Siang itu di kantin sekolah, Dira terlihat murung dan tak bersemangat.
"Dira, Lo sebenarnya kenapa, sih? Gue perhatiin dari tadi, Lo udah kayak mayat idup tau nggak?" Tanya Melody yang sedari tadi memperhatikan Dira yang hanya diam melamun.
"...Iya, gue tau Lo emang pendiem. Tapi nggak gini-gini amat deh perasaan." Sambung Melody lagi.
"Kalo Lo lagi ada masalah, Lo bisa kok cerita ke gue. Gue ini juga temen lo, Dir!" Ucap Melody menambahkan.
Kini Melody memeluk Dira dengan hangat. Sampai Melody merasakan ada telapak tangan yang mengusap punggungnya.
"Gue beneran nggak pa-pa kok, Mel..." Ucap Dira pelan. "Dan thanks, Lo udah mau jadi temen gue dan peduli sama gue." Lanjut Dira sambil tersenyum ke arah Melody.
"Beneran, nih, nggak pa-pa?" Tanya Melody tak yakin.
"Iya, Mel." Jawab Dira pelan.
Sampai datanglah tiga serangkai di kantin dan mengundang kebisingan dari para gadis yang mengidolakan mereka. Siapa lagi kalo bukan Axell dan kawan-kawan.
"Boleh, dong, ikutan?" Celetuk Bastian yang berjalan mendekat ke arah Dira dan Melody yang kini sedang berpelukan. Sampai tangan kekar Verrel menarik kerah baju Bastian dari belakang.
"Woy... Anj*Ng... Sialan Lo narik-narik baju gue!" Teriak Bastian ngegas sampai membuat Dira dan Melody menoleh dan melepaskan pelukannya.
"Yah... Kan... Kok di lepas, sih? Gue kan juga mau ikut pelukan Lo pada." Ucap Bastian kecewa. Karena gagal berpelukan dengan kedua gadis itu.
"Jangan mau Lo berdua di peluk sama nih cucu Fir'aun!" Sahut Verrel dengan tanpa rasa bersalahnya.
"Kak Bastian, ya... Dasar modus! Nggak tau apa, ini si Dira lagi nggak bisa di ganggu?" Ucap Melody yang seperti tak bersahabat dengan datangnya Bastian.
Sampai pada akhirnya pandangan mata ketiganya jatuh pada wajah Dira yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Lo kenapa, Dir?" Tanya Bastian ingin tahu dengan gadis itu.
"Lo lagi ada masalah? Atau ada yang Bully Lo disini?" Sahut Verrel ikut bertanya.
Tak ada jawaban, Dira hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum hambar.
Drrtt... Drrtt...
Sampai pada akhirnya ponsel Dira yang terletak di meja kantin berdering
📲 Papa Is Calling...
"Bokap Lo, Dir." Ucap Melody.
"Papa mertua, Man." Pekik Bastian dengan rasa begitu percaya dirinya.
"PD, Lo." Cibir Verrel pada sahabatnya itu.
"Berisik!" Hardik Axell yang merasa terganggu dengan kedua sahabatnya itu.
Dira memejamkan matanya sejenak sambil menghembuskan nafasnya pelan seakan tengah bersiap menerima kabar buruk yang akan di dengarnya. Dan hak itu tak luput dari pandangan Axell.
'Seberat itukah masalah yang Lo hadapi?' Batin Axell menduga jika Dira memang sedang dalam masalah.
"Hallo, pa."
"(....)."
"Harus hari ini ya, pa?"
"(....)."
"OK, Nanti Dira ke kantor papa."
"(....)."
Tuutt... tuutt...
Sampai berakhirnya sambungan telepon antara Dira dan sang papa.
"Bokap Lo ngomong apaan, Dir?" Tanya Melody ingin tahu. Karena bukan semakin membaik, ekpresi wajah Dira malah semakin murung setelah menerima telepon dari papanya.
"Bukan sesuatu yang penting kok, Mel." Jawab Dira berbohong.
"Tapi kenapa muka Lo malah jadi pucat, Dir?" Tanya Verrel yang kini juga ikut memperhatikan Dira.
"Kalo sakit, ke UKS!" Ucap Axell menyela.
Seketika Verrel dan Bastian menoleh. Tak seperti biasanya, Axell yang begitu dingin seperti es balok berjalan terkesan perhatian bahkan dengan Dira yang notabene siswi baru.
"Lo sehat, Man?" Tanya Verrel. "...Keknya bukan cuma Dira di sini yang kurang sehat. Tapi Lo juga." Verrel merasakan keanehan pada Axell. Tanpa menjawab, Axell hanya berdiri dan menarik tangan Dira untuk menuju ke UKS.
Bastian yang melihat itu pun langsung heboh sendiri. "WOY... CALBO GUE TUH, KIRA-KIRA DONG, XELL!!" Teriak Bastian tak terima dengan sikap Axell yang malah membawa Dira pergi.
Sementara Verrel malah geleng-geleng kepala sendiri melihat apa yang baru saja Axell dan Bastian lakukan.
"Keknya Lo berdua bakal saingan, deh, Bro!" Ucap Verrel yang berdiri sambil menepuk pundak Bastian.
Belum sempat Bastian menjawab, Melody sudah lebih dulu menimpali apa yang Verrel ucapkan.
"Keknya kak Axell suka deh sama Dira." Celetuk Melody.
"Eh... Nggak bisa, Dira itu bidadari gue, ya!" Protes Bastian tak terima.
"Jodoh siapa yang tau, kak?" Jawab Melody.
...***...
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Kini Dira tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke kantor papanya.
Tadi papanya menelpon dan memintanya untuk datang ke kantor karena ingin mempertemukan Dira dengan seseorang.
Dira sempat mengira kalo ia akan di pertemuan dengan orang yang akan menikah dengannya.
Sampai pada akhirnya Dira sampai di depan pintu ruang kerja papanya. Tampak Dira menghembuskan nafasnya kasar sebelum mengetuk pintu ruangan papanya itu.
Tok...
Tok...
Tok...
"Masuk!" Suara perintah yang terdengar dari dalam. Dengan pelan, Dira membuka pintu ruang kerja papa Pras dan berjalan masuk ke dalamnya. Dan ketika memasuki ruangan, seketika pandangan mata Dira jatuh pada pria paruh baya yang duduk di sofa tepat di depan papanya.
Deg...
Jantung Dira seakan berhenti berdetak saat itu juga.
'Jangan-jangan...'
Dira tidak berani melanjutkan kata-katanya. Ia berpikir jika pria paruh baya di depannya ini adalah orang yang akan menikah dengannya. Seketika Dira terdiam dengan pikirannya. Sampai suara papa Pras menyadarkannya.
"Kok bengong sayang? Sini, duduk di samping papa!" Ucap papa Pras.
Dira yang tersadar dari lamunannya itu pun mengangguk dan segera mendekat ke arah papa Pras.
"Cantik sekali kamu, nak." Ucap pria paruh baya itu yang memuji paras cantik Dira.
"Jelas Vell, siapa dulu papanya?" Jawab papa Pras.
Tidak mau terlalu lama terjebak dengan rasa penasaran, akhirnya Dira memberanikan diri untuk bertanya pada papa Pras tentang siapa pria paruh baya yang tengah duduk di depannya ini.
"Siapa, pa?" Tanya Dira pelan.
"Kenalin sayang! Beliau ini adalah teman sekaligus rekan bisnis papa. Namanya Om Mar -
Belum sempat papa Dira menyelesaikan kalimatnya. Pria paruh baya itu lebih dulu memotong apa yang akan papa Pras katakan.
"Panggil ayah saja, nak Dira! Jangan panggil Om. Kelak Dira juga akan jadi anak ayah juga, kan?" Sahut pria paruh baya itu ramah.
Dira tidak menjawab. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Mencerna apa yang baru saja ia dengar.
'Ayah? Berarti bukan...
Entah mengapa ada sedikit rasa lega yang Dira rasakan karena bukan orang yang duduk di depannya inilah yang akan menikah dengannya.
"Sayang... Kamu mengapa? Dari tadi kok bengong terus? Kamu sakit?" Serentetan pertanyaan yang muncul dari papa Pras.
Seketika Dira tersadar dengan kamu lamunannya dan bertanya pada papa Pras, "Kenapa, pa?"
"Kamu sakit, nak?" Tanya papa Pras pada putri semata wayangnya itu. Terdengar ada nada khawatir di sana.
"Nggak kok, pa... Dira sehat kok." Jawab Dira dengan senyum manisnya.
Dira lalu mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan pria paruh baya tadi.
...***...
Tiba di apartemen, Dira langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan mandinya, Dira kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memutuskan untuk beristirahat.
Sebelum tidur, Dira sempat tertawa sendiri. Lebih tepatnya menertawai dirinya sendiri. Mengingat betapa bodohnya dia yang sempat mengira jika pria paruh baya yang berada di kantor papanya tadi adalah calon suaminya. Dan ternyata Dira salah, bukan calon suami melainkan calon mertua.
"Dasar bege!" Ucap Dira pada dirinya sendiri sambil tersenyum. Dan tak lama gadis itu pun terlelap dalam tidurnya.
...***...
Jika tadi Dira yang bertemu dengan calon mertuanya, maka sekarang giliran Axell yang akan di pertemukan dengan calon mertuanya.
Kini Axell sedang berjalan menghampiri salah satu meja dimana ada dua pria paruh baya yang sedang menunggu kedatangannya di sebuah restoran dimana mereka berada sekarang.
Tadi Axell mendapat telepon dari sang ayah dan memintanya untuk datang menemuinya di sebuah restoran yang tak jauh dari apartemen Axell.
"Sore, yah dan om...?" Sapa Axell sopan sambil mencium punggung tangan keduanya. "Udah lama ya nunggu Axell?" Tanya Axell setelah menyalami keduanya.
"Tidak, nak. Kami juga baru saja sampai." Jawab pria paruh baya yang bukan ayah dari Axell.
"Gimana, Pras, Menurutmu? Cocokkan anakku kalo di pasangkan dengan anak gadismu tadi?" Tanya ayah Axell. Mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan membuat Axell mengangkat satu alisnya. Seketika Axell teringat dengan perkataan ayahnya beberapa hari yang lalu, bahwa ayahnya itu telah menjodohkannya dengan putri rekan bisnis sekaligus sahabat dari ayahnya itu.
Axell memejamkan matanya sejenak sambil menghembuskan nafasnya pelan. Axell hampir lupa tentang bagaimana sifat ayahnya. Bahwa apa yang ayahnya katakan maka itu yang harus Axell lakukan. Ayah Marvellyo adalah orang yang mempunyai pendirian yang tetap dan jarang bahkan hampir tidak pernah mengubah keputusannya.
"Bagaimana nak Axell, apakah orang tuamu sudah memberi tahu kalo kamu telah di jodohkan dengan anak om?" Tanya Papa Pras yang tak lain adalah papa Dira.
Belum sempat Axell menjawab, Papa Pras kembali berkata, "Kalau nak Axell keberatan, maka om tidak memaksa Karena bagaimana pun juga, kalian nantinya yang akan menjalani. Bukan kah begitu Marvell?" Tanya papa Pras pada sahabatnya itu.
"Tentu saja Axell tidak akan menolak..." Jawab ayah Marvellyo yakin. "... Axell pasti akan setuju, iya kan, Boy?" Tanya ayah Marvellyo pada putranya itu.
Untuk kesekian kalinya, Axell kembali menghela nafas panjang. Sampai pada akhirnya menjawab, "Iya, ayah... Axell setuju."
Pada akhirnya, mau tak mau Axell hanya bisa menyetujuinya. Karena sekeras apapun Axell menolak, jawabannya pasti akan sia-sia saja. Axell paham betul siapa ayahnya.
Kalau biasanya yang namanya perjodohan pasti mempertemukan dua insan yang akan di jodohkan. Tapi lain cerita dengan Dira dan juga Axell.
Mereka berdua tahu kalau mereka Dijodohkan dengan orang tua masing-masing. Hanya saja dengan siapa mereka Dijodohkan itulah yang sedang mereka pertanyakan.
...***...
Disekolah, Dira yang sedang mengikuti pelajaran pun sedang tidak fokus. Dira sedang tidak bersemangat mengikuti pelajaran dan hal itupun tak luput dari perhatian guru yang mengajar di kelas hari ini.
"Dira." Panggil Bu Retno. Tidak ada jawaban dari Dira membuat Bu Retno mengulangi panggilannya.
"Andira." Ulang Bu Retno dan masih tidak ada jawaban. Akhirnya Bu Retno kembali memanggil dengan nada yang sedikit tinggi.
"Andira Gracelia!" Seketika Dira menoleh dan menjawab.
"Iya, Bu. Ibu panggil saya?" Jawab Dira.
"Ibu coba perhatikan dari tadi kamu seperti tidak bersemangat..." Icao Bu Retno menggantung. "...Apa ada yang sedang kamu pikirkan Dira?" Tanya Bu Retno.
"Nggak, Bu. Saya hanya sedikit pusing." Jawab Dira yang memang merasakan sedikit pusing pagi ini.
Bu Retno pun mendekat ke arah Dira dan menempelkan punggung tangannya pada dahi Dira. Dan benar saja, Bu Retno merasakan ada sensasi hangat pada dahi gadis itu.
"Kamu sakit? Kamu agak demam!" Tanya Bu Retno.
"Saya nggak pa-pa, Bu." Jawab Dira pelan. Karena hanya merasa pusing dan hal itu bukanlah hal yang perlu di cemaskan.
"Sebaiknya kamu ke UKS Dira! Kamu istirahat dulu! Nanti kalau kamu sudah merasa lebih baik, kamu bisa mengikuti pelajaran berikutnya." Titah Bu Retno.
"Iya, Dir. Lo agak pucet, Lo sakit ya? Atau mau gue temenin ke UKS? Ucap Melody menimpali apa yang di ucapkan Bu Retno.
Melihat kekhawatiran dari Melody. Membuat Dira tersenyum. "Gue nggak pa-pa, Mel." Jawab Dira lirih.
Tidak menerima bantahan, Bu Retno lalu minta Melody untuk mengantarkan Dira ke UKS.
"Melody, tolong kamu antarkan Dira ke UKS, dan pastikan Dira beristirahat di sana!" Perintah Bu Retno pada Melody yang sekarang duduk sebangku dengan Dira.
"Baik, Bu." Jawab Melody yang kini bersiap mengantarkan Dira menuju ke UKS.
"Ayo, Dir. Lo perlu istirahat." Ucap Melody yang menarik pelan tangan Dira. Dira yang pasrah ditarik oleh Melody itupun bangkit meninggalkan kelasnya menuju ke UKS.
Di koridor sekolah langkah kaki Dira kian pelan karena merasakan kepalanya yang semakin berat.
"Kalo sakit kok Lo maksain masuk sekolah, sih, Dir? Dari kemarin gue perhatiin wajah Lo emang sedikit pucat..." Ucap Melody khawatir. "...Emangnya bonyok Lo nggak ngelarang Lo masuk sekolah gitu, Ngeliat keadaan Lo aja kek gini." Sambung Melody.
Hening, tak ada jawaban dari Dira. Pandangan gadis itu pun perlahan memburan dan kabur. Tiba-tiba...
Brukk...
Tubuh Dira hampir saja ambruk ke lantai kalau saja Axell yang kebetulan berjalan di depan Dira tidak sigap menangkap tubuh lemah Dira.
"Dira!" Pekik Melody akan keadaan Dira yang tiba-tiba pingsan itu.
Axell yang berhasil menangkap tubuh Dira itu pun langsung membawa Dira menuju ke UKS.
Dengan cekatan, Axell langsung mencari kotak P3K dan mencari minyak kayu putih untuk di oleskan nya pada hidung Dira.
Axell juga mengoleskan minyak kayu putih tersebut pada kedua telapak tangan dan kaki Dira. Di gosok-gosokannya telapak tangan Dira berharap Dira segera sadar dari pingsannya.
Melody yang juga berada di UKS itu pun memperhatikan apa yang ketua OSISnya itu lakukan.
'Fix, Bener nih dugaan gue.' Batin melodi yang berpikir apa yang ia duga belakangan ini benar. Melody memang akhir-akhir ini diam-diam sering memperhatikan Axell yang ternyata diam-diam suka memperhatikan temannya itu.
Merasa di perhatikan Axell menoleh dan mendapati Melody yang tengah memperhatikannya.
"Lo bisa bantu gue?" Tanya Axell pada Melody.
"Bantu apa ya, kak?" Tanya Melody balik.
"Lo tekan-tekan telapak kaki Dira kayak gini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
I'm20___
langsung protes ga trima ya, bas........
2023-08-06
1
I'm20___
ada apakah gerangan?????????
2023-08-06
1
I'm20___
iya...... tau deh, Xell 🤭
2023-08-06
1