“ Akhirnya Mama akan segera mendapatkan cucu, ” ucap Caden girang, sambil menjunjung alat tes kehamilan setinggi mungkin. Caden mendekati Yamuna, menunjukkan alat tes kehamilan, “ Kamu juga harus cepat memberikan Mama cucu. Biar nanti rumah ini menjadi ramai dengan kehadiran cucu-cucu Mama. ”
Yamuna hanya bisa tersenyum paksa. Kedua mata menatap tawa kegembiraan di raut wajah keluarga barunya itu. Namun ada satu hal membuat hatinya terus bertanya-tanya.
‘ Apakah mereka semua yang tadinya menyemangati dirinya adalah benar-benar orang yang baik. Karena tadi aku sempat mendengar mereka akan pergi ke sebuah Restauran mewah, sedangkan ini adalah malam pertama Ayah meninggal dunia. Dan seharusnya semuanya berduka, bukan untuk pergi bersenang-senang. Tante juga menyuruhku untuk segera memiliki anak agar rumah ini ramai. Apa mereka semua akan tinggal di rumahku? Kalau mereka semua tinggal di rumahku, lantas buat apa mereka memiliki rumah? ’
Karena merasa senang Caden berdiri menghadap anak dan menantunya sedang duduk di sofa. Kedua matanya segara bergantian menatap wajah anak dan menantunya, “ Bagaimana kita rayakan ini di Restauran bintang lima? ” Caden memukul pelan dadanya, melanjutkan ucapannya, “ Biar Mama saja yang mentraktirnya. ”
Yamuna bukan iri atas kebahagian Kakak iparnya mengenai kabar kehamilan anak pertamanya. Tapi menurut Yamuna untuk merayakan itu semua saat ini tidaklah tepat baginya. Terlebih lagi dirinya masih berduka atas kepergian Ayah tercinta.
Yamuna berdiri, tatapan serius tersirat di raut wajahnya saat menatap Ibu mertuanya tersebut, “ Maaf tante, apa tidak sebagusnya perayaan atas kehamilan Kak Dara kita tunda dulu sampai 40 hari kepergian Ayah. Soalnya Yamuna masih sangat terpukul dan bersedih hari ini.”
Dara berdiri, “ Kan kamu yang bersedih bukan aku!” ucap Dara terdengar tidak senang kepada Yamuna.
“ Tapi aku masih berduka. Kenapa Kakak tega bersenang-senang di atas hatiku yang sedang hancur dan rapuh,” sahut Yamuna sedih.
Dara menarik tangan Caden, “Tante, coba kamu lihat menantu baru kamu. Masa dia mau membatalkan perayaan atas kehamilan Dara!” tangan kanan mengarah pada Yamuna, “ Kasih tahu dia untuk bersikap baik kepada Kakak Iparnya,” rengek Dara sekali lagi.
Caden memeluk tubuh Dara, “Sudah kamu jangan bersedih seperti ini. Kita akan tetap pergi kok,” Caden melirik tajam ke Yamuna, “Kamu tidak boleh seperti itu ya, Yamuna. Bagaimana jika bayi di dalam kandungan Dara merasa tertekan akan sikap kamu!” ucap Caden mengelus perut langsing Dara.
Hati Yamuna semakin hancur saat mertua membela Dara. Seharusnya sebagai seorang mertua harus bisa adil kepada menantunya, dan seharusnya bisa melihat mana waktu baik buat merayakan kabar baik dari Dara.
Yamuna gadis baik dan polos mulai mengeluarkan semua isi hatinya, tangan kanan Yamuna memegang dadanya, air mata perlahan menetes membasahi kedua pipinya, “Aku tahu kalau Kak Dara ingin merayakan kebahagiaan ini, tapi boleh tidak jangan malam ini. Tapi kalau tante dan yang lainnya mau pergi untuk merayakannya aku tidak masalah!” Yamuna berbalik badan, kedua tangan menyeka kasar air mata di kedua pipi cantiknya, “ Aku bisa sendiri di sini kok! ” kedua kaki Yamuna melangkah pergi menuju lantai dua.
Farran berdiri, tatapan suram mengarah pada Dara, " Kamu! ” bentak Farran kepada Kakak iparnya. Farran ikut melangkahkan kedua kakinya mengikuti Yamuna.
Dara dan Caden kembali duduk. Melihat menantunya berwajah masam Caden membelai rambut bagian belakang Dara, “Sudah kamu jangan cemberut seperti ini dong. Kasihan bayi kamu nantinya,” rayu Caden lembut kepada Dara.
“ Lagian kalian ini apaan sih. Sudah tahu Yamuna lagi berduka kalian masih saja sibuk mau pergi makan malam dan merayakan atas kehamilan Dara! ” sambung Garda kesal, kedua mata beralih ke Caden, “ Mama lagi! Seharusnya Mama juga harus mengerti jika Yamuna masih berduka. Kalian berdua sibuk mau pergi hari ini seolah-olah besok akan terjadi kiamat! ” Garda berdiri dengan kesal, “Lagian aku masih meragukan itu anakku atau bukan!” sambung Garda kesal, kedua kaki melangkah pergi dari ruang tamu menuju lantai dua.
Tidak ingin membuat Dara merasa kecewa dan sedikit terbebani dengan pikiran Garda atas mengenai anak di dalam kandungan Dara. Caden mengelus kedua lengan Dara, “Kamu yang sabar ya Dara. Garda orangnya memang seperti itu, suka menuduh tanpa bukti.”
Dara menundukkan wajahnya, ari mata perlahan menetes. Hatinya terasa sakit saat mendengar Garda berkata seperti itu. “ Apa sebaiknya aku gugurin saja? ” tanya Dara pada Caden.
“ Eh jangan! ” tangan kanan mengelus perut ramping Dara, “ Mama sangat yakin jika bayi yang kamu kandung itu adalah darah daging dari Garda. Ini cucu pertama Mama loh! Kamu harus menjaganya dengan baik, ya! ” bujuk Caden agar Dara tidak berbuat nekad dengan bayi dalam kandungannya.
.
.
✨✨Depan pintu kamar Yamuna✨✨
Tok!tok
“ Yamuna tolong bukain pintunya dong! ” panggil Farran dari depan pintu kamar Yamuna.
“ Kenapa dek? ” tanya Garda berjalan mendekati Farran.
“ Buat apa kamu ke sini! ” tangan kanan mengarah ke lantai satu, “ Pergi sana urus mulut Istri kamu yang terlewat batas itu. Baru hamil saja sudah ingin minta dirayakan, belum lagi anak itu keluar nantinya, ” ucap Farran kesal mengingat sikap Dara.
“ Tapi Mama juga salah di sini, buat apa Mama tadi menuruti semua keinginan Dara, ” tangan kanan melambai, “ Sudah lupakan saja. Masa gara-gara mereka berdua kita harus berdebat. Sekarang bagaimana dengan Yamuna. Apa dia masih belum mau keluar dari kamar? ”
Farran menggeleng.
Garda memukul pelan bahu kiri Farran, “Sebaiknya kita biarkan saja Yamuna di dalam kamar. Biarkan dirinya tenang, kalau sudah tenang pasti dia akan segera turun. Mari kita turun, agar Yamuna bisa beristirahat,” ucap Garda lembut mengajak Farran untuk turun bersamanya dan membiarkan Yamuna sendirian di dalam kamar.
Farran akhirnya menurut, kedua kaki mereka pun melangkah secara bersama meninggalkan kamar Yamuna.
.
✨✨Di dalam kamar Yamuna✨✨
Yamuna sedang duduk di pinggiran ranjang meratapi foto Jordan, air matanya perlahan menetes mengingat senyum manis Jordan terlihat ikhlas dan tulus sebelum acara resepsi pernikahannya. Tidak ingin terlalu larut dalam kesedian meratapi kepergian Jordan. Yamuna segera menyeka kasar air matanya, menarik nafas panjang dan melepaskannya ke udara.
Yamuna berdiri, ia meletakkan kembali foto Jordan di atas meja rias miliknya. Tangan kanan mengelus lembut pinggiran bingkai foto sambil berkata, “ Sepertinya Ayah salah memilih keluarga suami buat Yamuna. Seperti ini rasanya jika kita tersudut dengan keluarga orang lain, ingin melawan tapi hanya sendiri. Ingin mengadu, tapi harus ke mana. Di dunia ini orang yang sangat peduli dan terus membela Yamuna adalah Ayah. Tapi sekarang Ayah sudah pergi meninggalkan Yamuna untuk selamanya. Sebenarnya hati ini masih tidak rela, tapi Allah lebih sayang kepada Ayah daripada Yamuna. Ayah…jika Yamuna ingin mengadu dan menangis. Apakah Ayah bisa memeluk Yamuna dari atas sana? Saat ini Yamuna sangat merindukan pelukan itu. Pelukan yang mungkin tidak akan pernah Yamuna dapatkan setelah kepergian Ayah, ” air mata perlahan menetes, tangan kanan dengan cepat menyekanya, “ Air mata ini bukan air mata kesedihan. Yamuna hanya merindukan Ayah. ”
Yamuna berbalik badan, kedua tangan kembali menyeka kasar air mata di kedua pipinya. Berulang kali Yamuna menarik oksigen segar di dalam ruang kamarnya.
Yamuna menatap langit-langit kamarnya, “Semua sudah terlanjur. Aku sudah masuk ke dalam keluarga ini. Jalan satu-satunya harus dihadapi, dan aku tidak boleh lemah seperti ini. Aku harus kuat! tapi bagaimana caranya?"
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Dewi Payang
Manatap Yamuna, kau harus kuat dan cerdik dari mereka
2022-11-20
0
Dewi Payang
Hayuuuu Dara kenapa suamimu meragukan anakmu
2022-11-20
0
Dewi Payang
wew, trnyata juahhaaat
2022-11-20
0