Kafka POV
Hari ini hariku terasa begitu hancur saat gadis yang sangat aku cintai dengan sepenuh hatiku malah mengatakan kalau cinta ini adalah obsesi. Aku tak tau harus bagaimana lagi agar gadis itu mau untuk memaafkan diriku.
Saat ini aku sudah berada disebuah danau kecil, aku ingin menenangkan hati ini, sengaja aku membolos dari sekolah karena saat ini tak mungkin untuk ku mengikuti pelajaran disaat hati ini sedang hancur.
Aku berharap agar Bintang khawatir dengan ketidakhadiran diriku, tapi itu tak akan mungkin terjadi.
Tak terasa hari sudah semakin sore, aku memutuskan untuk pulang kerumah karena pasti kedua orangtuaku sudah mencari diriku, dan pasti mereka menghawatirkan aku karena aku bahkan mematikan ponselku agar tak ada yang menggangu ku.
Sebelum aku pulang kerumah, aku memutuskan untuk mampir sebentar dirumah Bintang, aku ingin melihat gadis itu, sedang apa dia saat ini.
Saat ini aku sudah berada di depan gerbang rumah Bintang, dan disana aku melihat Bintang yang sedang duduk bersama teman-temannya, dan disana juga ada pria bernama Antariksa yang katanya dia adalah kekasihnya Bintang.
Hatiku yang sudah hancur menjadi semakin hancur saat aku melihat kemesraan antara Bintang dan pria itu, Bintang tampak selalu tersenyum kepada pria itu sedangkan untuk ku dia selalu menatapku dengan tatapan penuh akan kebencian.
Aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu, karena aku tak sanggup lagi kalau harus melihat lebih lama kedekatan Bintang dan Antariksa, yang seharusnya posisi Antariksa saat ini adalah milikku.
Motor yang aku kendarai saat ini sudah memasuki halaman rumahku, dan disana ada mama yang sedang menunggu ku dengan gelisah, saat mama melihat aku pulang dia langsung tersenyum dan mendekati ku.
"Ya ampun, Kafka. Kamu membuat mama khawatir, tadi guru disekolah menelpon mama katanya kamu bolos dari sekolah, mama telponin kamu malah ponselmu tidak aktif, kamu kemana aja sih, Nak." Tampak kekhawatiran diwajah mama.
"Maaf, Ma. Tadi Kafka cuma lagi pengen sendiri aja dulu makanya Kafka matiin ponsel Kafka, mama gak usah khawatir Kafka gak akan berbuat yang aneh-aneh kok," aku mencoba menenangkan mama yang terlihat begitu khawatir.
Mama pun mengajak aku masuk kedalam dan meminta ku untuk segera mengganti baju dan mama juga sudah menyiapkan makanan untukku.
Sekarang aku sedang makan bersama mama, mama terlihat tersenyum saat menatap diriku.
"Kafka, mama tau saat ini hubungan kamu dan Bintang sedang tidak baik-baik saja, tapi kamu jangan putus asa, kalau memang Bintang ditakdirkan untuk menjadi jodohmu maka dia pasti akan kembali kepada dirimu."
Aku tau saat ini mama sedang menghibur ku, dan aku pun percaya dengan takdir, dan aku sangat berharap jodohku nanti adalah Bintang gadis satu-satunya yang aku cintai dan tak akan pernah tergantikan sampai kapanpun.
Malam harinya seperti biasa aku duduk sendiri di balkon kamarku, aku menatap Bintang di langit yang terlihat begitu bersinar sama seperti Bintang yang selalu bersinar di hatiku.
Aku wajah cantik Bintang yang sedang tertawa di ponselku, teringat lagi bagaimana bahagianya Bintang saat aku mengutarakan perasaan ku kepadanya, aku mencintai Bintang bukan Bulan saudara kembarnya Bintang, Memang mereka memiliki wajah yang sama tapi sifat dan perilaku mereka sangat berbeda.
Bintang seorang gadis yang sangat baik, ramah dan selalu mengalah demi kebahagiaan orang lain, berbeda dengan Bulan yang notabenenya egois dan selalu memilih dalam berteman, dia hanya mau berteman dengan orang yang dirinya anggap setara dengannya. Hal itulah yang membuat aku lebih menyukai Bintang dibandingkan Bulan.
Hari ini aku memutuskan untuk berangkat lebih pagi kesekolah karena aku tak mau melihat kemesraan Bintang dan kekasihnya itu saat diparkiran nanti.
Aku tiba disekolah lima belas menit lebih awal dan saat ini disekolah masih tampak begitu sunyi karena belum terlalu banyak siswa yang datang. Setelah memarkirkan motor ku, aku langsung berjalan menuju kelasku.
Tak lama kemudian beberapa siswa di kelas kami sudah berdatangan, dan sahabat Bintang yang bernama Moza pun baru saja masuk kedalam kelas. Aku menatap Moza yang saat ini sedang sibuk dengan buku pelajarannya, aku ingin bertanya tentang Bintang tapi rasanya begitu berat.
Dan ternyata Moza menyadari kalau aku sedang menatap dirinya.
"Kaf, Lo kenapa? Ada yang mau Lo omongin ke gue?" Moza seperti paranormal yang bisa membaca pikiran ku, aku pun mendekat kearah Moza dan duduk di bangku yang berada dihadapannya.
"Za, kemarin saat gue berantem sama Bintang Lo ada disini kan? Trus saat gue pergi gimana keadaan Bintang?"
"Kemarin saat Lo pergi Bintang sempat menangis sih, tapi syukurlah kak Antariksa datang tepat waktu, jadi dia bisa menenangkan Bintang, dan akhirnya Bintang udah gak sedih lagi." Dan sialnya penuturan Moza bukan membuat aku lega tapi malah membuat aku panas, bagaimana tidak disaat Bintang sedih Antariksa selalu datang untuk menghiburnya tapi aku, apa yang bisa aku lakukan, apapun yang coba aku lakukan hanya akan membuat dia terluka dan semakin membenciku.
Moza tampaknya menyesal karena sudah menceritakan tentang Bintang dan Antariksa, dia tampak menundukkan kepalanya, tapi aku tak mau membuat dia merasa seperti itu, aku pun tersenyum kepadanya walaupun sebenarnya hati ini sedang sakit.
"Makasih yah, Za. Lo udah mau jagain Bintang." Aku pun langsung kembali lagi ke tempat dudukku.
Tak lama kemudian Bintang memasuki kelas bersama dengan seorang pria yang aku tahu pria itu adalah kekasihnya.
"Sayang aku ke kelas dulu yah, nanti kamu jangan nangis-nangis lagi yah, hari ini aku ada ujian dijam pertama jadi aku gak akan bisa datang untuk menghapus air matamu," ucap Antariksa kepada Bintang dan laki-laki itu bahkan mengusap kepalanya Bintang didepan mataku.
Aku bisa melihat Bintang tersenyum kepada laki-laki itu, dan di senyuman Bintang itu aku dapat melihat betapa besar cintanya kepada Antariksa.
Tapi aku tak akan pernah menyerah, aku akan tetap berusaha untuk mendapatkan lagi cinta Bintang, Bintang adalah milikku dan akan selamanya seperti itu.
Mataku membulat sempurna disaat aku melihat Antariksa mencium kening Bintang dan kemudian pipi gadis itu, sementara itu Bintang bukannya marah tapi dia malah terlihat bahagia. Setelah itu akhirnya Antariksa pergi dari kelas kami, dan aku bisa bernafas lega karena aku tidak perlu melihat adegan kemesraan antara keduanya.
Saat ini Bintang sedang tersenyum bahagia sekalipun Antariksa sudah tidak berada dikelas kami lagi, tapi senyuman Bintang menghilang saat matanya tak sengaja bertatapan dengan mataku.
Mata yang tadinya aku melihat ada binar kebahagiaan disana kini berganti dengan kebencian yang besar, Bintang bahkan tak mau bertatapan begitu lama dengan ku, dia langsung memalingkan wajahnya dan bercerita dengan Moza.
Aku merasa begitu sakit, seandainya aku seorang wanita mungkin saat ini aku sudah menangis, tapi beruntung aku laki-laki dan aku tak boleh cengeng dihadapan orang banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments