Tiba di Jakarta, Wafi mengantar Liora sampai kedalam cafe. Di sana ia pun diajak duduk dulu untuk melepas penat.
“Mau minum sesuatu?” tanya Liora.
“Kopi boleh deh,” jawab Wafi.
“Oke, tunggu sebentar aku bikin dulu.” Liora beranjak ke dapur cafenya tak lama dia pun keluar dengan secangkir kopi spesial.
“Makasih.”
Liora yang sudah duduk di kursi, mengangguk sambil meregangkan kakinya.
“Capek?”
“Lumayan. Ini pengalaman pertama aku keliling naik motor.”
“Oh, ya? Tapi seru gak?”
“Seru banget.”
“Lain kali mau aku ajak lagi.”
“Boleh. Tapi jok motornya bisa turunin dikit gak? Tinggi banget bikin aku encok.”
“Hahaha … belum tua sudah encok.”
“Sakit pinggang itu gak pandang umur.”
“Oke, besok aku stel motornya biar kamu nyaman.”
Liora tersenyum.
“Oh, ya, Li, besok kalau Reiki datang dia bakalan diperiksa sebagai tersangka.”
“Bagaimana, ya, aku gak tau harus bereaksi seperti apa. Sebaiknya jangan bahas soal itu. Seperti yang kamu bilang, kamu profesional jadi tempatkan dimana kamu berada.”
“Oke, sorry. Aku gak akan lagi mencampur adukkan masalah di kepolisian. Mulai sekarang ketika kita berdua aku akan bahas hal lain saja.”
“Itu lebih baik.”
Wafi melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. “Sudah malam, aku pulang dulu. Makasih kopinya.”
“Sama-sama. Makasih juga sudah ajak aku refreshing hari ini.”
Keduanya sama-sama berdiri. Liora pun mengantar Wafi sampai area parkiran.
“Sampai jumpa minggu depan.” Wafi berkata setelah di atas motor.
“Iya. Daa.”
Wafi melambaikan tangan setelahnya dijalankan roda dua menuju kediaman. Liora pun kembali masuk ke dalam cafe.
\=\=\=\=\=\=
Reiki dan kedua orang tuanya sedang asik menikmati sarapan pagi mereka dalam tenang. Tiba-tiba sang asisten rumah tangga datang mengatakan kalau di depan rumah, mereka kedatangan tamu dari pihak kepolisian. Gegas mereka semua beranjak dari sana.
“Selamat Pagi,” sapa anak buah Wafi.
“Selamat pagi,” balas Reiki. “Ada apa, ya, Pak?”
“Saudara Reiki, Anda kami tetapkan sebagai tersangka atas kasus yang Anda laporkan satu bulan yang lalu. Sekarang, Anda kami tahan.”
“Loh, apa-apaan ini, Pak? Kok malah saya yang ditangkap?” elak Reiki.
“Anak saya gak mungkin membunuh istrinya.” Lena berkata sambil menarik sang putra agar tak dibawa oleh pihak yang berwajib.
“Anda bisa berikan keterangan nanti di kantor. Sekarang ikut dengan kami.” Alfinra ingin memasangkan borgol di kedua tangan suami Liora itu. Namun, Reiki menghindar.
“Mana surat tugas dan surat perintah penangkapannya?” tanya Reiki.
IPTU Satya memberikan surat-surat tersebut yang mencantumkan identitas orang yang akan ditangkap secara jelas. Surat itu juga menyebutkan alasan penangkapan dilengkapi dengan uraian singkat tindak pidana yang diduga dilakukan Reiki.
“Pak, ini pasti ada kesalah pahaman,” ujar Malik.
“Penyidik sudah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi. Kami anggap cukup untuk menetapkan saudara Reiki sebagai tersangka,” terang IPTU Satya.
“Ma, Pa, aku gak bersalah dan aku gak mungkin bunuh Milen,”seru Reiki. Wajahnya tampak tegang dan panik.
“Mari ikut kami ke kantor.” Alfinra akhirnya memasangkan juga gelang besi di kedua tangan Reiki dan menuntunnya masuk kedalam mobil polisi di dampingi anak buahnya.
“Ma, Pa, panggil pengacara. Aku yakin aku gak bersalah.” Reiki bersorak sebelum pintu mobil tertutup.
Lena dan Malik terkejut akan penangkapan sang putra. Mereka tak percaya kalau Reiki akan ditetapkan sebagai tersangka. Bagaimana bisa? Padahal selama ini anaknya itu sangat yakin kalau Liora-lah yang sudah membunuh Milen sang menantu kesayangan.
“Pah, gimana ini?” Tangis Lena pun pecah. “Mama gak sanggup kalau Reiki harus mendekam di penjara. Anak kita gak bersalah, Pa.”
Malik memeluk istrinya itu, mengusap punggung Lena dengan lembut agar merasa tenang. “Mama jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Bisa saja polisi salah duga. Sekarang Mama tenangkan diri di rumah biar Papa susul Reiki ke kantor polisi sama kuasa hukum kita.”
Lena mengangguk setuju.
\=\=\=\=\=\=
Loira memasang kaca mata hitamnya dan menutup kaca mobil setelah iringan mobil polisi yang membawa suaminya keluar dari pekarangan rumah sang mertua. Senyum licik tersungging di sudut bibirnya.
“It’s show time,” ujarnya sambil melajukan mobil menuju kediaman orang tua Milen.
Tiba di sana, wanita itu memasang raut wajah sedih. Ditekannya bel agar si pemilik rumah datang membukakan pintu.
“Siapa?” tanya ART.
“Saya Liora. Bisa ketemu Ibu Puri?”
“Mari silahkan masuk.” Art di rumah itu mengajak Liora duduk di sofa ruang tamu. “Tunggu sebentar saya panggilkan dulu.”
“Terima kasih.”
Tak lama, orang yang ingin ditemui nya pun muncul di hadapan. Liora langsung berdiri untuk menyapa.
“Untuk apa kamu kesini?” Puri bertanya dengan muka marah.
“Tante, kedatangan saya kesini ingin meminta maaf,” kata Liora dengan sendu.
“Maaf? Kamu pikir setelah membunuh anak saya kata maaf itu bisa mengembalikanya.”
Liora menutup mulutnya dengan satu tangan. “Tante, apa tante gak tau kalau Reiki ditetapkan sebagai tersangka!?”
“Apa?” Mata puri terbelalak mendengar berita itu. Ia pun duduk di depan madu anaknya. “Apa maksud kamu?”
Liora pun kembali duduk. “Tante, sebenarnya bukan saya yang mencelakai Milen. Tapi Reiki lah yang membuatnya jatuh dari tangga.”
Wanita berusia 60 tahun itu memegang dadanya. Puri merasa sesak. “Tapi katanya kamu yang sudah membunuh putri saya.”
“Dia berbohong karena dia ingin menutupi perselingkuhannya.”
“Selingkuh?”
Liora mengangguk lalu dia berpindah duduk ke samping Puri. Menggenggam tangan wanita itu. “Saya akan ceritakan kejadian yang sebenarnya kalau Tante siap.”
Puri menghela nafas dalam. “Saya siap, tapi saya panggil papanya Milen dulu. Dia juga berhak tau.”
“Baik, Tante. Saya akan tunggu di sini.”
Kepergian ibunya Milen, Liora pun tertawa jahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments