Nick dilarikan kerumah sakit, dan pesta pertunangan ditunda beberapa jam kemudian. Russel tidak mau membatalkan dan memutuskan untuk menundanya setelah membawa Nick ke rumah sakit.
Nick segera dimasukkan kedalam ruang perawatan. Dokter menanganinya.
Russel dan Ruth berada diluar, menunggu kabar dari dokter.
"Pasti dia pelakunya," kata Ruth geram. Russel menatap wajah adiknya.
"Siapa maksudmu?" tanya Russel menatap dengan sangat serius.
"Siapa lagi jika bukan orang asing itu," Ruth tidak mau menyebutkan namanya.
"Dia punya nama bukan? Siapa orang asing itu?" tanya Russel.
"Sudahlah, diberitahu juga percuma. Kakak akan membelanya. Cinta telah membutakan matamu,"
"Nova, maksudmu, dia adalah calon kakak iparmu. Kami akan bertunangan. Tidak mungkin dia merusak pestanya. Dan jangan menuduh tanpa bukti, itu tidak adil,"
"Hh, sudah ku bilang jika dia selalu benar. Karena cinta dia pasti selalu akan dibela. Dan orang lain akan tetap disalahkan meskipun tiada karenanya," kata Ruth kesal.
Mereka saling membalikkan badannya. Russel menahan nafas dalam. Dan Ruth tidak mau berbicara pada kakaknya yang demi orang asing tidak percaya pada keluarganya sendiri. Itu yang dipikirkan Ruth. Kebenciannya pada Nova semakin bertambah.
Dokter keluar dan mengatakan jika Nick sudah bisa dijenguk. Racun dari dalam perutnya sudah berhasil dikeluarkan.
"Sudah kubilang, dia meminum racun. Ada orang yang sengaja menaruh racun ke dalam minumannya," kata Ruth menatap sinis pada kakak tirinya.
Russel hanya menatapnya tanpa berbicara.
"Hans, selidiki minuman tadi. Siapa yang menuang racun ke dalam minuman Nick. Aku mau kau selidiki dan selesaikan masalah ini," kata Russel menelepon Hans.
"Baik Tuan Muda," kata Hans.
Russel berdiri disamping Nick yang terkulai lemas. Mereka tidak berbicara. Nick memalingkan mukanya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Russel setelah beberapa saat terdiam.
Nick tidak menjawabnya dan malah memalingkan wajahnya.
"Aku akan selidiki masalah ini. Pelakunya pasti akan ditangkap dan dihukum," kata Russel lalu keluar. Ruth tetap bersama Nick menemaninya.
Russel sampai dirumah dan berbicara dengan Hans. Mereka berbisik diruang depan, agak menyepi dari tamu undangan.
"Bagaimana? Kau sudah mengamankan barang bukti?" tanya Russel pada Hans.
"Sudah Tuan. Semua sudah aman. Apakah kita akan langsung menyelidiki semua ini?"
"Tunggu hingga acaranya selesai," kata Russel pada Hans.
Dari balik tirai, Nova mendengarkan percakapan mereka berdua.
"Jadi mereka tahu jika minuman itu beracun. Syukurlah aku sudah membersihkan sidik jari itu. Aku memegang dengan menggunakan tisu. Jika tidak, maka aku akan terjebak disini. Dan Russel akan menuduh jika aku adalah pelakunya," bisik Nova dalam hati.
Tiba-tiba, tanpa sengaja dia menjatuhkan Vas didekatnya.
Pyarr!
Russel dan Hans menoleh kearah tirai itu. Mereka saling berpandangan. Russel berjalan kearah tirai dimana ada vas yang pecah.
"Siapa disana?" Tidak ada sahutan.
Russel berjalan semakin dekat dengan tirai tebal itu. Dia merasakan jika tadi ada yang berdiri di balik tirai itu.
Setelah dekat Russel membuka jendelanya. Dan tidak ada siapapun didalam sana.
Ternyata disaat yang sama seorang pelayan lewat dengan meja dorong yang berisi gelas. Begitu ada kesempatan, Nova langsung menyelinap dan berjalan disampingnya.
Karena badan pelayan itu besar, maka Nova bisa berlindung dan tidak terlihat oleh Russel dan juga Hans.
Hans mendekati Russel yang masih menatap tirai itu.
"Tadi aku lihat ada seseorang disini. Tapi ternyata tidak ada siapapun," kata Russel pada Hans yang berjalan kearahnya.
"Mungkin memang tidak ada siapapun," kata Hans.
"Bagaimana vas itu bisa pecah?"
"Mungkin pelayan meletakkannya terlalu ke pinggir hingga saat tersenggol sedikit saja langsung pecah. Aku lihat tadi seorang pelayan lewat dengan meja dorong,"
"Ohh, ya sudah. Kalau begitu, ayo kita kesana, aku akan bertunangan," kata Russel.
Mereka lalu berjalan kedepan melewati para tamu dan menghampiri Nova yang sudah berdiri dengan gaun yang indah dan riasan yang cantik.
Nova tersenyum ke arah Russel dan sudah siap bertunangan.
Russel lalu menghampiri Nova dan berbicara saling berhadapan.
"Maafkan aku, kau harus menunggu lama," kata Russel.
"Tidak papa. Tapi, bagaimana keadaan Nick. Apa yang terjadi?" tanya Nova menatap Russel.
"Dia baik-baik saja. Sekarang hanya perlu istirahat," kata Russel yang menyembunyikan tentang racun dalam minuman Nick.
~Kenapa kau tidak berbicara tentang racun yang ada di minumannya? Dan kau berbicara pada Hans jika ada racun dalam minuman Nick. Tapi denganku kau tidak mau bicara, kenapa begitu?~ batin Nova.
~Mungkin karena aku adalah orang asing. Belum menjadi bagian dari keluarga ini, dan tidak perlu diberitahu apapun~
Nova mencoba tersenyum dan ingin tahu hal apa lagi yang terjadi denganya dikehidupan sebelumnya.
"Kemarilah, tunjukkan tanganmu," kata Russel membawa cincin yang akan disematkan dijari Nova.
Nova mengulurkan tanganya. Dan perlahan Russel menyematkan cincin dijari manis Nova.
Cincin dengan berlian satu krat nampak indah dan berkilau dijarinya.
"Terimakasih, cincin ini sangat indah," kata Nova mengagumi cincin dijarinya.
"Kau suka?" tanya Russel.
"Ya, ini indah sekali," kata Nova kagum.
"Kau pantas memakainya. Aku memesan khusus hanya untukmu, untuk orang yang aku cintai dan paling berarti dalam hidupku," kata Russel.
Nova menatap Russel tidak mengatakan sepatah katapun.
~Bagaimana ada pria yang bisa begitu mencintai dirinya tanpa kenal sebelumnya. Dengan sekali melihat langsung jatuh cinta. Apakah cinta seperti ini akan abadi?~
Bisik Nova dalam hati.
Ibu tirinya, Nyonya Nancy melirik cincin yang dipakai Nova. Lalu melihat cincin dijarinya.
"Aku juga ingin cincin seperti itu," kata ibu tirinya lirih.
Setelah acara pertunangan, Nyonya Nancy berjalan mendekati Nova. Berbisik di telinganya.
"Cincinmu sangat indah. Bisakah ibu melihatnya?" tanya Nyonya Nancy sambil tersenyum.
Nova nampak kaget tapi tersenyum menatap ibunya.
"Tentu saja," Nova lalu mengangkat jarinya dan memperlihatkan cincin itu.
"Bolehkah ibu mencobanya, seumur hidup ibu belum pernah memakai cincin sebagus itu," kata Nyonya Nancy.
Nova kaget, namun tetap menghormati keinginan ibunya. Nova lalu melepaskan cincin itu dan memberikannya pada ibunya.
"Wah, dijari ibu juga pas banget. Ayahmu takkan sanggup membelinya untukku," kata Nyonya Nancy pada Nova.
"Tuan Russel dan ayah punya latar belakang yang berbeda. Jadi tidak mungkin bisa membeli barang yang sama," kata Nova.
Tiba-tiba, Russel memanggil Nova.
Nova segera berjalan kearahnya dan lupa jika cincinnya sedang dipakai oleh ibu tirinya. Dia asyik berkenalan pada para tamu yang baru dikenalkan oleh Russel. Mereka berbicara hingga acara selesai. Semua tamu pun pulang termasuk ayah dan ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments