Pagi ini Dira telah sampai disekolahnya. Ada yang berbeda dengan Dira. Gadis yang waktu awal pindah sekolah selalu menampakkan wajah dingin tanpa ekspresi itu kini sedikit merubah raut wajahnya.
"Dira." Panggil Melody dari belakang. Dira pun menoleh sambil menampilkan senyum manisnya.
"Hai, Mel." Sapa gadis itu ceria.
"Lo sakit, Dir?" Tanya Melody sambil menempelkan punggung tangannya pada dahi Dira.
"Enggak kok, Mel." Jawab Dira sambil bingung sendiri, kenapa Melody bisa bertanya seperti ini? Karena Dira sendiri memang merasa ia sangat sehat.
"Kok Lo senyum-senyum sendiri, gitu? Nggak kek biasanya!" Ucap Melody.
"Iya terus gue harus nangis gitu?" Tanya Dira sambil memutar bola matanya malas.
"Ya nggak gitu juga sih, Dir. Tapi gue seneng kok. Tapi gue seneng kok, liat Lo yang kek gini." Jawab Melody. Dira hanya menggeleng pelan dan tersenyum. Mereka pun akhirnya berjalan menuju kelas karena pelajaran yang memang akan segera di mulai.
Di lain tempat yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat Dira dan Melody tadi, terdapat Bastian yang memandangi Dira dari tempatnya tadi.
"Oh god... pagi-pagi liat pemandangan kek gini bikin hati gue clesss, adem gitu." Celetuk Bastian.
"Sayangnya itu pemandangan eneg kalo liat muka kek Lo, Bas." Cibir Verrel yang baru datang bersama dengan Axell pada sahabatnya itu.
"Sialan, Lo." Semprot Bastian. Jangan tanyakan Axell! Axell hanya melirik ke arah Dira sekilas dan kembali fokus pada ponselnya. Saat ini laki-laki itu tengah berbalas pesan dengan sang bunda.
📥 Bunda.
Boy, Ada yang mau ayah sama bunda bicarakan sama kamu.
Jadi, bunda minta nanti kamu sehabis sekolah langsung pulang ke rumah.
^^^📤 Axarkan.^^^
^^^Iya, Bun.^^^
^^^Tapi nanti Axell agak sorean pulangnya.^^^
^^^Ada rapat OSIS yang nggak bisa Axell tinggal.^^^
📥 Bunda.
Iya, nggak apa-apa, Boy.
^^^📤 Axarkan.^^^
^^^Ya udah, Bun.^^^
^^^Axell masuk kelas dulu.^^^
📥 Bunda.
Iya, sudah.
Jangan lupa ya, boy.
Bunda sama ayah tunggu.
^^^📤 Axarkan.^^^
^^^Iya, bun.^^^
Setelah berbalas pesan dengan bunda Resty, Axell terlihat memejamkan matanya sejenak. Tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya sebelah. Terdengar helaan nafas berat dari laki-laki itu. Tiba-tiba kepalanya terasa berdenyut nyeri setelah dia mengingat bahwa kedua orang tuanya yang telah menjodohkan dirinya dengan seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Dan, setiap gerak-gerik Axell pun tak luput dari pandangan kedua sahabatnya.
Bastian yang melihat ekspresi wajah Axell mengkode Verrel yang tepat berada di samping Axell dengan dagunya. Mendapat kode dari Bastian Verrel hanya menggeleng sambil mengendikkan bahunya.
...***...
Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kini Dira, Nayla dan Melody tengah asyik menikmati makanan masing-masing di kantin.
"Gimana, Dir." Tanya Nayla semangat.
"Apanya yang gimana, Nay?" Tanya Dira balik.
"Yang kemaren Lo sama Arfen?" Tanya Nayla lagi.
"Bener tuh, Dir. Gue kemal, deh." Sahut Melody menimpali.
"Kemal?" Tanya Dira dan Nayla kompak.
"Iya kemal. Kepo maksimal." Jawab Melody sambil mengunyah makanannya.
"Gue masih tetap pada keputusan gue semula..." Jawab Dira menggantungkan kalimatnya.
"Maksudnya gimana sih, Dira?" Tanya Melody.
"...gue milih tetep jadiin Arfen sahabat, Mel. Gue nggak mau ngerusak persahabatan gue sama Arfen yang udah terjalin lama..." Jawab Dira.
"...Kalo misalnya gue nerima Arfen, bukan nggak mungkin suatu saat nanti entah gue atau pun Arfen pasti akan ada yang tersakiti disini. Dan di saat itu terjadi, gue pasti bakal kehilangan sahabat gue." Ucap Dira menjelaskan.
"Ih... kok jadi melow gini, sih." Ucap Nayla sambil memeluk Dira.
"Ikutan, dong!" Sahut Melody yang ikutan memeluk Dira dari samping.
"...Dan sebelum itu semua terjadi, gue lebih milih buat tetep sahabatan sama Arfen. Karena namanya suatu hubungan, pasti akan ada fase dimana kita mengalami yang namanya tersakiti atau menyakiti. Walaupun itu semua si luar Kayan kita." Tambah Dira.
"Gue tau Lo pasti bisa nyelesaiin masalah Lo dengan baik, Dira. Lo makin dewasa sekarang." Ucap Nayla memuji sahabatnya itu.
"Keadaan yang bikin gue cepet dewasa, Nay." Jawab Dira.
"Eh, Dir. Tapi Arfen ganteng loh!" Ucap Melody yang sedikit nyeleneh dari jalur percakapan Dira dan Nayla.
"Kalo Lo mau, buat Lo aja deh, Mel." Jawab Dira.
"Itu, sih... kalo si Arfen mau." Sahut Nayla menimpali. Seketika terdengar tawa renyah dari mereka bertiga.
...***...
Bel pulang sekolah telah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Kini Axell tengah dalam perjalan pulang kerumahnya. Sesuai dengan pesan bunda Resty yang memintanya pulang hari ini. Axell pulang lebih cepat dari yang ia duga sebelumnya. Karena dua anggota OSIS yang tidak masuk sekolah, jadilah Axell menunda rapat OSIS-nya.
Axell melakukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Karena Axell enggan untuk cepat sampai di rumah kedua orang tuanya itu.
Sampai akhirnya mobil Axell memasuki area kompleks perumahan elit The Royal palace. Tempat di mana kedua orang tua Axell itu tinggal.
Axell memarkirkan mobilnya dan langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Saat sudah berada di dalam rumah, samar-samar Axell mendengar suara yang tak asing menurutnya.
Suara pria paruh baya yang ia temui di restoran bersama dengan ayahnya beberapa hari yang lalu. Axell yakin itu.
"Kamu sudah sampai, boy?" Tanya ayah Marvellyo pada putra semata wayangnya itu.
"Iya, yah." Jawab Axell singkat dan langsung mencium punggung tangan ayahnya itu.
"Iya sudah. Kamu mandi dulu, gih! Ada yang mau ayah sama bunda kasih tau sama kamu." Ucap bunda Resty sambil mengelus kepala putranya itu.
Baik, Bun. Kalo gitu Axell ke atas dulu." Pamit Axell dan langsung bergegas menuju ke kamarnya.
Selesai dengan urusan mandinya, Axell kini kembali menemui kedua orang tuannya.
"Sini, boy!" Panggil bunda Resty. Axell lalu menghampiri mereka dan duduk di samping bunda Resty.
"Kamu masih ingat dengan sahabat ayah ini, boy?" Tanya ayah Marvellyo.
"Masih, yah." Jawab Axell tersenyum canggung. Laki-laki itu lalu berdiri dan mendekat ke arah pria paruh baya yang di maksud oleh ayah Marvellyo tadi. Ia mendekat guna mencium punggung tangan calon mertuanya itu.
Jika beberapa hari lalu Axell hanya menemui papa Pras, beda halnya dengan hari ini. Papa Pras tidak datang sendiri. Melainkan dengan Mama Diva.
"Bagaimana dengan sekolahmu, nak Axell.?" Tanya papa Pras ramah.
"Baik, om... pa." Jawab Axell canggung. Sungguh Axell benar-benar merasa canggung untuk saat ini. Sebenarnya Axell masih belum sepenuhnya menerima perjodohan yang telah di atur kedua orang tuanya. Bahkan Axell ingin menolaknya saja kalau dia bisa.
Tapi harus bagaimana lagi, ayah Marvellyo adalah orang yang tidak bisa di bantah. Segala hal yang diucapkannya adalah mutlak dan harus dituruti.
"Lho, kok masih panggil Om. Panggil papa saja ya, Axell. Bukankah papa sudah pernah bilang sebelumnya? Jadi jangan panggil Om lagi! Lama kelamaan Axell juga akan terbiasa nantinya." Titah papa Pras.
"Iya, pa." Jawab Axell patuh.
"Oh... iya, Boy. Ini mama Diva, calon mertua kamu." Ucap bunda Resty yang memperkenalkan mama Diva.
"Bagaimana kabarmu, nak Axell?" Tanya mama Diva.
"Baik, Tante." Jawab Axell.
"Lho kok Tante? Panggil mama saja ya, nak!" Titah mama Diva.
"Iya, ma." Jawab Axell. Laki-laki itu lalu menoleh ke arah bunda Resty. "Bun, katanya tadi ada yang mau bunda sama ayah kasih tau sama Axell." Tanya Axell yang teringat dengan apa yang bundanya katakan tadi pagi.
"Ini kamu buka dulu, boy!" Titah bunda Resty sambil menyerahkan kotak bludru bentuk hati berwarna merah itu.
Axell tidak bodoh. Ia paham betul benda apa yang di serahkan bunda Resty kepadanya. Hanya saja Axell disini masih belum mengerti, kenapa bundanya memberinya benda semacam itu. Axell diam sesaat sambil mengangkat satu alisnya. Ia bingung sendiri.
"Ayo buka, boy!" Pinta bunda Resty.
"Cincin?" Ucap Axell menggantung. "Ini cincin apa, Bun?" Tanya Axell pada bunda Resty.
"Ini cincin pertunangan kamu, boy." Jawab Bunda Resty.
Deg...
"Dan ayah minta kamu memakainya dari sekarang!" Sahut ayah Marvellyo.
"Tunangan?" Ulang Axell terkejut.
"Kenapa nak Axell? Bukan kah Axell sudah tahu kabar perjodohan Axell dengan putri papa? Bukankah kita sudah membicarakannya beberapa waktu lalu?" Tanya papa Pras yang meyakinkan keputusan dari Axell. Axell hanya menganggukkan kepalanya.
...***...
Axell tengah berbaring di kamarnya. Pandangannya menatap lurus ke arah langit-langit kamar. Setelah kedua calon mertuanya itu pergi, Axell langsung bergegas memasuki kamar tanpa meninggalkan sepatah kata pada kedua orang tuanya. Kamar yang sekarang ini jarang ia tempati setelah memutuskan tinggal di apartemen.
Pandangan laki-laki itu lalu beralih ke nakas. Dimana terdapat cincin yang di berikan oleh orang tuanya tadi. Perlahan tangan Axell terulur untuk meraih cincin itu. Ia pandangi cincin itu, Terdapat inisial huruf A di sana.
Axell semakin tidak mengerti dengan kedua orang tuanya yang begitu saja menjodohkannya dengan gadis yang bahkan sama sekali tidak Axell kenal.
Sungguh Axell sangatlah bingung, ia tengah berpikir sekarang. Seperti apa gadis yang akan ia nikahi nantinya? Dan kenapa orang tuannya bersikeras untuk menjodohkannya dengan gadis itu.
Cukup lama Axell bergelut dengan pemikirannya itu. Begitu banyak pertanyaan yang melintas di benaknya tentang gadis itu, Siapa dia? Bagaimana perilakunya? Dan apakah dia juga terpaksa menerima perjodohan ini sama halnya dengan dirinya yang terpaksa menerima keputusan sepihak dari orang tuanya?
Entahlah, Axell sungguh tidak tahu akan jawaban dari semu pertanyaan itu. Hingga akhirnya Axell terlelap dalam tidurnya.
...***...
*Ciye... Axell... nggak usah terlalu dipikirin kali, Xell. Lo udah sering ketemu sama dia kok. 🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
I'm20___
tunangan secara galangsung ga tuh????
2023-08-28
0
I'm20___
kepo maksimal 🤣
2023-08-28
0
abdan syakura
Laen dr yg Laen nih, Thor.....🤣🤣
2023-06-08
1