Zara menatap cermin di hadapannya, hatinya kini penuh ketetapan pasti, meski akan terluka tapi inilah keputusan terbaik yang harus ia ambil.
"Masih lama Ra?"suara Revan yang tiba-tiba berada di dekat wastafel mengagetkan Zara.
"Ehm sudah, aku sudah selesai"Zara menjawab gugup.
Revan tersenyum lalu menggandeng tangan Zara kembali ke ruang VIP mereka.
"Kenapa tangan kamu dingin Ra, kamu sakit?"tanya Revan yang merasa terkejut saat memegang tangan Zara yang terasa begitu dingin.
Zara menggeleng pelan.
"Makanlah"melihat Zara yang masih terdiam, Revanpun mengambil kembali piring Zara yang berisi steik dan memotongnya menjadi bagian yang lebih kecil agar Zara dapat menyantapnya dengan mudah.
Zara menatap intens wajah Revan yang tengah asik memotong steiknya.
Jika memang pria di hadapannya memiliki hubungan dengan wanita itu, maka Zara memang harus memutuskan hubungannya dengan Revan.
Sementara di ruangan lain Maharani tengah kelimpungan karena tak melihat putra kesayangannya tak berada di dekatnya.
Di seluruh ruangan sudah ia cari tapi tak juga di temukan Joy.
Awas saja kalau sampai anak itu melarikan diri, geram Maharani.
"Tan, mana Joy, kok dari tadi aku nggak liat"ujar Putri, seorang gadis putri seorang konglomerat yang udah naksir Joy dari masa bangku kuliah.
"Tante juga nggak tau Put, ponselnya nggak aktif, tante juga udah cari tapi kok nggak ada juga tuh anak"Maharani terlihat gundah gulana, rencana memperkenalkan Joy dengan putri teman-temannya kini hilang sudah.
Maharani terbelalak saat melihat Joy dengan santainya, berjalan ke arahnya dengan raut wajah polos tanpa dosa.
"Ah ahh aaww, sakit mom.."Joy meringis saat Maharani mencubit manja pinggangnya.
"Kamu jadi anak bandelnya nggak sembuh-sembuh ya, humm..mau bikin mommy jantungan?"Maharani berucap geram dengan merapatkan giginya.
"Emang salah aku apa mom, aku kan dari kamar kecil, mau pamit tadi mommy lagi sibuk ngobrol"Andra mengusap pinggangnya yang terasa panas karena menjadi sasaran cubitan Maharani.
Melihat raut muka Joy yang nampak kesakitan, Maharanipun timbul rasa penyesalan, lalu memeluk pinggang Joy dan mengusap lembut bagian yang tadi kena cubitannya.
"Maafin mommy sayang, mommy takut kamu pergi lagi"ucap Maharani dengan mimik wajah penuh sesal.
Andra hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Berkali-kali matanya melihat layar ponsel, setelah pesan yang di kirimkan pada Diego tadi belum juga ada balasannya.
Awas aja lu kalau ngacuhin gue Go, umpat Andra kesal dengan tangan mengepal lalu melangkah mengikuti sang mamah meski dengan wajah masam.
Sementara Zara masih terlihat mati kutu di tempat duduknya, otaknya sama sekali belum menemukan alasan tepat untuk memutuskan Revan.
Ayolah Van, lihatlah para gadis sexy itu, goda lah mereka, gumam hati Zara melirik Revan yang tetap fokus pada makanannya.
"Ehmm, cantik-cantik yah mereka"Revan melihat ke arah Zara lalu pandangannya beralih mengikuti pandangan Zara.
Revan hanya tersenyum sekilas lalu meneruskan aktifitasnya.
Zara melirik ke arah ruangan lain, ibu-ibu berdandan serba lux dan saling berlomba memamerkan kecantikan anak gadis mereka.
Rupanya pria yang tadi bertemu tatap dengannya adalah sosok pria yang tengah menjadi incaran para wanita sosialita itu.
Zara melihat wajah Joy yang terlihat tertekan dan rona tak nyaman berada di antara para wanita berkelas yang mengerumuninya.
"Liat siapa Ra?"tanya Revan yang melirik perhatian Zara tampak fokus pada ruangan di sebelahnya.
"Ehm, mereka sungguh beruntung"jawab Zara dengan nada pelan cenderung bergumam pada dirinya sendiri.
Revan mengerutkan kedua alisnya.
"Lihatlah, mereka dengan mudahnya menghabiskan uang begitu banyak untuk perhiasan dan baju yang melekat di tubuh mereka, aku yakin jika di jumlah, harga outfit yang mereka kenakan ratusan juta"ujar Zara.
Revan memandang wanita sosialita yang kini menjadi fokus Zara kekasihnya.
"Mungkin mereka sedang mengapresiasikan diri mereka Ra, kita tidak perlu menghakimi mereka, biarlah mereka menikmati hidup dengan cara mereka sendiri"ujar Revan bijak.
"Tapi aku hanya merasa, hidup sungguh tak adil Van, sementara di luar sana begitu banyak manusia yang menahan lapar, peras keringat banting tulang untuk menghidupi keluarganya agar bisa hidup dengan layak, bahkan perut kosong berhari-hari tanpa sesuap nasi ataupun makanan yang dapat mengganjal perutnya"Zara kini bahkan merasa hatinya panas membara melihat para sosialita di ruangan yang tak jauh darinya.
Teringat kembali masa-masa kelam di mana ia di titipkan pada sang nenek yang sudah renta setelah kematian sang ibunya, tanpa perduli ayahnya meninggalkan mereka demi wanita barunya yang kaya raya.
Zara ke sekolah tanpa uang saku, menjadi buruh cuci piring bahkan di lakukan hanya untuk mendapat uang agar dapat membeli buku dan alat tulisnya, terkadang perutnya menahan lapar karena sang nenek yang seorang buruh cuci belum mendapat uang gajih untuk membeli beras.
Tetesan air bening tak terasa keluar dari sudut matanya, mengingat masa suram hidupnya sungguh terasa luka di hati yang kembali berdarah pedih.
Bahkan saat-saat terakhir kala sang nenek yang menahan sakit karena tak ada uang sepeserpun untuk di belikan obat dan Zara hanya bisa menangis pilu disaat sang nenek menutup mata untuk selama-lamanya.
Revan meraih tangan Zara dengan lembut, hatinya terasa pedih melihat gadis yang amat di cintainya menangis, meski Zara tak pernah menceritakan kisah hidupnya secara detil namun Revan tahu jika kisah hidupnya begitu penuh dengan tangis dan penderitaan.
"Ra, sudahlah kita pergi dari sini jika hanya membuatmu kembali mengingat kisah sedih yang pernah kau alami"ujar Revan sabar.
Zara mengangguk lalu melangkah meninggalkan restoran mewah dengan tangan berada dalam genggaman erat Revan.
"Ra kita ke taman kota dulu ya, masih sore bulan lagi bagus tuh, sayang kalau di lewatkan"Zara akhirnya mengangguk pasrah.
Revan menghentikan mobilnya di area parkir taman kota yang masih banyak pengunjung di sekitar telaga.
Memang khusus akhir minggu, taman kota tutup lebih malam.
Zara keluar dari mobil mendahului Revan yang masih memarkirkan mobilnya tak jauh dari lokasi telaga.
Drtt drtt.
Andra mengambil ponsel dari saku bajunya saat sebuah panggilan masuk dari Juned alias Zain.
"Cepet ah, lambat amat lu"umpat Andra kesal.
"Iya gue sharelok"lanjutnya.
Andra menggaruk kepalanya yang tak gatal, alasan apalagi yang akan ia katakan pada sang mommy jika Juned datang menjemputnya, batin Andra cemas.
"Mom, aku mau ke taman kota bentar, mobil Diego mogok di deket Tamkot"pesan Andra di ponsel, karena jika ijin secara langsung tentu akan ada drama dulu yang akan Maharani lakukan untuk mencegah Andra pergi.
Tak menunggu balasan dari sang mommy karena tak lama Andra mendengar suara deru motorsport milik Juned yang memekakan telinga.
"Ada untungnya juga nih knalpot gini"ucap Andra karena jika tak mendengar suara knalpot yang sudah di modifikasi itu, tak bakal Andra mengetahui kedatangan Juned.
"Kemana kita"tanya Juned dari balik helm fullface nya.
"Aahh kemana aja terserah elu, asal jangan ke akhirat"jawaban polos dari Andra membuat Juned tersenyum smirk.
"Emang lu udah tawar menawar sama malaikat izrail?"tanya Juned lagi, kali ini mendapat toyoran gratis dari Andra.
"Eh amit-amit ye, jodoh, hidup, dan mati adalah takdir, tapi kalau lu mau duluan ya sok atuh, gue mah tar dulu, pengin ngerasain bikin zigot dulu"jawab Andra cuek.
💦💦💦💦
Jangan lupa jempolnya di goyang ya cyiint,,, like koment dan vote nya ....😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments