Milen yang juga kesal dengan Liora, menghampiri istri pertama suaminya. "Kesini kamu." Di tarik paksa tangan liora agar keluar dari ruang kerja.
"Lepas." Liora berontak.
"Bagus kamu, ya. Bisa-bisanya kamu mengambil keuntungan dari masalah ini. Sengaja gak bilang ke saya soal perselingkuhan Reiki biar kamu bisa cerai dan bebas."
"Itu bukan urusan saya, mau dia selingkuh atau gak. Anggap saja ini karma buat kamu karena sudah merebut suami orang."
"Oh, jadi kamu sengaja. Mau balas dendam sama saya." Didorongnya Liora hingga menghantam sebuah cermin yang tergantung di dinding.
Kaca itu pun pecah dan bagian tajamnya mengenai punggung mulus Liora hingga mengeluarkan darah segar. Dia meringis menahan perih dan sakit.
Milen yang geram dengan sikap madunya, mengambil tongkat golf yang ada di dekat pintu ruang kerja. Mengayunkannya pada istri pertama Reiki.
Namun, dengan cepat Liora lari keluar dari sana. Hingga tiba di dekat tangga, Milen berhasil memberikan satu pukulan di kakinya. Ia terjatuh di lantai dalam posisi terlentang. Pukulan kedua berhasil di tangkis Liora. Ditariknya dengan kuat stick golf itu, begitu juga dengan Milen.
Mendapatkan kesempatan, stik golf berhasil berpindah tangan. Tak mau Milen terus menyerang dirinya, Liora menendang wanita itu hingga jatuh dan berguling di anak tangga.
Panik, takut, dan cemas, Liora hendak segera pergi, tapi teriakan Sena yang menyayat hati, membuatnya tak tega meninggalkan wanita itu. Dia kembali ke ruang kerja. Tampak Reiki sedang memukul selingkuhannya itu sampai babak belur.
Tanpa pikir panjang, diam-diam Liora mendekat dan mengayunkan stik golf. Memukul kepala Reiki bagian belakang hingga suaminya itu jatuh tersungkur.
"Ayo, kita pergi!" Dengan nafas memburu, Liora mengajak Sena keluar dari rumah.
"Sa-saya pakai baju dulu."
"Cepat. Saya akan periksa kondisinya Reiki dan Milen di bawah."
Sena mengangguk cemas. Berlari ke kamar Liora untuk memakai pakaian. Setelahnya dia keluar dan menuruni anak tangga. "Gimana dengan dia, Mbak?" Dia bertanya tentang keadaan Milen.
"Sepertinya Mati," jawab Liora.
Sena membekap mulutnya tak percaya.
"Ayo, kamu ikut saya." Ditariknya tangan Sena agar mereka segera pergi dari rumah mewah itu.
\=\=\=\=\=
Selama di dalam mobil, Liora maupun Sena membisu beberapa saat. Mencerna apa yang sudah terjadi barusan.
"Gimana dengan Reiki, Mbak?" tanya Sena. Dia ingin memastikan keadaan pacarnya meski dirinya sudah dibuat bonyok.
"Dia cuma pingsan," jawab Liora. Wanita itu masih dapat mengemudi dengan tangan gemetar.
"Terus sekarang kita kemana?"
"Rumah Sakit."
"Kalau orang-orang tanya gimana?"
"Bilang aja kalau kita dianiaya sepasang suami istri."
"Mbak gak takut kalau masalah ini sampai ke polisi?"
"Gak. Kita cuma membela diri. Kalau sampai kita berurusan dengan pihak berwajib, kamu mau bekerja sama dengan saya?" Liora menatap Sena dengan wajah dinginnya.
Sena mengangguk cepat. "Karena Mbak sudah menyelamatkan nyawa saya, saya akan ikut apa kata Mbak."
"Bagus. Artinya saya gak akan menyesal sudah menolong kamu tadi. Dari sini kita obati luka dulu. Setelahnya jangan cerita ke siapa-siapa soal kejadian tadi."
"Baik, Mbak."
"Kita tunggu apa yang akan terjadi besok."
"Tapi kalau kita jadi tersangka gimana?"
"Jangan takut! Serahkan semuanya sama saya. Asalkan kamu ikuti apa yang saya katakan kita aman."
"Oke, Mbak. Saya percaya sama Mbak."
"Saya juga pegang ucapan kamu."
Setelah mengobati luka-luka mereka di klinik 24 jam, Liora mengantarkan Sena ke apartemennya. Dari sana dia kembali ke cafe.
"Mbak, gak papa?" tanya para karyawan yang menunggunya pulang.
"Gak papa."
"Mbak kenapa?"
"Saya dipukuli Reiki."
Merasa khawatir melihat atasan mereka yang berjalan dengan kaki pincang, para karyawannya itu mengantarkan Liora ke lantai tiga. "Kalian mau pulang?"
Dua karyawannya mengangguk.
"Bisa temani saya di disini?"
Aldi dan Susi saling tatap.
"Saya telpon ibu dulu mau izin gimana, Mbak," kata Susi.
"Boleh, kalau perlu nanti saya yang bicara."
"Gak usah. Ibu saya pasti percaya. Cuma mau bilang aja gak pulang malam ini."
"Saya akan telpon karyawan cowok lain buat ikut nginap di sini. Kami akan tidur di kamar bawah."
"Makasih. Saya takut kalau Reiki datang."
Aldi mengangguk paham dan turun ke lantai dua. Di sana ada kamar khusus untuk karyawan.
Di atas kasur, Liora tak dapat memejamkan mata sedikit pun. Hatinya merasa resah dan gelisah setelah membuat Milen kehilangan nyawa. Namun, dia terus meyakinkan diri kalau ia melakukan itu semua tak sengaja. Tak berniat mencelakai atau membunuh. Hanya sekedar untuk membela diri.
Otak cerdasnya bekerja keras dalam menemukan cara untuk membebaskan diri dari tuduhan pembunuhan jika nanti masalah tadi sampai pada pihak yang berwajib.
\=\=\=\=\=
"Mbak," panggil Susi.
Liora mengerjapkan matanya. Terasa perih ketika terkena sinar matahari. Semalam dia begadang hingga jam lima pagi. Setelah melakukan sholat subuh, barulah dirinya merasa sedikit tenang dan terlelap. "Jam berapa sekarang?"
"Jam Sepuluh pagi, Mbak."
Liora mendudukkan dirinya.
"Ini saya sudah siapkan sarapan dan minuman. Dihabiskan, ya, Mbak."
"Makasih, Sus."
Susi hanya tersenyum. Hatinya merasa iba melihat wanita itu luka-luka dan memar.
"Kamu belum pulang?"
"Nanti kalau sarapan Mbak sudah habis."
"Cafe kalian buka?"
"Iya. Anak-anak tetap mau buka cafe. Tapi Mbak tenang aja, kami akan tangani semuanya. Hari ini Mbak istirahat aja." Susi berdiri hendak turun.
"Sus," panggil Liora.
Susi berbalik. "Ya, Mbak."
"Nanti tolong ganti perban luka saya sekalian oleskan salep obatnya."
Susi mengangguk setuju.
Setelah sarapannya habis, wanita bermata teduh itu memberikan obat yang semalam ditebusnya di apotik klinik pada Susi.
"Kalau sakit bilang, ya, Mbak," kata Susi.
Liora hanya mengangguk.
"Kenapa Mbak gak lapor polisi? Ini lebih parah dari biasanya."
"Saya butuh waktu buat menenangkan diri, Sus."
Susi mengerti.
"Sus, bisa bantu saya?"
"Apa itu, Mbak?"
\=\=\=\=\=
Puri dan Joko sepakat untuk melaporkan kasus kematian Milen pada pihak yang berwajib. Reiki pun setuju karena dia yakin Liora atau Sena lah yang membunuh istrinya itu.
"Pokoknya kasus ini harus diusut tuntas," kata Joko.
"Pasti, Pa," jawab Reiki. "Aku pastikan Liora mendekam di penjara." Dia menutupi cerita yang sebenarnya pada sang mertua.
Setelah Milen dimakamkan mereka langsung membicarakan masalah ini pada kuasa hukum.
"Besok saya akan masukkan laporan ke kantor polisi," ujar Kani si pengacara.
"Kalau bisa desak pihak polisi agar secepatnya kasus Millen ditangani," ujar Malik.
"Baik, Pak. Kalau begitu saya balik dulu dan siapkan laporannya."
"Silahkan!" Reiki melepas kepergian kuasa hukumnya. "Ma, Pa, aku ke kamar dulu."
"Iya, sana kamu juga pasti masih shock. Jadi tenangkan diri dulu," ujar Lena.
"Makasih, Ma."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
🌹🌹QUEENOCEAN🌹🌹
Waduh... kok ceritanya kayak drama di ikan terbang..
2022-10-22
1
Zeni Supriyadi
dasar laki" pengecut gak berani bilang yg sebenarnya ke ortu dan mertuanya
2022-09-27
1