Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?

Menjelang sore, sang paman, Aslan, datang menjemputnya. Di perjalanan pulang, Zihan tak banyak bicara, ia selalu mengalihkan pandangannya menatap jalanan dari kaca mobil.

“Zihan, sekolahmu baikkan?” tanya sang paman membuka pembicaraan.

“Semua baik-baik saja Paman, jangan khawatir,” jawab Zihan.

“Benar, tidak ada masalah? Kau tidak ingin menceritakannya pada paman?”

Zihan menggeleng.

“Baiklah jika kau tidak ingin menceritakannya pada paman.” balas Aslan.

Untuk beberapa saat keheningan menguasai, sampai Zihan kembali membuka pembicaraan.

“Paman bisakah aku bertanya sesuatu padamu?” tanya Zihan dengan wajah murung

“Ya, Zihan ingin bertanya apa pada paman?”

“Paman salahkan seorang anak tak mempunyai ibu? Apakah mereka sangat hina karna itu?” tanya Zihan ragu-ragu.

Mendengar pertanyaan itu, Aslan terdiam sesaat, ia bingung harus menjawab apa pada keponakannya itu.

“Zihan, itu tidak salah Zihan, dan itu tidak hina. Jangan berpikir seperti itu, kau punya papa yang selalu menyayangi dan menjagamu.”

Zihan merasa tak puas saat mendengar jawaban sang paman, ia pun kembali diam menatap jalanan.

Sesampainya di rumah Zihan langsung memasuki kamarnya, suasana yang hampa membuatnya kembali termenung. Walaupun ia sudah memaafkan Altan, perkataannya selalu terngiang-ngiang di otaknya.

Tak lama, pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok pria tinggi nan gagah, yang tak lain ialah Taran.

“Zihan,” panggil sang ayah.

Zihan yang duduk termangu di dekat jendela, sama sekali tak menjawab, lantas membuat sang Ayah datang menghampirinya dan duduk di dekat putranya itu.

“Zihan, ayah mendapat telepon dari kepala sekolah, katanya kau berkelahi, benarkah itu?”

“Jika kepala sekolah sudah mengatakan semuanya, apa yang ingin Papa dengar lagi dariku?”

“Ayah ingin mendengar langsung dari mulutmu alasannya.”

“Zihan ayah bertanya padamu,” ucap Taran lagi saat tak mendengar jawaban dari mulut putranya.

“Dia menghinaku, Papa. Dia bilang...” Zihan tak bisa melanjutkan perkataannya, air mata kembali tumpah.

“Dia bilang, a-aku a-anak tam-pa i-ibu,” ucap Zihan lagi dengan terbata-bata.

Zihan menghapus air matanya yang keluar, “Aku tahu, aku hanya punya kau, Papa, tapi aku tidak ingin mendengar kata-kata itu dari mulut orang lain. Terserah jika papa ingin marah padaku, tapi aku akan tetap melakukan hal yang sama pada orang yang menghina keluargaku,”

Taran terdiam sesaat, lalu menghela nafas, “Dengar Zihan, ayah tak akan marah pada apa yang kau lakukan itu, kau melakukan hal yang benar, kau membela harga dirimu.”

“Terkadang ada saat di mana kita harus melawan, tapi ayah sangat berharap padamu, jangan gunakan kekerasan untuk menindas orang lain.”

“Maafkan ayah, bukan ayah yang sempurna untuk, maafkan ayah tak bisa memberikan banyak kebahagiaan untukmu,”

Zihan melirik sang Ayah, ia menangis lalu memeluk Taran.

“Aku beruntung memilikimu papa, aku sangat beruntung, apa yang papa katakan itu tidak benar. Papa adalah orang yang sempurna yang selalu mengerti tentangku.”

...****************...

Pagi kembali datang, di hari liburnya itu terlihat Zihan telah mengenakan pakaian rapi, saat ia menuju meja makan, dapat terlihat anggota keluarga sudah lengkap di sana.

“Pagi, kakek, nenek!” Sapa Zihan dengan senyum bahagia terpampang jelas di wajahnya.

Ya, suasana hatinya benar-benar berubah, tampaknya ia sudah melupakan masalah yang terjadi kemarin.

“Selamat pagi cucuku, ayo duduk di samping kakek!” balas Derya.

Zihan mengangguk ia duduk di samping sang kakek, dan mengambil lauk yang tersedia. Sang ayah yang melihat putranya seperti itu tampak lega.

“Papa, papa hari ini ke kantor kan?”

Sang ayah menangguk.

“Bisa tidak aku ikut? aku ingin pergi ke restoran bibi Shazia,”

“Ya, ayah akan mengantarmu. Tapi kau jangan menyusahkan orang lain di sana,” jawab sang Ayah.

“Bibi Shazia? Siapa dia cucuku?” tanya sang nenek.

“Nenek, dia pemilik restoran, letaknya memang agak jauh dari sekolahku, tapi aku suka sekali mengunjunginya ke sana, sangat menyenangkan,” balas Zihan.

“Bisakah Zihan memberi tahu nenek seperti apa bibi Shazia?”

“Bibi orang yang baik, dia cantik, dia pekerja keras, dia selalu menyenangkan, aku senang bisa mengunjunginya. Aku jadi berharap dia bisa menjadi ibuku, Nenek,”

Mata Defne melebar, tertarik dengan cerita sang cucu, siapakah kiranya yang begitu baik mau mengurus Zihan tanpa pamrih. Belum sempat Defne bertanya lebih lanjut, Taran sudah mengajak pergi putranya.

“Zihan kau sudah selesai makan, ayo kita pergi,”

Zihan mengangguk sembari turun dari kursinya.

“Ibu, Ayah. Aku dan Zihan pergi, jaga kesehatan kalian,” pamit Taran.

Kata-kata yang selalu sama, membuat Derya hanya menangguk tanpa melirik, begitu pula dengan Defne yang diam. Ayah dan anak itu pun pergi, menyisakan pasangan suam istri tersebut.

Sepeninggal putranya wajah Defne berubah sendu, ia tak lagi menyentuh makanan di meja, “Derya kapan kiranya putra kita kembali seperti dulu? Aku begitu merindukannya, merindukan tawanya, merindukan perhatiannya, bukan kata-kata yang terdengar sama setiap paginya.”

Derya menatap istrinya, “Defne makanlah makananmu, aku tahu perasaanmu, aku pun juga merasa demikian. Jangan terlalu memikirkannya Defne, aku yakin suatu saat dia akan berubah.”

“Bagaimana aku tidak memikirkannya, Derya? Dia putra kita, setiap pagi selama satu dekade ini pernahkah kau melihatnya berbicara panjang pada kita? Kita seolah berbicara dengan patung.”

“Aku hanya ingin dia tidak terus-menerus seperti ini, Derya, aku ingin dia bisa sama seperti dulu.”

“Setiap orang akan berubah pada waktunya, Defne. Kau terlalu menuntutnya, dia sudah dewasa sekarang dan dia juga seorang ayah, sudahlah jangan terlalu memusingkannya. Pentingkan saja kesehatan kita. Jika tidak, mungkin kita tidak akan bisa melihat Zihan tumbuh dewasa,”

Taran pun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju restoran Shazia, entah sejak kapan ia merasa akrab dengan wanita itu, begitu saja mempercayakan putranya pada Shazia.

Sesampainya di restoran, Zihan turun dari mobil sang Ayah dengan penuh semangat, namun ketika ia hendak membuka pintu restoran semangatnya seketika menghilang, restoran tutup dan tidak ada tanda-tanda orang di dalamnya.

“Restoran tutup, dan tidak ada orang di dalam, tampaknya bibi itu sedang pergi,” ucap Taran yang menyusul putranya turun.

“Yah, padahal aku sangat ingin bertemu bibi,” keluh Zihan.

“Kalau begitu kau ikut ayah ke kantor saja, Zihan,” ucap sang ayah lagi, sambil menyuruh sang anak untuk masuk ke mobil.

Dengan berat hati, Zihan pun pergi bersama sang Ayah ke kantor, itu hal yang paling tidak disukainya, karna di sana tak ada yang bisa ia lakukan selain memainkan gadget dan menunggu Taran bekerja.

Sepanjang perjalanan Zihan banyak berceloteh, dia kesal harus ikut sang ayah ke kantor.

“Ke mana perginya bibi Shazia, padahal aku ingin membantu bibi bekerja dan mendengar banyak kisah darinya.”

“Andai bibi mengatakan padaku jika dia hari ini libur, jadinya aku tidak akan ikut bersama papa ke kantor.”

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Tumben nih restonya tutup

2022-11-20

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Putramu
2 Bab 2 - Pertemuan
3 Bab 3 - Tamparan
4 Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5 Bab 5 - Ayah Zihan
6 Bab 6 - Menimang Cucu
7 Bab 7 - Maaf
8 Bab 8 - Tak Punya Ibu
9 Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10 Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11 Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12 Bab 12 - Aynur dan Aslan
13 Bab 13 - Panti Asuhan
14 Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15 Bab 15 - Bantuan Taran
16 Bab 16 - Undangan
17 Bab 17 - Aku Ibunya!
18 Bab 18 - Panggilan Mama
19 Bab 19 - Potret Keluarga
20 Bab 20 - Ulang Tahun
21 Bab 21 - Menantu
22 Bab 22 - Tepati Janjimu
23 Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24 Bab 24 - Perjodohan
25 Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26 Bab 26 - Berita mengejutkan
27 Bab 27 - Tentang Zihan
28 Bab 28 - Hari Pernikahan
29 Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30 Bab 30 - Kadriye
31 Bab 31 - Batasan wilayah
32 Bab 32 - Kedatangan Manorya
33 Bab 33 - Bibi Aergul
34 Bab 34 - Cincin Pernikahan
35 Bab 35 - Ikut sarapan
36 Bab 36 - Kekasih Taran?
37 Bab 37 - Terus memikirkannya
38 Bab 38 - Terluka
39 Bab 39 - Jalan-jalan
40 Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41 Bab 41 - Penjelasan
42 Bab 42 - Penjelasan (2)
43 Bab 43 - Foto
44 Bab 44 - Tentang Taran
45 Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46 Bab 46 -Menitip Ece
47 Bab 47 - Persiapan pergi
48 Bab 48 - Pesta
49 Bab 49 - Pesta (2)
50 Bab 50 - Pesta (3)
51 Bab 51 - Ece
52 Bab 52 - Aku mencintaimu
53 Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54 Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55 Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56 Bab 56 - Fulya
57 Bab 57 - Bertemu Manorya
58 Bab 58 - Fulya Mengaku
59 Bab 59 - Bertemu Kadriye
60 Bab 60 - Janji Kecil
61 Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62 Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63 Bab 63 - Pusing
64 Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65 Bab 65 - Sakit
66 Bab 66 - Setahun Berlalu
67 Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68 Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69 Bab 69 - Pengakuan Shazia
70 Bab 70 - Defne menentang
71 Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72 Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73 Bab 73 - Kilas Balik #1
74 Bab 74 - Kilas balik #2
75 Bab 75 - Kilas Balik #3
76 Bab 76 - Kilas Balik #4
77 Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78 Bab 78 - Menerima (Tamat)
79 Ektra Part
Episodes

Updated 79 Episodes

1
Bab 1 - Putramu
2
Bab 2 - Pertemuan
3
Bab 3 - Tamparan
4
Bab 4 - Kau Harus Menikah!
5
Bab 5 - Ayah Zihan
6
Bab 6 - Menimang Cucu
7
Bab 7 - Maaf
8
Bab 8 - Tak Punya Ibu
9
Bab 9 - Tak Punya Ibu #2
10
Bab 10 - Kapan Seperti Dulu?
11
Bab 11 - Baju Kesayanganku!
12
Bab 12 - Aynur dan Aslan
13
Bab 13 - Panti Asuhan
14
Bab 14 - Aynur dan Aslan #2
15
Bab 15 - Bantuan Taran
16
Bab 16 - Undangan
17
Bab 17 - Aku Ibunya!
18
Bab 18 - Panggilan Mama
19
Bab 19 - Potret Keluarga
20
Bab 20 - Ulang Tahun
21
Bab 21 - Menantu
22
Bab 22 - Tepati Janjimu
23
Bab 23 - Kesepakatan Shazia dan Derya
24
Bab 24 - Perjodohan
25
Bab 25 - Perjodohan yang disetujui
26
Bab 26 - Berita mengejutkan
27
Bab 27 - Tentang Zihan
28
Bab 28 - Hari Pernikahan
29
Bab 29 - Rumah keluarga Savas
30
Bab 30 - Kadriye
31
Bab 31 - Batasan wilayah
32
Bab 32 - Kedatangan Manorya
33
Bab 33 - Bibi Aergul
34
Bab 34 - Cincin Pernikahan
35
Bab 35 - Ikut sarapan
36
Bab 36 - Kekasih Taran?
37
Bab 37 - Terus memikirkannya
38
Bab 38 - Terluka
39
Bab 39 - Jalan-jalan
40
Bab 40 - Jalan-jalan (2)
41
Bab 41 - Penjelasan
42
Bab 42 - Penjelasan (2)
43
Bab 43 - Foto
44
Bab 44 - Tentang Taran
45
Bab 45 - Urusan Keluarga Savas
46
Bab 46 -Menitip Ece
47
Bab 47 - Persiapan pergi
48
Bab 48 - Pesta
49
Bab 49 - Pesta (2)
50
Bab 50 - Pesta (3)
51
Bab 51 - Ece
52
Bab 52 - Aku mencintaimu
53
Bab 53 - Cinta tak dapat dipaksa
54
Bab 54 - Kedatangn Ibu kandung Zihan
55
Bab 55 - Kedatangan Ibu kandung Zihan (2)
56
Bab 56 - Fulya
57
Bab 57 - Bertemu Manorya
58
Bab 58 - Fulya Mengaku
59
Bab 59 - Bertemu Kadriye
60
Bab 60 - Janji Kecil
61
Bab 61 - Terjatuh dari tangga
62
Bab 62 - Aku menyayangimu Papa
63
Bab 63 - Pusing
64
Bab 64 - Kebahagiaan keluarga Savas
65
Bab 65 - Sakit
66
Bab 66 - Setahun Berlalu
67
Bab 67 - Pesta Ulang Tahun
68
Bab 68 - Ingatan Yang Kembali
69
Bab 69 - Pengakuan Shazia
70
Bab 70 - Defne menentang
71
Bab 71 - Fakta Sebenarnya #1
72
Bab 72 - Fakta Sebenarnya #2
73
Bab 73 - Kilas Balik #1
74
Bab 74 - Kilas balik #2
75
Bab 75 - Kilas Balik #3
76
Bab 76 - Kilas Balik #4
77
Bab 77 - Memberi Tahu Taran
78
Bab 78 - Menerima (Tamat)
79
Ektra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!