Segerombolan suster berbisik - bisik sambil mencuri lihat ke arah Eliana yang sedang berjalan di lorong rumah sakit.
Eliana menyapa mereka sambil mengulas senyum manis di wajah.
Para suster itu langsung melengos, terlihat seperti menghindar dan bersikap seolah - olah sedang sibuk.
Seorang petugas farmasi menyempatkan diri menoleh pada Eliana dengan pandangan penuh tanya. Saat mata bertemu dengan mata, Eliana tersenyum ramah dan mengucapkan salam. "Good morning, Miss Laura."
Orang yang disapa mengangguk dan tersenyum canggung, kemudian buru - buru masuk ke ruang obat.
Ada rombongan anak muda melintas di dekatnya. Eliana mengenali mereka sebagai mahasiswa kedokteran yang sedang koas disana. Salah seorang dari mereka menyapanya, "Morning, Suster Eliana."
"Morning, everyone." Eliana membalasnya sambil mengangguk sopan.
"Ooo... apa yang dimaksud adalah suster Eliana yang ini?"
"Yes, she is." Salah satu dari mereka menjawab dan mengangguk yakin.
"Ow!" respons yang lainnya penuh arti.
Ha?!
Eliana mengerutkan keningnya, tak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Rombongan anak muda itu melanjutkan langkahnya sambil melempar senyum aneh satu sama lain.
Hmmm...
Ada yang aneh dengan hari ini. Ada apa sebenarnya? Suasana St Paul terasa berbeda, setidaknya itulah yang dirasakan oleh Eliana. Sepanjang pagi ini, langkahnya menuju bangsal perawat diiringi oleh tatapan aneh orang - orang yang berpapasan dengannya. Iya, semua! Mulai dari perawat, dokter, orang - orang farmasi bahkan sampai cleaning service.
Eliana berhenti sejenak di depan kaca jendela, mematut dirinya disana. Tak ada kotoran di wajahnya dan tak ada noda di seragam putihnya. Perlahan Eliana membalikkan tubuhnya dan melirik ke kanan dan kiri.
Ah, ya ampun. Lagi - lagi....
Tak salah lagi tatapan sinis dan mencemooh itu ditujukan padanya. Beberapa terang - terangan menatapnya jijik, sebagian lainnya melengos dan beberapa melewatinya begitu saja seolah dirinya adalah makhluk tak kasat mata.
Tak mau overthinking, Eliana terus berjalan hingga akhirnya sampai di tujuan awalnya yaitu ruang perawat.
Eliana menghembuskan napas, dia mengedikkan bahunya. 'What in the world.' keluhnya dalam hati.
Sudahlah, lebih baik dirinya fokus pada tugas hari ini. Lagipula, hari ini dia harus kembali merawat Tuan Peterson, Tuan yang banyak mau. Eliana harus menyimpan energi untuk melayani Tuan Peterson nanti.
Astaga! Apa lagi ini? Tangan Eliana berhenti di udara, dengan posisi ujung jari sudah menyentuh kenop pintu.
Wanita itu termangu. Hatinya berperang antara masuk atau tidak ke dalam ruang perawat.
"Wajah boleh manis tapi sayang kelakuan minus."
"Aku tak percaya kalau tak melihatnya sendiri."
"Benar - benar tak bermoral."
"Hu-um, menjijikkan."
"Meski pria itu adalah pasiennya, tapi tetap saja itu tak boleh."
"Haha...mungkin karena pasien itu tampan."
"Tampan sih tampan, tapi kabarnya dia seorang buronan."
"Buronan tampan, cintaku."
Percakapan dengan nada sumbang itu masih terus berlanjut, kian lama terdengar kian seru khas emak - emak menggosip. Tawa - tawa mencemooh pun ikut terdengar dari tempat Eliana berdiri.
Ketahuan! Inikah akhirnya?
Senyum di wajah Eliana memudar, hatinya berdenyut nyeri. Mereka semua adalah petugas medis, tidak bisakah berbagi kasih pada orang - orang yang terbuang? Tidakkah hati mereka tersentuh pada mereka yang tak punya tempat tinggal?
Eliana memejamkan mata, menghirup udara sebanyak yang dia bisa. Go ahead, Eliana. Hadapi!
KREK!
Eliana langsung membuka pintu ruang perawat. Dia tersenyum lebar seolah tak mendengar apa pun.
"Helooo, everyone. Good morning!" sapanya.
Seketika ruangan senyap. Wajah - wajah terkejut menyambutnya. Namun detik berikutnya, mereka sudah saling melirik dan lengan mereka menyenggol satu dengan yang lainnya. Tak ada sapaan balasan yang ramah seperti biasa.
"Ehm." Seorang perawat senior berdehem, mencoba menarik perhatian Eliana. Eliana menoleh.
"Dokter Nathan memanggilmu. Kamu disuruh menghadap sekarang juga."
"Baik." jawab Eliana.
This is it...
PLUK!
Dokter Nathan melempar beberapa lembar kertas keatas meja di hadapannya, nampaknya itu adalah foto. Beliau membetulkan posisi duduknya, tubuhnya condong ke meja dan kedua sikunya bertumpu di meja kerjanya.
Pria paruh baya itu menundukkan kepalanya, lalu menghembuskan napas berat, mencoba memilih kata yang tepat untuk memulai pembicaraan. Biar bagaimana pun, suster dihadapannya adalah salah satu suster kesayangannya. Dia sudah mengenal Eliana sejak dia belajar di akademi keperawatan.
"Apa penjelasanmu soal ini?" tanya Dokter Nathan akhirnya, matanya melirik ke arah foto - foto yang tadi dilemparkannya. Salah satu tangannya mengeluarkan ponsel, mengutak atik sebentar dan meletakkan ponselnya di meja.
"Silahkan lihat juga videonya." ucap Dokter Nathan, sambil menggeser ponselnya ke arah Eliana.
Eliana maju selangkah ke depan. Tangannya sedikit bergetar saat mengambil foto dari meja dan melihatnya lembar demi lembar. Matanya menatap nanar pada scene - scene yang nampak disana. Tenggorokannya terasa kering. Tak ada penjelasan apa pun yang bisa dikeluarkan dari mulutnya. Semua sudah jelas disana.
Ada foto dimana Eliana sedang bergelanyutan di lengan Toni, kejadian saat pulang dari makan steak. Nampak pula Toni menggandeng tangannya masuk ke dalam apartment mereka.
Dan yang mencengangkan ada sebuah video yang isinya seseorang sedang bercerita kalau dia mengenali Eliana dan Toni sebagai kakak beradik yang rukun. Seseorang itu adalah tetangganya di apartment. Sial! Orang yang merekam benar - benar berniat menjatuhkannya.
Eliana menghela napas, semua orang di rumah sakit ini tahu kalau dia sebatang kara. Tak ada celah untuk berbohong lagi. Wanita itu mengangkat kepalanya, memandang dokter yang sangat dihormatinya selama ini.
"Saya siap menerima apa pun resikonya, Dok." ucap Eliana pelan. Pasrah tanpa penjelasan apa pun.
Mau bagaimana lagi? Eliana tahu dengan jelas peraturan St. Paul yaitu menjaga nama baik rumah sakit dan martabat diri sendiri. Dan dengan sadar, Eliana sudah melanggarnya.
Dokter Nathan menatap sedih pada Eliana. Dia tahu bagaimana totalitas dan dedikasi Eliana dalam merawat setiap pasien. Dia percaya Eliana tak seperti yang dibicarakan.
"Kamu tinggal bersama siapa?"
Sekali lagi Dokter Nathan bertanya, suaranya melunak tersirat harapannya supaya Eliana menyangkal dan bukti - bukti di hadapannya adalah rekayasa.
"Saya tinggal bersama Toni, Dok. Pasien kamar nomer nol." ucap Eliana jujur.
Pupus sudah harapan Dokter Nathan.
Kepala rumah sakit itu memijat pelipisnya, pertama kali dalam hidupnya menyesali sebuah kejujuran. Untuk kali ini saja, Dokter Nathan berharap Eliana berbohong. Hatinya terbelah antara disiplin rumah sakit dan rasa kemanusiaan yang selama ini dipegang oleh Eliana.
"Maaf, Eliana. Saya ingin membantumu tapi peraturan tetaplah peraturan." dengan berat hati Dokter Nathan menyampaikan maksudnya.
"Saya mengerti, Dok." jawab Eliana, bersiap menerima keputusan berhenti kerja.
"Tapi, aku akan memberimu kesempatan." Dokter Nathan berhenti sejenak, lalu menatap Eliana dengan serius.
"Kamu di- skorsing satu minggu, dan usirlah pria itu dari tempat tinggalmu. Maka kamu masih bisa bekerja disini." ucap Dokter Nathan lagi, dia masih ingin Eliana bekerja rumah sakit ini.
"Iya, Dok." jawab Eliana pelan.
Bersambung ya....
Note :
Koas adalah program profesi yang harus dilakukan oleh mahasiswa jurusan kedokteran untuk mendapatkan gelar dokter yang dilaksanakan di rumah sakit dalam kurun waktu 1.5 tahun hingga 2 tahun.
Skorsing \= pemberhentian sementara waktu untuk memberi efek jera.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Lala lala
gaya inggres tapi kelakuan kyk emak cctv indonesia...pdhl setau kita org barat cuek ya masalah living together 😅
2024-11-25
0
Ririn Nursisminingsih
biasanya klau hidup diluar negeri cuex2 yaa ini kenapa pads kepo2 ngurusin urusan orang lain ajs
2025-01-21
0
Juragan Jengqol
luar negerinya di mana thor? emak2nya kaya di sini ya... 🤣🤭
2023-10-13
1