Diego bangun tidur sudah uring-uringan saat melihat pesan dari Andra di ponselnya.
Bini kesayangan di bawa Andra ke mansion.
"Awas kalau sampai Jessy ku lecet, gantian lu yang gue ukir pake silet"balas Diego, sementara Andra hanya mencebik kesal setelah membaca kalimat balasan dari Diego.
"Mom, aku mau ke apartemen diego dulu, mau balikin bini nya, kasihan udah kejer dari tadi dia"Andra menyambar kunci mobil di atas nakas lalu berlari kecil menuju garasi.
"Inget nanti malam jangan telat ya naak"teriak Maharani dari taman samping mansion.
"Okay mom".
Andra segera melajukan Jessy ke apartemen Diego.
Tampak dari kejauhan Diego tengah berdiri dengan wajah panik.
Ciiiiitt.
Diego berlari menyongsong Andra, lalu memeluk mobil kesayangannya.
"Puihh lebay lu,"ucap Nadra sinis.
"Bodo amat, cup cup"Diego memutari mobilnya dan melihat dengan teliti, takut body mulusnya jadi lecet.
"Lu nggak berangkat kerja lu"tanya Andra mengikuti Diego ke apartemennya.
"Kagak, males gua"jawab Diego.
Sementara di apartemen satu lantai di bawah apartement Diego, Zara tengah berbaring menikmati layanan Dewi yang sedang me ngecat kuku nya.
"Ehm Ra, lu belum putusin si Revan juga?"tanya Dewi.
"Belum, pusing gue alesan apa yang musti gue katakan biar Revan mau ngelepasin gue"Zara terlihat bingung setelah berbagai cara di lakukan agar Revan ilfil padanya.
"Apa lu benci banget padanya?"
"Bukan benci, tapi bagaimanapun caranya gue harus putus sama dia"Zara berucap pasti.
"Apa kurangnya dia sih Ra, cakep, kaya, setia, hormat sama nyokapnya, kalau pria menghormati ibunya sudah pasti ia akan menghormati gadis yang di cintainya"Dewi berucap bijak.
Zara tak bergeming, dan matanya masih tetap terpejam, dengan masker wajah masih menempel di wajahnya.
Suatu saat kau akan mengetahui alasan kenapa aku harus memutuskannya Wi, batin Zara bergumam lirih.
"Udah berapa menit Wi, perasaan muka udah berubah kenceng banget nih"ucap Zara yang mulai gerah.
"Iya udah, sini"Dewi dengan perlahan mencopot masker bengkoang yang sudah terpasang sekitar tiga puluh menit yang lalu di wajah Zara.
Zara menepuk-nepuk kulit wajahnya di depan cermin.
"Gimana bagus kan kerasa di kulit?" tanya Dewi menanyakan produk yang baru di pakai nya.
Sudah kegiatan Rutin, sebelum meng upload ke medsos nya, Zara selalu menyeleksi produk yang meng endorsenya dengan sedikit uji coba, bersyukur kulitnya termasuk bukan kulit sensitif jadi bisa memakai produk kecantikan jenis apapun tanpa harus takut akan menyebabkan kulitnya alergi atau tidak cocok.
"Bagus Wi, kita upload ntar malem"Dewi mengangguk senang, semakin banyak mereka mendapat endorse maka semakin banyak pula pundi-pundi yang akan mereka kumpulkan.
Selain sebagai model, Zara juga menerima berbagai endorse an, dari makanan, baju, make up sampai perabotan rumah tangga pun Zara terima, Zara sadar jika hanya mengandalkan uang hasil dari catwalknya tentu tidaklah cukup.
Jika para model lain mengandalkan wajah dan tubuhnya untuk menggaet pria-pria berkantong tebal untuk di jadikan ATM berjalannya, namun Zara menolak keras jika ada pria ataupun om-om yang ingin menjadikannya sebagai wanita simpanannya.
Zara menggunakan cara cerdas untuk dapat menutupi kebutuhannya sehari-hari juga membayar uang kuliahnya.
Semenjak karir modelnya semakin menanjak, Zara tak ingin membuang kesempatan sia-sia.
Seiring jumlah followersnya semakin bertambah Zara pun menekuni dunia bisnis dengan membuka endorse yang ternyata hasilnya sangat bisa di andalkan untuk meringankan biaya hidupnya, bahkan kini sebuah hunian sudah mampu ia beli, dan satu unit mobil dan motor pun kini sudah di miliki dari hasil jerih payahnya.
Hidup sebagai yatim piatu, Zara harus dapat memuta otaknya agar dapat tetap bertahan di dunia yang keras ini.
"Wi, Revan ngajak dinner malam ini"ucap Zara sambil melihat kayar ponselnya.
Dewi memandang Zara.
"Mungkin inilah saatnya aku harus memutuskannya"nada ucapan Zara terdengar datar dan tenang.
Dewi menghela nafas panjang, entah apa sebenarnya yang membuat sahabatnya itu bersikeras ingin memutuskan tali cintanya, sedangkan Revan adalah pria tipe sempurna untuk di miliki.
"Kau yakin dengan keputusanmu Ra?"tanya Dewi sungguh-sungguh.
Zara mengangguk penuh keyakinan.
"Cepat atau lambat, kami harus berpisah"ucap Zara pasti.
Seperti biasa, Revan selalu di mintanya untuk menunggu di lobi jika mereka akan bertemu.
Zara melangkah pasti, dari depan pintu lift yang terbuka, Zara sudah melihat Revan yang tersenyum manis melihat kedatangannya.
Pria yang begitu mencintainya, enam bulan sudah ia mencoba untuk mencintai pria berhati lembut itu namun hatinya seakan tetap menolak, merasa bersalah Zara pun mencoba berbagai alasan untuk mengajaknya menyudahi hubungan itu.
Dan dua bulan lalu Zara melihat Revan bersama seorang wanita tengah berada di sebuah toko perhiasan, itulah alasan yang membuatnya bertekad bulat untuk menyudahi hubungannya.
"Seperti biasa, kau begitu mempesona Ra"sapa Revan lembut.
"Maaf kalau kau menungguku lama"Zara berucap pelan.
Revan menggenggam tangannya erat dan mengajaknya ke mobil yang sudah terparkir di depan pintu lobi karena petugas valet sudah membawanya.
Zara hanya diam saat Revan menceritakan aktifitasnya selama seminggu.
"Kau makan apa Ra?"tanya Revan lembut.
"Ehm apa aja"Jawab Zara singkat.
Di sebuah restoran mewah Revan menghentikan laju mobilnya.
Seorang pelayan mengangguk hormat lalu menunjukan ruangan VIP yang telah di pesannya.
Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas karena memang khusus untuk sepasang kekasih.
Meja bundar dengan berhias lilin cantik berada di tengah dengan vas bunga berisi satu bunga mawar merah terlihat begitu manis.
Sementara di sebuah ruangan lain yang lebih luas, terlihat beberapa ibu sosialita tengah berkumpul.
Ruangan yang di penuhi dengan canda tawa dan berbagai hidangan mahal tersaji di atas meja makan.
Rupanya mereka tak hanya para ibu sosialita saja karena ada beberapa gadis muda dan cantik ikut bergabung bahkan satu sosok pria dengan tatapan datar dan dingin tengah diam berdiri di sudut ruangan.
Zara sekilas memandang pria berwajah dingin yang menyita perhatiannya.
Untuk kesekian kali Andra menutup mulutnya yang tak henti menguap karena rasa bosan melanda hatinya.
Beberapa gadis berdandan tebal dengan baju sexy terlihat saling berlomba menarik perhatiannya, ingin rasanya Andra muntah lihat tingkah mereka.
Andra membuang pandangannya ke arah lain di mana tatapannya tak sengaja bertemu dengan Zara yang juga tengah menatapnya.
Zara mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menutupi rasa gusar di hatinya.
"Aku ke kamar kecil dulu"ucap Zara lalu melangkah ke luar ruangan menuju kamar kecil yang terletak agak jaug dari ruangan VIP.
"Jangan lama-lama, sebentar lagi pesanan datang"ucap Revan.
Zara menghela nafas berat, di pandangnya cermin di atas wastagel.
Harus bisa, dan harus selesai malam ini, kau harus bisa Ra, putuskan dia malam ini,Zara berucap pelan di hadapan cermin itu, tanpa sadar sepasang mata mengawasinya dari tempat tersembunyi tak jauh dari wastafel tempat Zara berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments