Setelah adzan subuh berkumandang Zara segera melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan badannya lalu segera menunaikan kewajibannya.
Hanya saat-saat hening seperti pagi ini, Zara bisa lebih fokus dengan semua do'a dan harapannya, kini hatinya terasa tenang setelah menumpahkan semua keluh kesah hiduonya, di bukanya jendela balkon apartemen, segar udara pagi menyapa wajahnya.
Di lihatnya kamar Dewi masih tertutup rapat, di ambilnya ponsel dari atas nakas, pesan dari Irfan hanya di bacanya, begitupun Revan yang sudah mengirim beberapa pesan bahkan panggilan sejak tadi malam tak Zara angkat, karena memang Zara mengaktifkan mode silent ponselnya hingga tak menyadari notif yang masuk.
Udara pagi ini terasa dingin menusuk kulit karena gerimis sejak dini hari membuat kabut menyelimuti sebagian jalanan, rencana olah raga pagi terpaksa Zara urungkan.
Ceklek.
Masih dengan muka bantal, Dewi melangkah keluar dari kamarnya.
"Pagi Ra, tumben nggak lari pagi"sapa Dewi merasa heran karena biasanya Zara rajin melakukan olah raga pagi.
"Males gue, dingin"Zara menautkan kedua tangannya di depan dada.
"Wi tar siang, anter gue belanja yah, kulkas sudah kosong"pinta Zara.
Semenjak dirinya pindah ke apartemen dua bulan yang lalu, Zara hanya berbelanja sekali dalam seminggu dan Zara selalu belanja di pasar tradisional yang terletak tak jauh dari gedung apartemennya.
"Oke, gue mandi dulu ya"ujar Dewi lalu kembali ke kamarnya.
Zara kembali menikmati segarnya udara pagi dari jendela balkon, terlihat hilir-mudik kendaraan bermotor di jalan raya yang terlihat kecil dari atas balkon.
"Ayo Ra, gue dah siap"
"Kita mau belanja ke pasar Wi, bukan di mall"ujar Zara yang kini terkejut melihat dandanan Dewi dengan dres sebatas lutut berwarna krem dan rambut tergerai rapih.
Terlihat cantik dan anggun, namun tidak sesuai jika di pakai untuk bepergian ke sebuah pasar tradisional.
"Ya nggak apa-apa kan Ra, siapa tahu ada pangeran khilaf yang lihat kecantikan gue dan akhirnya tertarik sama gue"ujar Dewi membela diri.
"Ah nggak, ganti, ganti...pake celana panjang, biasanya kalau gerimis agak becek, nggak lucu kan kalau pake gaun tiba-tiba lu jatuh dengan posisi nungging, bisa geger dunia perpasaran"jawab Zara tak kalah.
"Aissh dasar markoneng"umpat Dewi kesal namun terpaksa kembali ke kamar untuk mengganti bajunya.
Zara yang sudah standby dengan kaos oblong dan celana jeans tiga perempat dengan topi hitam menutupi rambutnya yang di kuncir ekor kuda, meski dengan tampilan sederhana namun tetap menggemaskan dan cocok di tubuhnya.
"Nah gitu dong, nggak usah ngarep ada pangeran tampan yang ngelirik, mana ada pangeran ada di pasar, yang ada paling pangeran kodok"kata Zara mencebikan bibir tipis bergelombangnya.
Zara pun melajukan motor matic nya, motor yang ia gunakan jika bepergian dalam jarak dekat.
"Ra, laper nih belum nyarap, kita beli bubur dulu yuk?"Dewi menepuk bahu Zara pelan.
Zara pun mengangguk setuju.
Di sebuah warung bubur ayam mereka berhenti.
Warung sederhana namun banyak pengunjung karena memang terkenal dengan rasa buburnya yang khas dan tempat yang bersih.
"Bang dua mangkok ya"Dewi menyikut lengan sang penjual yang ternyata sudah hapal dengan kedua gadis langganannya.
Tok.
Zara dan Dewi saling pandang melihat bang Ujo menaruh dua mangkuk kosong di atas meja di hadapan keduanya.
"Bang, kok mangkok doang"tanya Dewi protes.
"Lha kan tadi neng yang minta mangkok dua, ya mamang kasih mangkok dua biji"jawaban santai bang Ujo sontak membuat Dewi panas sampai ke ubun-ubun.
"Bang pilih kanan atau kiri nih"Dewi menyingsikan kedua lengan bajunya dan memperlihatkan kedua lengan kerempengnya.
"Nggak usah pamer lengan kerempeng neng, malu sama bangku noh"jawaban Ujo masih tenang.
"Lha apa hubungannya malu sama bangku?" tanya balik Dewi.
"Ya bangku aja yang kekar, di pantatin nggak marah"semakin melotot Dewi pada abang songong yang masih senyam- senyum minta di tabok.
"Sstt udah duduk, makan tuh buburnya"Zara menyikut Dewi agar memakan buburnya yang ternyata sudah di buatkan oleh teman bang Ujo sendiri.
Zara mengayunkan kepalan tangannya ke arah bang Ujo.
"Awas lu, gue santet sekalian bangkrut nih warung"umpat Dewi kesal.
"Stt, ulah kitu, pamali"bisik Zara tenang.
"Tuh si neng yang cantik aja baik hatinya, neng Dewi tuh harus lebih banyak belajar sama neng Zara biar nular aura kebaikannya"
"Bodo amat dah"jawab Dewi ketus,lalu segera menghabiskan buburnya.
Zara hanya mengedipkan matanya ke arah bang Ujo, membuat pria paruh baya itu tersenyum bahagia lahir dan batin.
"Bang ini uangnya, terima kasih ya"Zara keluar dari warung di ikuti Dewi.
"Neng kembaliannya neng tunggu"Ujo berlari mengejar Zara yang sudah memanaskan mesin motornya.
"Udah bang nggak usah"Zara lalu melambaikan tangan ke arah Ujo.
"Duh kalau abang masih bujang mah bakal abang peped terus kamu neng, dunia akhirat abang rela meski jadi yang ke dua asal dengan neng Zara"ucap Ujo sambil mengelus dada, sementara temannya hanya menggelengkan kepalanya.
"Udah Ra, udah banyak nih belanjaan, apa muat ntar kulkas lu"ucap Dewi yang tertatih membawa jinjingan hasil belanjaan.
"Bentar Wi, kita beli buah dulu"Zara menarik tangan Dewi menuju ke ruko yang menjual buah-buahan segar.
Siang yang mulai terik membuat kedua gadis cantik itu terlihat letih dan kusut, keringat membanjiri pelipis keduanya.
"Ra lihat, bukankah itu Ismi"tunjuk Dewi pada seorang gadis yang tengah berjalan sendiri dekat area parkir apartemen Zara.
Zara pun memandang Ismi, hatinya terasa perih melihat wajah sendu sahabatnya itu.
Andai saja mereka masih bersama seperti tahun lalu, penuh canda tawa selalu mereka lalui bertiga, bahkan dalam suka maupun duka, mereka tak terpisahkan, sampai suatu saat, rasa cinta Ismi pada seorang lelaki membuatnya berubah drastis.
Seorang lelaki telah mencuri hatinya, namun cintanya membuatnya buta, Irfan bukanlah lelaki seperti yang ada dalam impiannya, wajah tampan membuat lelaki itu dengan mudahnya bermain hati di belakang Ismi.
Shanum dan Dewi yang menyadari hal itu pun berusaha mati-matian untuk melindungi sahabat terkasih mereka.
Ismi kini telah berubah, cinta membuatnya hilang akal sehatnya.
Persahabatan yang telah terjalin bertahun-tahun akhirnya hancur setelah Ismi marah besar pada Zara karena mengetahui bahwa Irfan ternyata menaruh hati pada sahabatnya itu.
Tanpa di sadari ismi sendiri bahwa di balik Zara memikat Irfan adalah ingin membuatnya sadar dan terlepas dari jeratan lelaki buaya itu.
Ismi tidak menyadari bahwa kedua sahabatnya itu sangat menyayanginya, bahkan Zara rela merasa hancur hatinya kala Ismi menghinanya dengan kata-kata kotor, cacian dan makian yang selalu Ismi lontarkan jika mereka bertemu, Zara hanya dapat menerimanya dengan ikhlas.
Dan kini, meski Ismi melukai fisik dan hatinya namun Zara merasa lega.
Biarlah waktu yang akan menyembuhkan luka hatimu Is,do'a yang tulus selalu Zara panjatkan untuk sahabatnya.
"Coba aja dia nurut kata elu Ra, nggak bakal sekarang dia murung seperti itu hanya gara-gara si Irfan lelaki buaya itu"ucap Dewi kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments