Drama 10

"Saya rasa kasus ini berkaitan. Jadi sebaiknya kita mintai keterangan terlebih dahulu dari kedua orang itu."

"Baik, Ndan."

"Siapkan surat panggilan dan langsung dikirim. Besok kita ke-TKP."

"Siap, Ndan," jawab bawahan Wafi serentak. 

"Bagian forensik apakah sudah turun untuk pengambilan jenazah agar segera di otopsi?"

"Hari ini kami baru mendapat surat izin penggalian makam saudara Milen dari keluarganya, Ndan. Besok pagi proses akan dilakukan."

"Bagus. Untuk hari ini rapat selesai. Jika ada perkembangan harap laporkan segera ke saya. Kasus kali ini saya akan terjun ke lapangan." 

"Siap, Ndan," jawab para polisi serentak. 

Semua jajaran kasat reskrim membubarkan diri dari ruang rapat. 

Tiba di kantornya, Wafi menghubungi Liora. Ingin mengabarkan pada wanita itu kalau penyidikan mulai berjalan. Namun, karena panggilannya tak di angkat, dia memutuskan untuk menemuinya di cafe. 

"Saya keluar makan siang dulu," kata Wafi pada ajudannya. 

"Baik, Ndan."

Dengan langkah tegap polisi muda itu keluar dari gedung kepolisian menuju mobilnya. Selama di perjalanan, ponselnya berdering. Tertera di layar nama Liora, gegas Wafi menjawab. "Hallo."

"Hai, sorry tadi saya gak bisa jawab telepon kamu," kata Liora di seberang sana. "Cafe lagi ramai banget jadi aku harus bantu-bantu."

"Bukannya kaki kamu masih sakit?"

"Gak papa, tadi sudah minum obat pereda nyeri kok."

"Aku lagi di jalan mau kesana. Kita lanjut ngobrolnya di sana aja. Gak baik telponan pas nyetir."

"Ooh, maaf saya gak tau."

"Gak papa. Aku tutup dulu."

"Siap, Ndan."

Wafi tertawa sambil menggelengkan kepala karena ucapan wanita itu. Ia merasa senang dan lucu. Tak butuh waktu lama, roda empat yang dikemudikannya sampai di area parkiran cafe. Lekas pria itu turun dan masuk. Tiba di dalam tampak Liora kesulitan membawa pesanan pelanggan. 

Wanita itu sepertinya tak seimbang hingga hampir jatuh, Wafi dengan sigap menangkap nya. "Hati-hati."

"Ah, terima kasih. Untung ada kamu makanannya gak jadi tumpah."

Aldi gegas menghampir atasannya. "Gak papa, Mbak?"

"Aku udah gak sanggup, Al. Kakiku masih nyeri ternyata."

Aldi mengambil alih nampan dari tangan atasannya "Mbak, istirahat aja. Jangan ikut sibuk lagi."

"Makasih, ya."

Dibimbing Wafi, Liora menuju lantai tiga.

"Ada apa kesini?" tanya Liora.

"Rencananya mau makan siang, tapi lihat ada cewek cantik kesusahan jalan saya jadi gak tega."

Wanita yang memiliki tinggi 165 cm itu menaiki anak tangga dengan kaki pincang. Membuat Wafi merasa gemas hingga diputuskan untuk menggendongnya. 

"Eh, eh, kok saya di angkat." Liora sedikit kaget. 

"Lama, bisa-bisa saya terjebak di tangga ini sama kamu."

"Hahaha."

"Kenapa ketawa?"

"Lagian ngapain mau bantu saya?"

"Sebagai laki-laki sejati saya gak mungkin biarkan kamu menahan rasa sakit lebih lama."

"Ternyata sebagai polisi kamu punya profesi lain, ya?"

"Apa?"

"Tukang gombal."

Wafi menggeleng tegas. Tiba di lantai tiga, Liora didudukkan di atas sofa kecil. "Ada batu es? Biar saya bantu kompres." Mereka duduk saling berhadapan. 

"Ada, tapi di bawah. Sebentar, saya telpon Aldi buat antar." Liora merogoh HP nya dari dalam saku celana. "Mau pesan makanan sekalian?"

"Boleh." Wafi meletakkan kaki kanan wanita itu di atas pahanya. 

"Mau apa?"

"Terserah kamu." Polisi itu membuka balutan perban di kaki Liora. Masih tampak lebam tapi sudah berkurang dari terakhir yang dilihatnya. "Kapan ke dokter lagi?"

"Hhhmm besok kalau gak salah. Kenapa?"

"Gak papa. Penyidikan sudah mulai berjalan. Kamu dan Reiki akan dipanggil sebagai saksi. Saya harap kamu sudah siap."

Senyum simpul terbit di bibir Liora. "Oke, saya akan menyiapkan mental."

"Kamu tampak percaya diri sekali."

"Karena saya gak bersalah."

"Baiklah."

Aldi tiba membawa makanan untuk Wafi dan sekantong batu es. 

"Makasi, Al," ujar Liora. 

"Iya, Mbak, saya kebawah lagi."

"Kalau memang begitu sebaiknya kita jaga jarak," kata Liora. 

Wafi menatap wanita itu. "Kenapa?"

"Saya gak mau nanti dikira orang kita punya hubungan spesial. Bisa-bisa kamu akan dituduh membela saya."

"Tenang saja. Saya bisa menempatkan diri dan profesional."

"Itu kata kamu. Kata orang dan atasan kamu nanti gimana?"

"Saya bukan tipe orang yang peduli akan ucapan orang lain. Selama saya benar maka saya gak akan takut." Wafi berkata sambil menempelkan batu es tadi di kaki Liora. Sesekali dia menyendok makanan ke dalam mulut.

"Tapi saya gak bisa. Saya takut nama baik kamu jadi tercoreng."

"Percaya sama saya."

"Tapi-"

"Sssuutt! Dari pada kamu ngomong terus mendingan suapin saya."

"Eemm, biar saya kompres sendiri kaki saya." 

"Oke, deh." Wafi memberikan kantong es yang ada di tangannya pada Liora. Dia pun berpindah duduk dekat meja agar bisa dengan mudah menikmati makanan. Setelahnya dia kembali duduk di posisi semula. Memasangkan perban elastis baru di kaki wanita incaran. 

"Makasih."

"Sama-sama, saya senang bisa membantu."

"Tapi saya beneran, setelah ini sebaiknya kita jaga jarak."

Hanya senyum simpul yang diberikan polisi itu. "Saya balik ke kantor, ya. Kamu istirahat saja."

"Hati-hati."

"Oke."

\=\=\=\=\=

Pagi ini, IPDA Alfinra dari kepala urusan identifikasi menuju rumah Reiki untuk memeriksa tempat kejadian perkara kematian Milen. Tiba disana dia langsung memberikan surat perintah pada pemilik rumah agar di izinkan masuk. 

"Rumah sebesar ini apa akan disisir semua, Pak?" tanya Reiki. 

"Karena kejadian sudah berlalu dan rumah Anda pastinya sudah dibersihkan, terpaksa kami harus memeriksa setiap sudut," jelas Alfin. 

"Baiklah kalau begitu, silahkan." Reiki pasrah kalau rumahnya akan di acak-acak polisi. Selama pemeriksaan berlangsung dia diminta menunggu di ruang tamu. 

Satu jam berlalu, Kepala Unit Identifikasi (KAUR) tadi menghampirinya. "Sepertinya anggota saya butuh waktu untuk menyisir TKP. Jadi, saya harap Bapak bisa meninggalkan rumah sementara waktu sampai kami selesai mengumpulkan barang bukti."

"Artinya rumah saya bakalan di kasih garis polisi dong?" tanya Reiki. 

"Bisa dibilang begitu. Kenapa, Pak?"

"Malu lah, Pak. Nanti para wartawan tau lagi dan kasus ini sampai ke publik. Saya gak mau."

"Kalau begitu kasus ini kita tutup saja."

"Gak bisa gitu dong, Pak,” resah Reiki.

"Ya, sudah silahkan tinggalkan TKP jika ingin kasus ini kami proses."

"Iya." Reiki beranjak dari sana. Diantar oleh seorang polisi hingga ke mobilnya. 

Kepergian pria itu, Ipda Alfin menghubungi komandannya. "Sepertinya kami kesulitan untuk bisa menemukan barang bukti, Ndan. Rumah sudah dibersihkan pasti beberapa sidik jari sudah tertutupi dengan sidik jari penghuni rumah."

Terpopuler

Comments

Ririn Endang S

Ririn Endang S

Buat authornya tak acungin 👍👍

2022-12-01

1

Santi Prasmanawati

Santi Prasmanawati

aduh pak komandan wafi cwok sejati banget deh,semoga berjodoh sama Liora ya....semoga aja kejahatan reike cpt k bongkar biar Liora hidup bahagia

2022-10-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!