“Selamat pagi Oma” ucap Areta lembut begitu sampai di kamar Oma Mieke
Oma Mieke menggeliat, rambutnya yang sudah memutih disugarnya, matanya memicing manakala cahaya matahari menerobos masuk jendela kamarnya yang dibuka Areta
“Selamat pagi Areta” sahut Oma sumringah sambil beringsut duduk, ekor matanya mengikut gerakan lincah Areta yang membuka lemari dan menyiapkan baju untuk dirinya
“Oma mau mandi sekarang?” Tanya Areta
“Mau, tapi bukan kamu yang mandikan” tandas Oma, Areta mengerutkan keningnya
“Ahahahha.. Oma lagi ngambek ya sama Areta jadi ga mau dimandiin?” Goda Areta
“Pokoknya ga boleh kamu yang mandiin!” Tegas Oma, Areta bingung, entah apa salahnya pada Oma, seketika jantungnya berdebar, apa Oma sudah tak membutuhkannya? Apa dia akan dipecat? Kalau harus kembali ke rumah Om dan Tantenya lantas bagaimana dengan kehamilannya? pertanyaan yang banyak itu muncul membuatnya bingung dan kalut, kalau tidak sedang hamil akan lebih mudah, tapi harus kembali ke rumah Mauren dalam kondisi berbadan dua tentu akan jadi bencana karena nanti akan dipertanyakan siapa Ayahnya
Oma ikut mengerutkan keningnya melihat wajah dilematis Areta, gelisahnya sangat kentara, iris matanya bergerak ke kanan dan ke kiri seperti sedang menimbang sesuatu
”Kamu mikirin apa Areta?” Tanya Oma pada Areta yang kini berdiri mematung bingung depan lemari baju Oma, Areta bergerak maju lalu duduk di tepi ranjang, tepat di ujung kakinya Oma Mieke
“Oma, apa Oma udah ga butuh Areta lagi? Apa Areta akan dipecat Oma?” Tanya Areta lirih, sungguh kembali ke rumah Om dan Tantenya dalam kondisi hamil sama saja dengan bunuh diri, apalagi jika Om dan Tantenya tahu siapa Ayah dari anak yang dikandungnya, untuk hidup sendiri pun ia belum mampu, ia belum punya uang.
Mata Oma membelalak, “Astaga Areta, kenapa kamu mikir gitu?”
“Tadi kan Oma bilang bukan Areta lagi yang mandiin Oma, apa Oma udah ga butuh Areta lagi? Apa Areta ada salah sama Oma?” Cecar Areta, wajahnya merengut sedih bercampur bingung
Paham akan kekhawatiran Areta, Oma Mieke tersenyum lembut
“Oma ga akan mecat kamu sayang, Oma juga masih butuh kamu, tapi cuma buat nemenin Oma doang, mulai hari ini kamu ga boleh mandiin Oma lagi, apa kamu lupa kalau kamu lagi hamil? Kalau kamu terpeleset pada saat mandiin Oma gimana?” Tutur Oma Mieke, Areta menghela nafasnya lega, senyum terbit di wajah cantiknya yang tadi meredup
“Hehehhe.. Areta ga apa - apa kok, Areta masih kuat buat mandiin Oma, itu kan kewajiban Areta, Areta disini kan buat kerja ngerawatin Oma” tutur Areta dengan senyum yang manis, Jiwa mengabdinya pun muncul lagi, ia langsung bangkit dan menyetel sebentar kursi roda yang teronggok di depan tempat tidur lalu mendorongnya mendekat ke arah Oma Mieke, saat hendak mengangkat kedua tangan Oma untuk bangkit dari tempat tidurnya, Oma malah menepis tangan Areta,
“Oma berat Areta, bisa bahaya buat kandungan kamu, panggilkan Rossy atau Julian, atau Rivandra kalau ada untuk bantu Oma ya!” Titah Oma Mieke
“Ahahaha Oma.. Areta hamil bukan kehilangan tangan, Areta masih bisa Oma, yuk” sekali lagi Areta hendak membangunkan Oma dengan lemah lembut untuk pindah ke kursi rodanya tapi Oma menepis lagi tangan Areta, Areta sekarang tahu darimana gen keras kepala Rossy dan Rivandra berasal
“Panggil yang lain aja Areta, Oma ga mau cicit Oma kenapa - kenapa nantinya, ayo cepet!” Kalau sudah begitu Oma mana bisa dilawan, akhirnya Areta mengalah
”Ya udah kalau Oma maunya gitu, bentar Areta cari dulu yang bisa bantu ya” ucapnya lalu beranjak keluar dari kamar Oma.
Rumah mewah itu masih sepi, sepertinya penghuni yang lain masih berada di kamarnya, Areta mengedarkan pandangannya berharap ada salah seorang pembantu yang bisa membantunya, karena ia tak mungkin mengetuk pintu kamar Julian, Rossy, atau parahnya Rivandra untuk membantu pekerjaannya, lebih nyaman jika minta tolong pada teman sekoleganya, yang sama - sama bekerja disana.
Areta menepuk jidatnya, lupa kalau sepagi ini para pembantu sibuk dengan urusannya masing - masing, tak patah arang ia memacu langkahnya menuju dapur mencari kolega kerjanya yang bisa membantu, belum seberapa jauh ia berjalan suara cekikikan terdengar samar dibelakangnya, Areta membalik badan, senyumnya terbit manakala melihat Rivandra namun bibirnya mengerucut kembali ketika melihat Mauren yang bergelayut manja di tangan kekar Rivandra, baru pulang syuting sepertinya. Senyum mereka merekah, jelas terlihat saling cinta.
Sekilas Areta Ingat kejadian kemarin saat Rivandra meminta maaf dan berjanji akan adil padanya dan Mauren, tapi mungkin kah? Jika melihat tatapan penuh damba antara mereka rasanya mustahil apa yang diucapkan Rivandra, terlalu mengada - ada buatnya. Fix ia hanya istri karena kondisi, anak mereka pun hadir karena paksaan, tak ada tempat buatnya untuk jadi bagian dari hidup Rivandra, selain sebagai istri rahasianya yang akan berakhir kapan saja. Untunglah ia tak ada hati untuk Rivandra, sekarang ia mulai suka pada Kenzo meskipun belum cinta seperti pada Fabian
“Areta, ngapain disitu?” Tanya Mauren yang melihat Areta mematung, Areta ragu - ragu awalnya tapi Oma sudah menunggu lama
“Mau minta tolong sama Kak Rivandra, Kak” ucap Areta memberanikan diri, semoga Rivandra bersedia
Mauren tampak tak suka, “Nanti aja ya Areta, aku baru pulang, baru banget ketemu Rivandra, bisa nunggu kan?”
“Maaf Kak, tapi kasian kalau Oma nunggu kelamaan, cuma mau minta tolong mindahin Oma dari tempat tidur ke kursi roda aja kok Kak, tapi kalau Kak Rivandra keberatan aku minta tolong sama yang lain aja” sahut Areta tak enak, bibir bawahnya sampai ia gigit saking takutnya
Mauren yang tadinya bersahabat kini mendelik, tak percaya apa yang baru di dengarnya “loh Areta, itu kan tugasnya kamu untuk ngerawat Oma, makanya kamu disuruh bantuin disini, kenapa kamu jadi nyuruh orang lain yang ngerjain?” Cerocos Mauren, entah karena ia masih capek atau permintaan Areta yang kelewatan, tapi Mauren tak seperti biasanya.
“Udah sayang, ga apa - apa, aku bantuin Oma dulu ya” ucap Rivandra yang mengerti kenapa Oma meminta orang lain untuk membantu Areta, Oma pasti khawatir dengan kandungan Areta, sebenarnya begitu pun dirinya.
Mauren merajuk, kesal karena kebersamaannya bersama Rivandra terjeda, padahal ia baru saja bertemu setelah semalaman mereka terpisah perdana selama pernikahan mereka
”kenapa kamu jadi manja gini Areta? Apa karena Oma dan Kak Rossy baik banget sama kamu ya? Harusnya ga boleh gitu dong Areta, dibaikin itu bukan malah bikin kamu ngelunjak, Kakak kan jadi malu sama Rivandra, masa dia harus ngerjain kerjaan kamu!” Bukan hanya wajahnya, kata - kata Mauren jelas memperlihatkan keberatannya
“Iya Kak, maaf” tutur Areta, bukan salahnya tapi orang dengan posisinya harus minta maaf bahkan ketika ia tak salah, sama seperti ketika ia di rumah keluarga Mauren
“Udah lah yang, kasian Oma, aku bantuin dulu ya” tutur Rivandra pada Mauren, Rivandra menoleh sebentar pada Areta, tatapannya… dingin! Jauh berbeda dengan kemarin saat mereka hanya berdua saja di kamar, “ya yang?” Bucin parah memang bahkan untuk membantu neneknya saja Rivandra harus meminta izin pada Mauren
Mauren mendengus kesal, “ya udah aku ikut” tuturnya manja, dua sejoli itu kemudian berbalik dan berjalan menuju kamar Oma, Areta mengekor di belakang mereka, memandangi punggung kedua insan di depannya yang sangat serasi, mereka seperti ditakdirkan untuk satu sama lain, apalagi ketika Mauren memiringkan dan mendaratkan kepalanya di pundak Rivandra, pundak tegap yang diam - diam ia lihat saat pura - pura tidur ketika bibir Rivandra mengecupnya, kemarin.
Ah bodohnya ia diam saja ketika dikecup Rivandra, malah pura - pura tidur, gemetaran, dag dig dug, lantas berfantasi jika pria itu menaruh hati padanya makanya ia menyentuh Areta, ternyata tak ada bedanya dengan Fabian yang mengecup bibirnya tapi menikahi perempuan lain, miris.
Areta refleks menjelejahi bibir dengan jarinya, dan menyesali kecupan Rivandra padanya, ia seakan tak bisa menjaga dirinya untuk Kenzo
“Oma, maaf ya Oma nunggu lama” ucap Areta ketika sampai di kamar Oma Mieke, Oma tersenyum penuh kelembutan namun memudar ketika melihat Mauren yang menggandeng mesra Rivandra, mata Oma mendelik tajam pada cucunya itu, padahal baru saja kemarin diingatkan untuk menjaga perasaan Areta, kini sikapnya berubah lagi ketika bersama Mauren, cintanya ternyata sebesar itu.
Mauren mendekati Oma Mieke, mencium punggung tangannya “Mauren minta maaf ya Oma, Mauren malu karena Areta ga mengurus Oma dengan baik, malah nyuruh Rivandra buat ngerjain kerjaannya, serius Mauren malu banget Oma” ucap Mauren, tangannya ia genggamkan pada tangan Oma Mieke, Oma hanya mendengus kesal
Areta tertunduk seperti seorang tersangka, jarinya ia tautkan di depan, sementara Rivandra gegas menghampiri Omanya menggendongnya pelan dari tempat tidur dan mendudukkannya di kursi roda
“Bukan salah Areta, Oma yang nyuruh, lagian apa salahnya kalau seorang cucu bantuin Omanya?” Tandas Oma Mieke
Mauren merapatkan bibirnya, tak enak dengan jawaban Oma, “Um.. Mauren ga mempermasalahkan Rivandra yang bantu Oma, tapi Areta yang ga melakukan tugasnya, padahal kan sudah jelas tugasnya itu buat ngerawatin Oma, bukan melimpahkan tanggung jawabnya pada orang lain, sekali lagi maaf ya Oma” tutur Mauren, terkesan menjilat memang tapi apa mau dikata ini salah satu cara Mauren mendekati Oma yang tak sekali pun bersikap hangat padanya
“Oma ini tanggung jawab Rivandra juga, jangan dikit - dikit nyalahin Areta lah, dia sampai minta tolong sama Rivandra itu karena Oma yang nyuruh” tukas Oma Mieke lagi, matanya sekilas melihat wajah Rivandra yang dingin lalu beralih ke Areta yang kini sibuk membereskan tempat tidur, entah bagaiman perasaan Areta sekarang
Mauren diam sebentar, hatinya tak nyaman karena lagi - lagi Oma menyambutnya dengan dingin, berbeda sekali dengan pada Areta, awalnya Mauren berpikir karena Oma kasian pada Areta, tapi lama kelamaan ia jengah juga, yang istrinya Rivandra itu adalah dia tapi kenapa justru Areta yang selalu diperhatikan oleh Oma dan Rossy, pikiran Mauren berkelana pada sinetron yang ia perankan, tentang seorang pelakor yang merangsek masuk lewat jalur kedekatan dengan keluarga suami, semoga Areta tidak begitu, do’anya.
...****************...
“Kak, masih ada yang harus dibawa lagi ga?” Tanya Areta, nafasnya terengah, peluh menetes di pelipisnya sore ini, ia berjalan bolak balik ke depan rumah mengangkut barang belanjaan Mauren dari dalam mobilnya, belanjaannya kali ini lumayan berat, beraneka macam lilin aroma therapy mahal, parfum, lotion dengan botol - botol besar, hingga bath foam. Sebenarnya Areta sudah biasa, tapi kali ini badannya terasa lelah, perutnya kram
Mauren memindai sebentar barang belanjaan dalam paper bag yang Areta kumpulkan di lantai
“Masih ada satu paper bag lagi, isinya parfum juga, tolong dibawain sekalian ya Areta” titahnya, Areta mengangguk patuh lantas bergegas keluar lagi, tak lama ia mengemban barang yang diminta Mauren, ia emban di depan perutnya khawatir jatuh karena ia tahu itu bukan barang murah
“Apa - apain ini?” Sewot Rossy yang baru saja turun dari kamarnya, matanya membelalak lebar melihat Areta yang tengah kepayahan mengemban barang belanjaan Mauren, Mauren menoleh pada Rossy yang kini berkacak pinggang
“Eh Kak, ini Areta lagi bantuin bawain barang belanjaanku ke kamar, banyak banget soalnya” sahut Mauren ringan, merasa jika apa yang dilakukan Areta wajar - wajar saja, sementara Areta hanya berdiri kikuk
Rossy menarik nafasnya, matanya mengkilat marah
“Emang kita kurang pembantu apa? Emang kita ga punya sopir? Ga ada satpam yang bisa kamu suruh? Kenapa malah nyuruh Areta? Cerocos Rossy pada Mauren, Mauren tersentak kaget tak menyangka jika reaksi Rossy akan berlebihan seperti itu
“Tapi Areta udah biasa bantuin aku ngangkatin belanjaan kok Kak, ga usah khawatir, Lagian belanjaannya ringan - ringan kok, ga ada yang berat” kilah Mauren
Rossy masih berkacak pinggang, kali ini maju sedikit lantas melihat barang belanjaan Areta di lantai ruang
“Kalau ga berat kenapa ga angkat sendiri Mauren?” Sinis Rossy, “Areta turunin barang belanjaanya, jangan digendong gitu, itu berat!” Sewot Rossy saat melihat salah satu kardus isi parfum menyembul dari paper bag yang penuh diembanan Areta
“Ah, iya Kak” sahut Areta patuh, tak ingin drama di depannya berlanjut
Mauren menatap Rossy dan Areta bergantian, bingung dengan interaksi kedua wanita itu, entah kenapa ada yang mengganjal di perasaannya, Rossy seperti terlalu melindungi Areta, dan Areta yang ia tahu betul sangat pemalu bahkan cenderung tertutup bisa dengan gampangnya dekat Rossy
“Bisa bawa barang belanjaan sendiri kan? Areta mau Kakak pinjam dulu buat ngurusin Oma” tutur Rossy, tangannya sigap menggandeng Areta tanpa menunggu jawaban Mauren
Mauren tergagap, bibirnya terbuka hendak berucap namun Rossy dan Areta sudah terlanjur beranjak, bibir Mauren semakin terbuka melihat Rossy merangkul Areta, tanpa jarak, keduanya tanpa akrab. Bukan kah harusnya ia yang di posisi Areta? Ada apa sebenarnya?
...****************...
Beranjak malam Areta masuk ke dalam kamarnya, menggeret kakinya yang terasa pegal, tak banyak yang ia kerjakan sebenarnya, setelah membantu Mauren tadi Kak Rossy menceramahinya habis - habisan, setelah itu ia disuruh tidur saja, makan, setelah itu tidur lagi, Kak Rossy memang manis, teramat manis. Seandainya saja Rivandra yang memperlakukannya seperti Rossy, Areta menepuk - nepuk kedua pipinya pelan berharap sadar dari fantasi liarnya. Menyiksa memang, semenjak kecupan diam - diam Rivandra kemarin, bibir lembut dan hangat Rivandra sulit ia lupa, bahkan ia ingin lagi, jika awalnya ia benci sekarang berubah ketagihan, ingin dekat. Dari yang ia baca itu wajar saja karena faktor hormonal kehamilannya, tapi tak normal untuk kondisinya yang menginginkan suami Mauren.
Terlalu lelah bahkan untuk mencuci muka, Areta beringsut tidur di kasurnya, meringkuk sambil mengelus perut, seolah tidur berdua dengan anaknya, hatinya bahagia tapi juga sedih, bukan kehamilan dengan jalan seperti ini yang ia harapkan, bukan juga dari Rivandra, bayangan dari kecil mungkin sekitar umur sepuluh tahunan Fabian yang akan menikahinya, hidup bersama, punya baby girl atau baby boy yang gen wajahnya diturunkan dari ketampanan Fabian, dan sedikit darinya.
** Mata Areta memang terpejam, tapi perutnya tak sinkron, malah aktif berbunyi. Beringsut bangun mengalah pada perut, Areta beranjak menuju dapur, berharap ada makanan yang bisa bersahabat dengan rasa mualnya. Areta membuka kulkas besar di dapur bersih, matanya menatap deretan makanan disana, tak ada yang menggugah selera. Termenung sebentar membayangkan apa yang perutnya inginkan, Areta kemudian membuka lemari besar tempat penyimpanan makanan kemasan, meraih mi instan kemasan cup, menyeduhnya segera dengan air panas, menutupnya lagi sesuai instruksi di kemasan dan membawanya ke kamarnya. Aroma mi menguar ke seluruh kamar Areta begitu ia membuka plastik tutup cupnya, tak sabar ia segera melahap mi yang masih mengepul, mulutnya membulat karena kepanasan tapi hatinya senang bukan kepalang
*Tok.. Tok
Suara ketukan di pintu tak ia pedulikan awalnya, sibuk dengan sensasi mi yang ia dambakan, mungkin ini yang dinamakan ngidam atau memang ia hanya lapar. Ketukan tak berhenti, Areta bangkit dari duduknya di lantai, pelan karena ia ingat sedang berbadan dua harus hati - hati bergerak kata Oma.
Areta membuka pintu sedikit saja, hanya cukup untuk bisa melihat siapa yang ngotot ingin menemuinya, iris mata itu bertemu lewat celah yang Areta buka.
“Boleh saya masuk” tanya Rivandra
“Ah iya” sahut Areta, lalu melebarkan bukaan pintunya, meloloskan Rivandra untuk masuk lalu menutup pintunya kembali. Rivandra berjalan masuk ke dalam dengan Areta di belakangnya
“Ada apa Kak?” Tanya Areta
“Saya bawain ini” jawabnya sambil menyodorkan paper bag entah apa isinya, yang pasti Areta menerimanya dengan senyum merekah
“Terima kasih” ucap Areta sangat sopan
”itu isinya vitamin - vitamin sama susu hamil terbaik rekomendasi temen saya, kamu minum yang teratur ya” tambahnya
“Ah iya, terima kasih” ucap Areta
“Sama sama” sahut Rivandra, lalu keduanya hening, salah tingkah.
“K - kalau udah ga ada apa - apa lagi Kakak keluar aja, takut ada yang liat” Areta terbata gugup, entah kenapa
“Kamu udah makan?” Tanya Rivandra tak menghiraukan Areta yang mengusirnya
“Um… Udah, tuh” sahut Areta, matanya menunjuk cup mi instan yang teronggok di lantai
Rivandra menghela nafasnya, “kamu ga boleh sering - sering makan mi instan, ga bagus buat janin kamu”
“Adanya itu yang berkuah, males mau masak lagi, capek” sahut Areta, ia lalu melantai lagi meninggalkan Rivandra yang masih tegak berdiri, namun tak lama Rivandra ikut duduk melantai, memperhatikan Areta yang tengah menyeruput mi dengan lahapnya
“Kan udah dibilang ga boleh makan mi” tutur Rivandra, Areta menoleh sebentar
“Ah iya” sahut Areta, lalu meminggirkan mi cupnya agar tak ia sentuh lagi, Rivandra tersenyum hangat senang karena lagi - lagi Areta menurutinya
“Kamu mau makan yang berkuah? Kalau sop iga atau soto gitu mau?” Tawar Rivandra
Areta menimbang sebentar, ia memang masih lapar, memperburuk perutnya yang terasa kembung
“Boleh, tapi ga pake bawang ya” tutur Areta, sumpah demi apa pun ia benci sekali dengan aroma bawang sekarang. Rivandra tersenyum, entah kenapa ia senang berada disamping Areta
“Masih suka mual ya kalau nyium bau bawang?” Tanya Rivandra lagi, Areta menggangguk lemah
“Pagi ini morning sickness lagi?” Rivandra seolah sedang memeriksa pasiennya dengan teliti
Areta mengangguk, “Tapi pagi ini ga terlalu parah sih” sahutnya
“Ya udah mau saya beliin atau kamu mau ikut?” Tanya Rivandra sambil bangkit dari lantai
“Um… apa ga ngerepotin Kak?” Tanya Areta tak enak hati
“Saya kan udah janji mau merhatiin kamu” sahut Rivandra, “yuk bangun” ucapnya sambil mengulurkan tangan pada Areta. Areta mendadak gugup, tangannya terulur tapi gemetaran
“Pelan - pelan” ucap Rivandra lembut, begitu Areta berdiri sempurna Rivandra refleks memegang pinggangnya
“Jangan terlalu lincah atau pecicilan, inget kamu hamil muda” ucap Rivandra dengan tangan kiri masih di pinggang Areta
“I-iya” sahut Areta gugup, meskipun harus sedikit mendongak karena Rivandra lebih tinggi darinya tapi ia masih bisa melihat manik mata hitam legam pria itu, Rivandra tak kalah nervousnya ia sampai meneguk salivanya berkali kali
“Kakak beli sendiri aku tungguin di dapur aja gimana?” Areta yang tersadar segera mengalihkan pikirannya ke jalur yang benar, khawatir khilaf lagi
“B-baik, saya pergi dulu” sahut Rivandra bak robot, kaku keliatan sekali geroginya.
**Tak butuh lama buat Rivandra mendapatkan dua plastik sop iga, buatnya dan Areta. Sudah agak dingin, Areta memanaskannya dulu, lantas menuangkannya di dua mangkuk, porsi lebih banyak ia berikan untuk Rivandra, karena ia tak ingin makan banyak takut muntah lagi
“Kamu kok makannya dikit?” Tanya Rivandra begitu melihat mangkuk Areta yang hanya terisi setengahnya sementara mangkuknya penuh nyaris luber
“Hehehe.. biar Kakak sehat” sahutnya asal
Rivandra mendengus, “yang harusnya banyak makan itu kamu Areta, saya suapin aja ya biar makannya banyak” ucapnya lantas menyendok sop lengkap dengan nasinya dan mengarahkannya ke mulut Areta, Areta gugup tak juga membuka mulutnya
“Buka mulutnya Areta!” Titah Rivandra, Areta yang jiwa penurutnya mendarah daging patuh membuka mulutnya, “nah gitu” ucap Rivandra senang, benar kata Mamanya, Areta memang penurut, enggak neko - neko, dan cantik.
Areta dan Rivandra tiba - tiba menegang, suara derap langkah terdengar samar, refleks mereka saling pandang seolah saling bertanya apa yang harus dilakukan
“Sini” ucap Rivandra setengah berbisik, menarik tangan Areta untuk mengikutinya menuju ceruk dapur, tepat disamping lemari penyimpanan besar, Rivandra menyenderkan dirinya di dinding, lalu menarik Areta dalam pelukannya
“Suuutt” bisiknya pada wanita yang tengah menenggelamkan kepala di dadanya, Areta bukannya mau begini tapi rasa takutnya tertangkap basah bersama Rivandra lebih besar dibanding rasa gugupnya sekarang. Dalam diam Areta mendengarkan degup jantung Rivandra, teratur tapi cepat, parfumnya, dada bidangnya, ah Areta nyaman begitu pun Rivandra.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Kurnia Hany Aljafar
males liat arneta lemah ga tegas
2025-04-03
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
dah dpt duit 10m mending kabooor buka tuh usaha gedein anak.... biar tau rasa rivanda
2024-01-02
0
Hanipah Fitri
Rivandra sdh mulai jatuh hati
2023-05-25
0