Dewi tersenyum antusias melihat Zara berlenggak lenggok dengan percaya diri di atas catwalk.
Tepukan dari para pengunjung yang sebagian besar adalah para pemuda semakin membuat Dewi bangga.
Sahabat karibnya kini sungguh bersinar, jika dulu Zara di pandang sebelah mata, kini berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat.
Kini Zara telah di puja-puja, para desainer terkenal berlomba mengambil hatinya untuk memakai jasanya agar mau menggunakan karya busana rancangan mereka.
Kerja keras Zara tak pernah sia-sia.
"Mana Andra Go?", tanya juned, Diegopun melengos kanan kiri namun ternyata Andra tak berada di belakangnya.
"Tadi bareng gua ngikutin di belakang"jawab Diego lalu mengarahkan matanya ke arah sosok yang mereka cari.
"Hadeuhh ngapa nyangkut di situ si putri"ucap Juned manggil Andra dengan putri karena mommy Maharani selalu memperlakukan Andra selayaknya seoramg putri.
"Put, putri, ngapain lu berhenti di sini"tanya Juned pada Andra yang kini celingak celinguk kebingungan, karena tak ada cewek di dekat mereka.
"Yang gue maksud putri itu elu samsul"Juned menoyor Andra gemas, tampang dingin nan polos tapi selalu berhasil membuat para kaum hawa histeris.
"Sialan lu,"ucap Andra kesal, tapi tetap saja mengikuti langkah Juned.
Di sebuah ruangan khusus mereka berkumpul.
"Selamat bro, akhirnya lu jadi pengusaha sukses"ucap Diego mengadukan kepalan tangannya ke arah Juned alias Zain.
"Thank's bro"jawab Juned tulus.
"Tumben lu bisa keluar dari istana Ndra?".
"Berkat bantuan sahabat sales profesional kota ini"Andra menepuk bahu Diego bangga.
"Enak aja lu, ganteng paripurna gini di bilang sales"protes Diego kesal.
"Halaahhh, jangan ngaku ganteng kalau malam minggu masih bingung nyari temen nongkrong"ujar Juned.
Diego hanya garuk kepalanya yang tak gatal.
Juned meninggalkan kedua sahabatnya untuk menyapa para tamu undangan.
"Wuaahh hebat si Juned euy, ada acara fashion show segala, ngundang model tenar lagi"ucap Diego penuh bangga.
"Eh Ndra, lu liat tadi Zara zanita, model papan atas, kelas Asia bro dia"tanya Diego.
Andra hanya menggeleng pelan karena memang dia tak kenal siapa itu Zara Zanita.
Diego hanya mencibir kesal.
Merasa suntuk di ruangan yang membosankan itu, akhirnya Andra keluar cafe untuk mendinginkan kepalanya yang kini terasa pening karena suara musik yang terasa me mekakkan telinga dan ruangan penuh asap rokok membuat dadanya sesak.
Sementara di tempat lain tak jauh dari Andra berdara.
Zara masih memandang lekat pada pria tampan di hadapannya, wajah tampan berhati lembut tengah menatapnya intens.
"Sampai kapan kau akan selalu menjauh dariku?"untuk kesekian kalinya Revan di tolak Zara saat akan mengajaknya ke rumah dan memperkenalkannya pada sang ibu.
"Bukan begitu Van, kau tahu ini sudah jam berapa, tak pantas kau pulang malam dengan membawa seorang gadis"elak Zara.
Karena memang saat ini sudah jam sebelas malam.
Revan menghela nafas berat, sungguh tak mudah baginya membawa sang kekasih untuk ia kenalkan pada sang ibu, karena Revan berfikir Zara lah gadis yang nantinya akan di ajaknya ke pelaminan, namun entah kenapa bahkan setelah menjalin hubungan hampir satu tahun, Zara seakan masih meragukan cintanya.
"Maaf Van, aku harus pulang, besok aku ada kuliah pagi"Zara mengurai genggaman tangan Revan.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu, akan aku tunggu sampai kapanpun kamu siap"
Cupp.
Revan meraih puncak kepala Zara dan menciumnya lembut.
"Hati-hati Ra"Revan melambaikan tangannya melepas kepergian hadis yang amat di cintainya.
Zara melangkah menuju mobilnya, di mana Dewi sudah tertidur di samping kursi kemudi.
"Bye, i love you"ucap Revan melepas kepergian mobil Zara.
Andra menghela nafas panjang.
Entah hubungan seperti apa yang gadis itu jalani.
Mungkinkah cinta segitiga yang rumit, atau hanya sekedar drama yang ia mainkan hingga membuat dua pria sekaligus bertekuk lutut memohon cintanya.
Andra menggelengkan kepalanya.
"Kita pulang"Andra menoleh saat Diego datang dan menepuk bahunya.
Dengan langkah terhuyun Diego meraih satu tangan Andra untuk tumpuannya melangkah.
"Habis berapa gelas lu?"tanya Andra.
"Hu um, hanya satu"jawab Diego yang kini tak lagi sinkron antara otak dan mulutnya.
Andra hanya menggelengkan kepalanya saat Diego mengucap kata 'satu' tapi jari tangannya mengacungkan angka empat.
"Pelan bro, kaki gue ketinggalan tuh"tunjuk Diego melihat ke bawah kakinya yang terlepas salah satu sepatu mahalnya.
"Ishh"Andra mengambil salah satu sepatu Diego yang tercecer, lalu kembali menuntunnya.
Inilah mengapa Andra selalu menjaga jarak pada minuman sejenis itu, bukan hanya merugikan diri sendiri tapi juga orang lain akan terkena imbasnya, seperti saat ini, Andra dengan sekuat tenaga memapah tubuh tegap berotot Diego, karena untuk jalan pun tubuhnya akan sempoyongan akibat minuman panas itu.
Dengan langkah tertatih Andra memencet tombol panel lift yang masih tertutup, beruntung malam ini tak ada penghuni apartemen lain yang menggunakan lift itu selain mereka.
Karena sungguh tidak sangat ramah di hidung, aroma nafas Diego saat ini.
Berkali-kali Andra menahan nafasnya, sesak rasa di dada saat mencium aroma minuman laknat dari mulut yang terus meracau tak karuan.
"Ssttt diam lu, brisik bau lagi"Andra membungkam mulut Diego yang terus mecarau tak henti.
Akhirnya setelah perjalanan melelahkan itu, tiba lah Andra di lantai apartemen Diego.
Buggh.
"Aaahhhk"suara pekikan terdengar dari mulut Diego saat tubuhnya membentur sisi pintu apartemennya.
"Sorry bro"ucap Andra santai, sementara Diego meringis sambil mengusap bahunya yang terasa kebas.
Andra membaringkan Diego di atas sofa panjang di ruang tengah apartementnya.
"Oohh shittt"umpat Andra menyadari jika salah satu sepatu kesayangan sahabatnya ternyata tidak lagi berada dalam genggamannya.
Bisa di cekik gue kalau dia bangun sepatunya tinggal satu, gumam Andra keluar dari apartement.
Dengan cemas Andra memencet tombol ke lantai dasar, mungkin sepatu itu tertinggal saat keluar dari mobil di parkiran, pikir Andra.
Matanya memindai area parkir bahkan di kolong mobil pun tak luput dari pencariannya, matanya berbinar saat melihat seonggok sepatu mahal yang tergeletak di depan pintu lobi.
"Tunggu"setengah berlari Andra menuju ke arah panel lift yang hendak tertutup namun tertahan saat Zara kembali menekan tombol nya.
"Thank's"ucap Andra tulus, Zara hanya mengangguk datar, sementara Dewi memandang takjub sosok yang kini berada di antara mereka.
Ya Tuhan, apakah aku sedang bermimpi bertemu dengan dewa Yunani, batin Dewi girang.
Tapi apa ada Dewa yang menjinjing sepatu cuma sebelah, gumam hatinya lagi.
Andai dia bukan Dewa, kenapa bisa se sempurna ini, tatapan Dewi intens memandang Andra yang kini berdiri tepat di depannya.
Ting
Dewi mengangguk ramah dengan senyuman super manis di pamerkan ke arah Andra.
Dingin amat, cibir hati Andra saat Zara sama sekali tak membalas tatapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments