Jangan lupa gerakan jempolnya yaaa...tombol like, dan vote yaa, koment juga bolehhh😘😘😘
💦💦💦💦💦
Zara memandang tajam ke arah Andra yang kini berjalan mendekatinya.
Di tariknya tangan Zara yang tengah berada dalam genggaman Irfan dengan ketus.
Baru Andra sadari alasan kenapa Zara memintanya mengantar ke minimarket, rupanya ia ingin menghindar dari pria berdandan perlente itu.
Dan pria itu pastilah penyebab Zara tak segera memasuki lobi apartemen karena ada dirinya.
"Kenalkan, aku kekasihnya"Andra mengulurkan tangan ke arah Irfan dengan percaya diri.
Irfan menatap Zara tajam, mencari jawaban benarkah pria di hadapan mereka adalah kekasih Zara.
"Ayo sayang, aku antar kau ke atas"Andra menurunkan tangannya karena Irfan tetap tak menyambut ulurannya lalu beralih menarik tangan Zara.
Mereka pun melangkah menuju ke lobi apartemen, beberapa kali Andra menoleh ke belakang namun pria yang menolak di putuskan Zara ternyata masih berada di belakang dan masih memandang kepergian mereka.
"Ish kenapa tu cowok di situ terus, nggak ada kerjaan lain apa"Andra berdecak lirih, sementara Zara hanya melihat dari sudut matanya.
Terpaksa Andra mengantar Zara sampai ke dalam lift.
Zara yang tak ingin Irfan kembali mengejarnya pun mengencangkan genggamannya ke tangan Andra.
Andra yang menyadari hal itupun hanya melirik sekilas ke Zara.
"Ra, apa urusanmu dengannya belum selesai?"bisik Andra tanpa menoleh ke arah Zara.
"Sudah, kami sudah tak ada hubungan lagi"jawab Zara tegas.
"Dia terus liatin kita"ujar Andra dengan nada kesal, karena sampai di pintu lift pun Irfan masih mengawasi mereka.
"Kalau kau sibuk, tidak apa-apa aku sendiri ke atas" jawab Zara.
Namun hati Andra merasa tak tega meninggalkan Zara sedangkan pria itu masih saja melihat ke arah mereka dengan tatapan yang curiga.
Andra merasakan tangan Zara berubah dingin, menandakan hatinya sedang diliputi kecemasan.
"Aku akan mengantarmu sampai apartemen".
Ucap Andra tenang.
Keduanya memasuki lift dengan langkah yang mereka buat setenang mungkin.
Hati Andra mencelos saat di dalam ruangan lift Zara melepaskan genggamannya.
Apartemen yang tidak terlalu besar namun terlihat bersih dan rapih, perabotan pun tertata dengan teratur.
Andra terlihat kikuk, baru pertama kali berada di apartemen seorang gadis.
"Minumlah, hanya ini yang aku punya"Zara menyuguhkan segelas orange juice.
Andra mengangguk pelan.
Pandangannya memindai ke sekeliling ruangan, untuk ukuran seorang model top sekelas Zara, apartemen ini cukup sederhana.
"Maaf tempatku sempit, ini juga kami tempati berdua"
Ucapan Zara sontak membuat Andra gugup, karena Zara memergokinya sedang mengamati keadaan di ruang apartemennya.
"Ehmm aku hanya penasaran pada ruang apartemen seorang gadis, karena ini pertama kalinya aku masuk"Andra mencoba menyusun kalimat agar kegugupannya tak terbaca oleh Zara.
"Aku baru tinggal di sini dua bulan"ucap Zara.
"Ehhm pantas"Andra tak sadar berkata lirih, Diego tak tahu jika Zara Zanita model idolanya tinggal satu gedung dengannya karena Zara baru tinggal dua bulan.
"Pantas apanya?"tanya Zara heran.
"Ehm anu, pantas sepertinya apartemen ini belum banyak perabotannya"jawaban asal, keluar dari mulut Andra.
"Aku membeli apartemen ini dari temanku sesama model, ia pindah ke luar negri meneruskan cita-citanya menjadi model internasional"Zara menjelaskan tanpa Andra minta.
"Lalu kenapa kau tidak ikut bersama temanmu itu, bukannya tinggal di luar negri akan lebih mempermudah jalanmu untuk berkembang di dunia modeling?".
Zara menggeleng pelan.
"Aku ingin tetap tinggal di tanah tempat kelahiranku, banyak kenangan yang tak bisa ku dapat di tempat lain, aku ingin bahagia dan sengsara di negeriku sendiri".
Andra menatap gadis cantik di depannya dengan menelisik, rona wajah yang sekilas terlihat ada kesedihan yang terpendam.
Andra menghela nafas panjang, tak ingin gadis di depannya kembali mengingat masa yang membuatnya sedih.
"Ibuku meninggal sejak aku kecil, saat itulah aku hidup dalam asuhan nenek, kami berdua hidup penuh dengan penderitaan, aku berjuang susah payah agar sekolahku tak putus di tengah jalan, dengan menjadi buruh cuci atau setrika aku jalani, hanya untuk membeli buku dan keperluan sekolahku, untuk makan sehari-hari pun begitu sulit, bahkan di hari-hari terakhir nenek, aku tak bisa membelikan obat untuk menyembuhkan penyakitnya, sementara ayahku pergi dengan seorang perempuan kaya, tanpa perduli apakah anaknya kelaparan atau tidak".
Kedua mata Zara kini berembun.
"Ayah lah yang membuat ibuku menderita, karena godaan wanita kaya itu, membuat ayah tak lagi memperdulikan kami dan akhirnya meninggalkan kami berdua".
"Sejak saat itu, ibu banting tulang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami,nenek yang sudah tua pun terpaksa ikut bekerja menjadi tukang pijit, agar kami bisa makan dengan layak, sering aku di bully di sekolah karena baju seragam yang sudah usang, sepatu dan tas yang penuh dengan jahitan"Zara meneruskan kisah dengan mata menerawang, memorinya seakan sedang memutarkan film yang begitu membekas di hatinya.
"Lalu dengan siapa kau setelah ibu dan nenekmu pergi?"Andra memberanikan diri bertanya.
"Aku hidup dengan orang yang baik yang mau menampungku di rumahnya, aku di usir dari rumah karena rupanya ayah telah menjual tempat kami berteduh satu-satunya itu, sejak saat itu aku selalu berjuang sendiri, setiap minggu aku selalu bekerja hingga malam untuk mengumpulkan uang".
"Bukankah kau tinggal dengan orang yang membantumu?"
Zara mengangguk"Mereka memberiku tempat untuk berteduh dan makan, namun untuk uang keperluan sekolah mereka tak sanggup membantu karena merekapun memiliki beberapa anak yang masih membutuhkan biaya".
Glek.
Andra menelan saliva yang terasa pahit, baru kali ini ia mendengar cerita yang begitu menyayat hati dan menyesakan dada.
"Lalu bagaimana bisa kau menjadi seorang model seperti sekarang ini?"tanya Andra penasaran.
"Sejak di sekolah menengah, aku bekerja di sebuah restoran cepat saji, dan saat itulah ada seorang desainer baju yang tertarik melihatku dan menawarkan aku untuk memperagakan bajunya, dan mungkin karena mereka cocok denganku, teman-teman desainernya juga ikut memakai jasaku untuk mempromosikan baju karya mereka".
Andra manggut-manggut mulai paham.
Zara melihat ke arah dinding, sudah lebih dari satu jam Andra berada di ruangan apartemennya.
Andra yang menyadari hal itupun segera pamit, meski sebenarnya masih banyak yang ingin ia tanyakan pada gadis yang kini menjadi kekasihnya meski hanya settingan saja.
"Aku pamit, sudah cukup lama aku di sini, mungkin mantanmu sudah tidak ada lagi di lobi"ujar Andra.
"Irfan, namanya Irfan"jelas Zara.
Andra mengangguk paham, lalu melangkah menuju pintu apartemen.
"Ehm oiya nanti malam jangan lupa, aku jemput habis maghrib"
Andra berpaling dan mengingatkan Zara agar tidak melupakan janjinya.
Zara mengangguk dengan senyum manis.
Apa-apaan ini, kenapa jantungku tiba-tiba berdebar, Andra menepuk dadanya pelan, membuat Zara menautkan kedua alisnya.
"Kenapa dadamu?"tanya Zara sedikit panik.
"Ehm tidak apa-apa, mungkin asma ku kambuh"jawaban konyol Andra membuat Zara kaget.
Andra melambaikan tangannya sebelum panel lift tertutup.
Zara kini tampak bingung, masa iya cowok ganteng kaya raya bisa sakit asma, batin Zara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments