin bibi yang memasakkannya untukmu?”

Zihan mengangguk.

“Baiklah, bibi akan memasakannya untukmu. Tetapi, kau harus duduk diam dan menunggu di sini”

Zihan mengangguk, ia mulai duduk manis di kursinya.

Shazia pergi ke dapur, ia mulai mengenakan celemek dan menggenggam pisau di tangannya, bersiap memasak menu yang di inginkan. Tetapi ketika ia membuka lemari pendingin, semangatnya menghilang.

“Betapa kau semakin pikun, Shazia!” gerutunya pada diri sendiri

Shazia kembali menemui Zihan, pada anak laki-laki itu ia memberi tahu apa yang terjadi.

“Sayangnya, bibi tidak bisa membuat semua menu yang kau inginkan, Zihan. Bibi hanya bisa membuat dua makanan dari sisa bahan.”

“Tidak papa, Bibi. Aku akan memakan apa pun yang Bibi masak untukku,” balas Zihan dengan suara manjanya.

“Benarkah, tidak papa jika bibi memasakan makanan sederhana untukmu?” tanya Shazia meyakinkan Zihan

Zihan mengangguk beberapa kali, “Tidak papa, Bibi.”

Mendengar gaya bicaranya yang khas itu, membuat hati Shazia semakin luluh.

'Kenapa ada anak semanis ini, rasanya aku ingin memeluk dan mencium pipinya itu!' Shazia.

Shazia lantas tersenyum, ia mencubit pipi Zihan dan kembali ke dapur. Hanya dengan kurun waktu setengah jam, Shazia telah selesai menghidangkan masakannya di atas meja.

Ia menyiapkan peralatan makan untuk dirinya dan Zihan. Tak lama, Aynur kembali datang dengan membawa peralatan kebersihan.

Ia mulai menyapu dan mengepel lantai, sementara menunggu Shazia yang tengah makan bersama Zihan.

“Aynur, ayo makan bersama,” ajak Shazia.

“Tidak, Shazia. Kau saja, aku sudah kenyang, ” balas Aynur sembari menyalakan televisi.

“Ya, Baiklah, jika kau tak ingin makan,” jawab Shazia.

“Zihan, kenapa diam? Kau tidak ingin makan makananmu?” tanya Shazia yang melihat Zihan terdiam menatap makanan di hadapannya.

“Ah, ti-dak, Bi, lihat aku akan segera makan.” balas Zihan cepat.

Zihan buru-buru menyendok masakan ke piring, dengan terpaksa ia menyuap makanan itu ke mulutnya. Matanya terbuka lebar menatap Shazia

“Zihan, kenapa? Apa makanannya tidak enak?” tanya Shazia lagi saat melihat Zihan kembali diam

“Tidak, Bi, i-ini sangat enak!” balas Zihan yang kini makan dengan lahap.

“Syukurlah jika kau menyukainya, Zihan.”

Di saat keduanya makan dengan tenang, saluran televisi yang dinyalakan Aynur terlihat tengah mewawancarai seorang pengusaha terkaya di kota. Aynur yang melihatnya, tampak tertarik akan itu.

“Shazia, lihat dia tampan sekali, ya.”

“Pengusaha kaya, tampan, dan berwibawa, dia paket komplit, Shazia.”

Shazia tak sekalipun merespons perkataan Aynur apalagi menoleh, ia tetap melanjutkan ritual makannya dengan nikmat.

“Pasti banyak sekali yang ingin menikah dengannya meskipun dia telah memiliki anak.”

“Ah, aku berharap semoga suatu saat nanti bisa bertemu dengannya!”

Shazia tertawa, “Ha, ha, ha, Aynur, tolong jangan bermimpi terlalu tinggi. Mana mungkin orang seperti itu mau berkeliaran di sekitar sini.”

Aynur menatap sinis Shazia, “Kau ini bukannya mendukung sahabatmu malah menertawakannya. Siapa yang tahu, kisah cintanya akan sama seperti novel atau film!”

“Dan jika di lihat-lihat, dia itu cocok sekali denganmu, Shazia. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana kau akan menikah dengannya suatu saat nanti!”

Seketika Shazia terbatuk, “Aynur, yang benar saja, jangan berkhayal yang tidak-tidak!” ucap Shazia sembari mematikan televisi.

“Shazia kenapa kau mematikan televisinya? Tidak kau melihat berita yang menarik itu?”

“Aynur bukankah kau ingin menyelesaikan pekerjaanmu lebih awal? Lantas kenapa kau membuang waktumu untuk menonton?”

“Yah, kau terlambat Shazia. Aku sudah selesai dengan pekerjaanku” balas Aynur santai sambil menyusun kembali peralatan kebersihannya.

Tampak raut kekesalan di wajah Shazia, ia segara memalingkan wajahnya dari Aynur.

“Zihan, jangan pedulikan, ya. Kau habiskan saja makananmu” ucap Shazia yang melihat Zihan menatap lama ke arahnya.

Zihan mengangguk, ia mulai menyendok makanan ke mulutnya lagi.

Selesai makan Shazia kembali membawa piring kotor ke dapur. Lalu kembali menemui Zihan yang masih duduk manis di tempatnya.

“Zihan, apa kau menyimpan nomor kedua orang tuamu, sayang?”

“Ya, Bibi, nomornya ada buku ini, bisakah bibi meneleponnya untukku?” Shazia menerima buku yang diberikan Zihan.

“Bibi akan menelepon orang tuamu, kau jangan khawatir,” balas Shazia yang melihat wajah panik Zihan.

Shazia dengan mudah mendapatkan nomor orang tua Zihan, ia segara mengetik nomor dan menghubunginya. Dengan cepat telepon itu tersambung, suara seorang pria terdengar membalas.

“Halo, selamat sore, apakah benar saya berbicara dengan orang tua Zihan?”

“Ya, aku ayahnya”

“Jadi tuan saya ingin memberitahukan pada Anda, bahwa sekarang putra Anda ada restoran saya, bisakah Anda menjemputnya kemari?”

“Di mana letak restoranmu?”

“Ya, tuan, saya akan mengirimkan lokasi restoran saya untuk Anda.”

Sambungan telepon terputus, ada rasa jengkel di hati Shazia mendengar setiap jawaban dari orang tua Zihan. Ia buru-buru mengirim alamatnya.

Kau harus sabar Shazia, semua orang punya sifat berbeda, kau harus tenang. Shazia.

“Zihan, bibi sudah menelepon Ayahmu, dia akan segera kemari, jadi kau tak perlu takut.”

“Bibi, bagaimana jika ayah marah padaku, aku takut jika dia marah bibi.”

“Sayang, bibi sudah mengatakannya padamu, jangan takut. Bibi berjanji jika ayahmu tidak akan marah.”

“Bibi janji?”

“Ya, bibi berjanji, sayang.”

...****************...

“Zihan, ayahmu menelepon bibi, dia sudah sampai.”

“Benarkah bibi?”

“Ya, ayo, biar bibi mengantarmu.”

Zihan mengangguk, ia segara berdiri dan memasang tasnya kembali. Keduanya berjalan bersama ke belakang restoran, di jalanan yang sepi itu telah menunggu seorang pria.

Pria yang tak asing itu adalah Taran, ia tampak terlihat sibuk dengan ponselnya. Tetapi, ketika melihat Shazia dan Zihan mendekat, wajah yang tadinya diam tanpa ekspresi itu kini berubah sinis, memandang angkuh pada sosok Shazia.

“O, jadi kau!”

“Ya, saya ing__”

Belum usai Shazia berkata Taran langsung menyela, “Tak usah banyak bicara, aku tahu apa yang diinginkan orang sepertimu!”

Shazia mengernyitkan dahinya, ia tampak bingung dengan kata-kata Taran.

“Tampaknya para wanita rendahan sepertimu ini memiliki modus baru.”

“Jangan bersandiwara seolah kau benar-benar menolongnya!”

“Berapa uang yang kau inginkan? Kau menculik putraku untuk uang bukan?” tanya Taran sembari mengambil dompet dari sakunya dan mengeluarkan semua uang di dalamnya.

“Ini, ambillah. ini lebih dari cukup dari yang kau inginkan, bukan!” ucapnya sembari memberikan uang tersebut ke tangan Shazia.

Meski Taran banyak mengeluarkan kata-kata menohok, Shazia sama sekali tak merespons perkataannya. Ia malah berjongkok di hadapan Zihan dan tersenyum.

“Lihatlah, Zihan, ayahmu sama sekali tak marah padamu bukan?”

Zihan mengangguk dengan apa yang dikatakan Shazia.

“Nah, kalau begitu kau masuklah ke mobil, bibi ingin berbicara pada Ayahmu.”

“Apa yang ingin kau katakan? Apa uang yang aku berikan itu kurang?”

Shazia tetap diam dengan ekspresi yang masih saja mempertahankan senyum. Ia melambaikan tangannya pada Zihan yang memasuki mobil hitam milik sang Ayah.

Saat Zihan telah memasuki mobil, Shazia segera berdiri, ekspresinya kini berubah sinis. Ia berjalan mendekat ke arah Taran.

“Apa yang ingin kau bicarakan? Apakah uang di leng__”

Episodes
1 Bab 1 - Putramu
2 Bab 2 - Pertemuan
3 Bab 3 - Tamparan
4 Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5 Bab 5 - Ayah Zihan
6 Bab 6 - Menimang Cucu
7 Bab 7 - Maaf
8 Bab 8 - Tak Punya Ibu
9 Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10 Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11 Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12 Bab 12 - Aynur dan Aslan
13 Bab 13 - Panti Asuhan
14 Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15 Bab 15 - Bantuan Taran
16 Bab 16 - Undangan
17 Bab 17 - Aku Ibunya!
18 Bab 18 - Panggilan Mama
19 Bab 19 - Potret Keluarga
20 Bab 20 - Ulang Tahun
21 Bab 21 - Menantu
22 Bab 22 - Tepati Janjimu
23 Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24 Bab 24 - Perjodohan
25 Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26 Bab 26 - Berita mengejutkan
27 Bab 27 - Tentang Zihan
28 Bab 28 - Hari Pernikahan
29 Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30 Bab 30 - Kadriye
31 Bab 31 - Batasan wilayah
32 Bab 32 - Kedatangan Manorya
33 Bab 33 - Bibi Aergul
34 Bab 34 - Cincin Pernikahan
35 Bab 35 - Ikut sarapan
36 Bab 36 - Kekasih Taran?
37 Bab 37 - Terus memikirkannya
38 Bab 38 - Terluka
39 Bab 39 - Jalan-jalan
40 Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41 Bab 41 - Penjelasan
42 Bab 42 - Penjelasan (2)
43 Bab 43 - Foto
44 Bab 44 - Tentang Taran
45 Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46 Bab 46 -Menitip Ece
47 Bab 47 - Persiapan pergi
48 Bab 48 - Pesta
49 Bab 49 - Pesta (2)
50 Bab 50 - Pesta (3)
51 Bab 51 - Ece
52 Bab 52 - Aku mencintaimu
53 Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54 Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55 Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56 Bab 56 - Fulya
57 Bab 57 - Bertemu Manorya
58 Bab 58 - Fulya Mengaku
59 Bab 59 - Bertemu Kadriye
60 Bab 60 - Janji Kecil
61 Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62 Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63 Bab 63 - Pusing
64 Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65 Bab 65 - Sakit
66 Bab 66 - Setahun Berlalu
67 Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68 Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69 Bab 69 - Pengakuan Shazia
70 Bab 70 - Defne menentang
71 Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72 Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73 Bab 73 - Kilas Balik #1
74 Bab 74 - Kilas balik #2
75 Bab 75 - Kilas Balik #3
76 Bab 76 - Kilas Balik #4
77 Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78 Bab 78 - Menerima (Tamat)
79 Ektra Part
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 - Putramu
2
Bab 2 - Pertemuan
3
Bab 3 - Tamparan
4
Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5
Bab 5 - Ayah Zihan
6
Bab 6 - Menimang Cucu
7
Bab 7 - Maaf
8
Bab 8 - Tak Punya Ibu
9
Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10
Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11
Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12
Bab 12 - Aynur dan Aslan
13
Bab 13 - Panti Asuhan
14
Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15
Bab 15 - Bantuan Taran
16
Bab 16 - Undangan
17
Bab 17 - Aku Ibunya!
18
Bab 18 - Panggilan Mama
19
Bab 19 - Potret Keluarga
20
Bab 20 - Ulang Tahun
21
Bab 21 - Menantu
22
Bab 22 - Tepati Janjimu
23
Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24
Bab 24 - Perjodohan
25
Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26
Bab 26 - Berita mengejutkan
27
Bab 27 - Tentang Zihan
28
Bab 28 - Hari Pernikahan
29
Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30
Bab 30 - Kadriye
31
Bab 31 - Batasan wilayah
32
Bab 32 - Kedatangan Manorya
33
Bab 33 - Bibi Aergul
34
Bab 34 - Cincin Pernikahan
35
Bab 35 - Ikut sarapan
36
Bab 36 - Kekasih Taran?
37
Bab 37 - Terus memikirkannya
38
Bab 38 - Terluka
39
Bab 39 - Jalan-jalan
40
Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41
Bab 41 - Penjelasan
42
Bab 42 - Penjelasan (2)
43
Bab 43 - Foto
44
Bab 44 - Tentang Taran
45
Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46
Bab 46 -Menitip Ece
47
Bab 47 - Persiapan pergi
48
Bab 48 - Pesta
49
Bab 49 - Pesta (2)
50
Bab 50 - Pesta (3)
51
Bab 51 - Ece
52
Bab 52 - Aku mencintaimu
53
Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54
Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55
Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56
Bab 56 - Fulya
57
Bab 57 - Bertemu Manorya
58
Bab 58 - Fulya Mengaku
59
Bab 59 - Bertemu Kadriye
60
Bab 60 - Janji Kecil
61
Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62
Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63
Bab 63 - Pusing
64
Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65
Bab 65 - Sakit
66
Bab 66 - Setahun Berlalu
67
Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68
Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69
Bab 69 - Pengakuan Shazia
70
Bab 70 - Defne menentang
71
Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72
Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73
Bab 73 - Kilas Balik #1
74
Bab 74 - Kilas balik #2
75
Bab 75 - Kilas Balik #3
76
Bab 76 - Kilas Balik #4
77
Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78
Bab 78 - Menerima (Tamat)
79
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!