Andra kembali ke dalam kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya, rambut yang tampak masih basah, membuat wajahnya terlihat segar.
Matanya membulat saat baru menyadari bahwa Zara masih tertidur dengan tubuh polos.
Glek.
Dengan cepat Andra menarik selimut lalu menutupi tubuh yang membuat juniornya kini kembali menegang.
Langkahnya cepat menuju lemari pakaian dan mengambil bajunya, lalu mengenakan dengan cepat.
Andra garuk-garuk kepalanya yang tak gatal, otaknya berputar keras, bagaimana caranya memakaikan baju ke tubuh Zara yang nasih pulas.
"Tak ada cara lain"ujar Rangga lirih.
Kedua tangannya gemetar saat satu persatu ia memasangkan dari kain penutup dadanya yang tadi sempat Andra rasakan kelembutannya, dan kini kembali dadanya bergemuruh keras, keringat membanjiri keningnya.
"Huaaahhh".
Akhirnya Andra dapat bernafas lega setelah semua kain terpasang di tubuh Zara.
Setidaknya dia tidak akan berfikir terlalu jauh setelah apa yang aku lakukan, batin Andra berucap lirih.
Toh itu untuk kebaikannya sendiri, bela Andra dalam hati membenarkan tingkahnya yang sama sekali tidak benar itu.
Andra melangkah mengambil sari buah di dalam kulkas, untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
Di teras jendela balkon Andra kini berdiri, ia menutup pintu kaca yang membatasi kamarnya, di pandangnya lagi tubuh yang kini tertutup selimut rapat.
Tangannya mengepal keras, di ambilnya ponsel lalu mengetik pesan pada seseorang.
Sudut mata Andra melirik ke arah kamar saat menangkap gerakan dari balik selimut.
Duh gimana ngomongnya kalau dia nanya, batin Andra tiba-tiba dilanda gugup.
"Sshhhh"desisan keluar dari bibir Zara, tangannya memijit pelipis yang terasa berat.
Matanya menatap ke sekeliling ruangan yang tampak asing baginya.
Zara bangkit dari tidurnya, tubuhnya perlahan bangkit, namun karena rasa pusing di kepalanya membuat tubuhnya kembali terhuyun dan akhirnya kembali terhempas ke ranjang.
Ceklek.
Zara menoleh ke arah sumber suara.
"Kau sudah bangun?"Tanya Andra mencoba bersikap se natural mungkin.
"Di mana kita sekarang kak?"tanya Zara lirih dengan menatap Andra.
"Di kamarku"Andra menjawab tenang.
"Kepalaku pusing"Zara berucap lirih dengan mata terpejam dan menundukan kepalanya.
Andra melangkah ke luar kamar dan mengambil segelas air dingin di kulkas.
"Minumlah"Andra menyodorkan gelas ke Zara.
Namun gadis itu menggeleng pelan.
"Apa ada air bening biasa?"tanya Zara yang memang tak biasa meminum air dingin dari kulkas.
Andra kembali keluar kamarmya dan kali ini ia ke ruang makan.
"Emmh, minumlah, ini air bening hangat"ucap Andra karena memang tadi ia mencampur air di gelas dengan air dari dispencer.
Zara pun meneguknya perlahan.
"Jam berapa ini?"tanyanya masih dengan suara lemah.
"Sembilan".
"Kenapa aku bisa berada di dalam kamar kak Andra?"Zara memberanikan diri mengatakan ganjalan di hatinya.
"Apa kau tak ingat"Andra balik bertanya.
Zara menggeleng pelan.
Setelah menghela nafas panjang, Andra pun menceritakan semua yang telah terjadi pada Zara, kecuali tentunya aksi cara pengobatannya untuk menyembuhkan Zara dari pengaruh obat yang telah ia minum.
Zara diam membisu, entah bagaimana nasibnya jika tidak ada Andra yang menolongnya.
Kini kebencian semakin dalam di hatinya pada Irfan.
"Apa yang akan kau lakukan Ra, apa kau akan menuntut mantanmu itu?"tanya Andra yang dirinya pun merasa geram.
"Entahlah kak, aku masih bingung"ucap Zara.
"Ya sudah, sekarang tidurlah besok baru kita pikirkan selanjutnya".
Zara menggeleng.
"Kak Andra bisa mengantarkan aku pulang?"
Andra diam sejenak, lalu menganggukan kepalanya.
Dengan pelan Andra menuntun Zara menuju mobil yang sudah berada di depan gerbang karena Andra meminta sang penjaga untuk mengantarkan mobil yang akan di pakainya.
Kereta besi itupun melaju dengan kecepatan sedang, menuju apartemen Zara.
"Apa kita berhenti dulu di apotik untuk membeli obat pusing kepalamu Ra?"tanya Andra karena melihat Zara beberapa kali mendesis dengan kedua tangan memegang kepalanya.
Zara menggeleng.
"Aku masih ada tersedia obat pusing yang biasa ku minum di apartemen".
Andra kembali memfokuskan pandangannya lurus ke arah laju mobilnya.
Setelah beberapa menit akhirnya sampailah mereka di depan lobi apartemen.
Dewi berlari menyambut kedatangan sahabatnya, rupanya Zara sudah mengirimkan pesan padanya beberapa menit yang lalu.
"Kenapa dia kak?"tanya Dewi panik karena melihat Zara berjalan dengan terhuyun.
"Besok saja kau tanyakan padanya, sekarang dia butuh istirahat dan berilah dia obat pusing kepala yang biasa di konsumsinya"ujar Andra bijak.
Dewi mengangguk lalu melangakh menuju lift dengan kedua tangan mendukung tubuh Zara.
"Maaf aku tak bisa mengantar kalian sampai kamar"ucap Andra lagi, karena memang Zara tidak pernah mengajak teman pria nya memasuki kamar apartemen, kecuali keadaan terpaksa seperti beberapa hari yang lalu.
Andra kini melajukan sedan hitamnya menuju cafe Juned sahabatnya.
Hatinya begitu geram setelah mendapat informasi dari Juned.
Ciiittt.
Suara gesekan roda sedan Andra memecah keheningan yang sedang terjadi di cafe Juned.
Setelah menutup cafe Juned mengumpulkan seluruh karyawan tanpa kecuali.
Dirinya sungguh tak habis pikir, usaha cafe yang baru beberapa hari di buka ternyata kini harus mengalami sandungan kerikil tajam.
Dari CCTV Juned ketahui bahwa ternyata salah satu karyawannya lah yang telah memberikan serbuk di minuman Zara, dan itupun atas perintah Irfan.
Keadaan ekonomi yang sulit, membuat pemuda itu mau ketika Irfan menyodorkan beberapa lembar uang agar mau membantu melakukan aksi liciknya.
Tak henti Juned menggelengkan kepala dengan rahang mengembung, hatinya begitu geram saat karyawan yang sudah Irfan peralat itu bersimpuh di kakinya agar mau memaafkannya.
"Aku tak berhak menghukummu, masa depanmu terletak di tangannya"ucap Juned sambil memandang Andra yang kini sudah berada di cafenya dengan mata menatap tajam ke pria yang masih bersimpuh di kakinya itu.
"Bangun kau brengsek!!"Andra maju dan mencengkeram krah baju karyawan Juned dan menariknya ke atas.
Tubuh yang terbiasa berolah raga membuat otot tangan Andra dengan mudah mengangkat karyawan Juned hingga terdengar suara batuk tertahan karena lehernya tercekik.
Juned tak dapat berbuat apa-apa melihat karyawannya yang kini berwajah pucat pasi.
"Ndra, tahan Ndra, jangan sampai lu lepas kendali dan mengotori tangan lu, biarkan pihak berwajib yang akan mengurusnya"Juned mencoba menenangkan Andra yang sedang di landa emosi tingkat dewa.
"Tapi cecunguk brengsek ini harus di beri pelajaran"geram Andra.
"Tapi dia hanya suruhan Ndra, Irfan lah yang seharusnya bertanggung jawab atas hal ini"Juned semakin panik karena wajah karyawannya kini semakin pucat bahkan mulai membiru karena nafasnya tertahan cengkraman jemari Andra.
"Uhukk uhukk ghooeekkh"Andra melepas dan menghempaskan tubuh pria itu ke lantai cafe.
Beberapa karyawan lain membantu temannya lalu memberinya minum.
Untung malaikat izrail sedang lengah, kalau lagi santai, melayang nyawa lu Sur.
Juned melihat karyawannya yang bernama Surya itu dengan iba, lalu mengisyaratkan pada karyawan lain agar membawa Surya ke dalam cafe.
Juned menepuk bahu Andra lalu merangkulnya ke dalam cafe, tak pernah ia lihat sahabat yang di kenalnya sejak sekolah menengah pertama itu begitu marah hanya karena seorang wanita, selain saat mengetahui bahwa Shanum, cinta pertamanya ternyata sudah menjadi milik pria lain.
"Selamat bro"ucap Juned dengan senyum smirk.
"Hah!!"
💦💦💦💦💦
Jangan lupa, jempool di goyang cyiiint...
Like, koment dan vote yaa, dan jadikan novel ini salah satu favorit kalian 😘😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments