Tak lama pesanan yang dipesan Arfen pun datang. Dira yang melihat 2 cup ukuran besar es krim dan beraneka macam topping dari coklat itu pun membelalakkan matanya.
"Kayaknya salah deh, Mbak. Perasaan gue nggak pesen ini tadi." tanya Dira.
"Tapi kakak ini -" Ucapan pelayan itu terpotong oleh Arfen.
"Gue yang pesen, by." Jawab Arfen enteng.
'By, Arfen bilang apa tadi?'
"Dimakan dong es krimnya. Nanti keburu leleh!" Ucap Arfan setelah pelayan kafe itu pergi.
"Sengaja banget deh. Lo emang bener-bener mau bikin gue gendut ya? Pesenin es krim Segede gini." Ucap Dira yang mulai kesal dengan sahabatnya itu.
"Daripada marah, mending dicoba dulu! Kan belum tahu rasanya." Jawab Arfen sambil menyendokkan es krim dan mengarahkannya ke mulut Dira.
Dira membuka mulut dan menerima suapan es krim yang Arfen berikan padanya. Seketika mata gadis itu membola saat itu juga.
"Gimana rasanya? Enak?" Tanya Arfen antusias setelah melihat ekspresi wajah Dira.
"Gila! Ini enak banget, Ar." Jawab Dira dengan mata berbinar.
"Kamu suka?" Tanya Arfen lagi.
Dira mengangguk senang, "Suka." Jawabnya.
"Kalau suka habisin! Gue tahu lo pasti suka sama es krim ini." Jawab Arfen senang.
"Jahat. Mana bisa gue ngabisin es krim segini banyaknya, Arfen? Lo mau bunuh gue?" jawab Dira yang tak terima di suruh Arfen untuk menghabiskan es krim tersebut.
"Biar lo happy. Coklat bisa membuat Lo merasa bahagia." Jawab Arfan sambil terus menatap ke arah Dira.
"Gue bahagia, kok. Emang siapa yang bilang gue nggak bahagia? "Jawab Dira dengan nada suara yang berbeda.
"Iya lo bahagia. Lo pasti bisa bahagia. Dan gue akan terus berusaha buat bisa bahagiain Lo." Jawab Arfen dengan senyum penuh arti.
"Ar, Lo Jangan terus-terusan berharap sama gue! Kita udah pernah bahas ini sebelumnya kan." Ujar Dira mengingatkan Arfen.
"I know, Dir. But, let me do it, at least until you find someone who can really take care of you and make you happy! so, that's where i'll stop." Ucap Arfen penuh harap pada Dira.
Mendengar apa yang dikatakan Arfen membuat Dira menitipkan air matanya.
"Hei... kok malah nangis? Gue salah ngomong ya?" tanya Arfen sambil menghapus lelehan air mata di salah satu pipi Dira.
Dira menggelengkan kepalanya, "Kenapa sih, Ar, Lo baik banget sama gue? Apa Lo gini juga kalau lagi sama Nayla?" Tanya Dira ingin tahu.
Mendengar pertanyaan Dira membuat kedua sudut bibir Arfen tertarik ke atas. Arfen tidak bodoh. Iya tahu apa maksud dari pertanyaan Dira padanya tadi.
Di sini Arfen bisa menarik kesimpulan bahwa, sebenarnya Dira tidak rela kalau dirinya memperlakukan gadis lain seperti Arfen. memperlakukannya.
"Lo tahu perasaan gue ke Lo kayak gimana, Dira. Jadi nggak perlu Lo tanya, seharusnya Lo udah bisa ngerti, apa jawaban gue." Jawab Arfen.
"Gue benci diri Gue sendiri, Ar. Terkadang gue merasa terlalu egois." Ucap Dira penuh sesal.
Arfen mengangkat sebelah alisnya, "Kok Lo ngomong gitu, sih?" Tanya Arfen bingung.
"Gue nggak bisa terima, Lo. Tapi gue juga nggak rela kalau Lo deket sama cewek lain. Gue udah jadi manusia yang jahat, Ar." Jawab Dira sambil menundukkan kepalanya. Satu tangan Gadis itu meremas ujung rok seragam sekolah untuk menahan air mata yang perlahan keluar dengan sendirinya.
Arfen menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum tipis. Iya mendekat dan menarik Dira masuk ke dalam peluknya.
"Gue kan udah pernah bilang ke Lo, Dir. Biarin gue ngelakuin apapun yang menurut gue bisa buat Lo bahagia. Dan tolong jangan hentikan gue, sebelum Lo nemuin orang yang tepat buat jagain Lo, bahagiain Lo, dan buat Lo selalu nyaman! Jadi gue minta Lo tenang! Nggak akan ada seorangpun yang bisa gantiin posisi Lo di sini, sebelum Lo sendiri yang benar-benar mau pergi dari hati gue." Ucap Arfen yang meluapkan rasa yang selama ini dipendam olehnya.
"Gue jahat banget ya, Ar?" Tanya Dira lirih.
"Enggak. Lo gadis terbaik yang pernah gue kenal."
...***...
Kini Dira tengah berada di kamarnya. Tadi setelah pulang dari kafe bersama Arfen, Dira kembali pulang ke rumah orang tuanya. Sebenarnya Dira tadi ingin pulang ke apartemen, Tapi karena tadi Dira harus menemui Arfen, jadinya Dira memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Setelah makan malam tadi dengan papa Pras dan mama Diva, kini Dira tengah berbaring sambil memandang langit-langit kamarnya.
"Kenapa sih gue mesti dijodohin?" Tanya Dira kesal pada dirinya sendiri.
"... sampai sekarang gue masih bisa kok jaga diri gue sendiri, nggak perlu ada yang jagain."
"Tapi kamu perlu, sayang." Ucap seseorang yang baru datang dan berdiri di samping pintu kamar Dira.
"MAMA!" Pekik Dira terkejut dengan suara tiba-tiba dari mama Diva.
"Maaf, sayang. Tadi kamu kaget ya? Maaf tadi Mama nggak ketuk pintu dulu." Ucap Mama Diva yang merasa bersalah karena membuat Dira terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Nggak pa-pa kok, ma. Dira Nggak kaget kok. Ada apa, ma?" Tanya Dira 0ada mama Diva.
"Nggak ada apa-apa kok, sayang. Mama cuman mau lihat anak gadis Mama. Tumben jam segini belum tidur. Ada yang mengganjal di hati kamu, sayang?" Tanya Mama Diva khawatir.
"Nggak ada apa-apa kok, ma. Dira baik-baik aja kok." Jawab Dira.
"Yakin? tapi dari yang Mama lihat, Dira lagi bohong." Tebak Mama Diva. Dira lalu berdiri untuk memeluk Mama sambungnya itu. "Benar kan ada yang lagi Dira sembunyiin?" Tanya Mama Diva lagi.
"Ma..." Panggil Dira lirih.
"Iya, sayang ..." Jawab mama Diva lembut sambil mengusap pucuk kepala Dira. "... Ada apa?" Tanya Mama Diva.
"Dira boleh nanya nggak?" Tanya Dira pelan.
"Boleh, ada apa, sayang?" Tanya mama Diva.
"Kenapa sih Dira mesti dijodohin?" Tanya Dira pelan, takut-takut kalau nantinya akan menyinggung perasaan Mama Diva.
Mama Diva tersenyum penuh arti. "Ini semua keputusan dari papa kamu, sayang. Mama hanya mengikutinya saja." Jawab Mama Diva apa adanya.
"Tapi kenapa, ma? Dira kan bisa cari jodoh Dira sendiri?" Tanya Dira lagi.
"Papamu ingin yang terbaik untuk kamu, sayang. Papa kamu takut nanti kalau kamu sampai salah pilih. Menikah itu sekali seumur hidup, Dira." Ujar mama Diva memberi pengertian pada anak sambungan itu.
"Justru itu, mah. Dira ingin menikah dengan orang yang benar-benar Dira cintai. Ini boro-boro cinta, kenal juga nggak." Protes gadis itu.
"Tak kenal maka Tak sayang, Dira ..." balas mama Diva. "... perasaan itu akan muncul setelah kalian sudah saling mengenal."
Dira mengangkat satu alisnya, "Maksudnya?" Tanya Dira bingung.
"Kamu kenal dia kok, sayang. Bahkan dia satu sekolah sama kamu." Jawab mama Diva.
"Ha? Seriusan, ma? Satu sekolah?" Tanya Dira meyakinkan.
"Iya, sayang. Lebih tepatnya dia kakak kelas kamu. Memangnya kenapa?" Tanya mama Diva.
Dira terkikik pelan, "Dira sempat berpikir kalau nanti Dira nikahnya sama om-om, ma." Jawab Dira sambil tersenyum.
Mendengar jawaban dari Dira membuat mama Diva menggelengkan kepalanya. "Ngaco ah kamu. Masa' mama sama papa tega jodohin kamu sama om-om? Padahal yang masih muda aja banyak." Jawab Mama Diva gemes sendiri.
"Terus kakak kelas Dira itu, siapa, ma?" Tanya Dira penasaran.
"Kasih tau nggak, ya?" Tanya mama Diva seolah-olah tengah berpikir.
"Aaah ... mama ... Ayolah, ma ... Kasih tau!" Pinta Dira memohon.
"Mama sama papa dan calon mertua kamu sudah sepakat, sayang. Nggak kasih tau kamu dan dia dengan siapa kalian di jodohkan. Takutnya nanti kalian batalin perjodohan yang sudah kami sepakati sedari lama." Jawab mama Diva.
"Kok gitu sih, ma?" Balas Dira yang tak puas mendengar jawaban dari mama Diva.
"Udah, sebaiknya kamu tidur, Udah malam!" Ucap mama Diva lalu bergegas pergi meninggalkan kamar Dira.
"Yaaah ... mama!" Cicit Dira.
"Tidur, sayang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Anissa Cikal Robbani
nangis thor...😭😭 gk tau artinya 🤣🤣
2023-11-07
1
I'm20___
jarang2 ada ibu tiri baik begini...
2023-09-02
1
Edah J
Syukur deh mama sambung nya Dira baik
2023-03-13
1