"Kak Ana, liat buku Ika nggak?" tanya Ika yang kebingungan.
"nggak!" jawab Anna.
"emangnya kamu letak di mana kak?" tanya Anna.
"Ika lupa seingat Ika, Ika letak di tas Ika tapi kok sekarang nggak ada ya. "jawabnya yang masih diliputi kebingungan.
"ini toh bukune." Dina datang membawa buku pelajaran fiqih kepada Ika.
"eh titik iya ini buku Ika titik makasih ya Kak Din." ucapnya.
"makanya jadi orang ojo sembrono." kata Dina dengan logat Jawanya.
"memangnya Kakak dapat dari mana buku fiqih Ika." tanya Ika dengan wajah polosnya.
"dari kamar mandi, Untung aja nggak masuk comberan." jawab Dina sedikit ngegas.
"iya, jangan ngegas dong! namanya juga Ika lupa titik seingat Ika kan, buku fiqihnya Ika letak di tas Ika. maaf ya Kak Dina. "kata Ika dengan suara merendah.
"jangan ngegas dong ngomongnya, Kak Dina kan orang Jawa yang terkenal dengan kelembutannya . "ngomongnya nggak boleh ngegas-ngegas ntar, nggak diakui sama orang Jawa lagi loh ya Kak Dina yang manis." canda Ika sembari tersenyum lebar.
"huh....... "Dina menghembuskan nafas kekesalannya.
"ya udah Kak, ayo kita sarapan keburu telat ntar masuk kelasnya." ajak Ika.
"oh ya..... Zizi sama santri baru itu mana? "tanya Ana.
"santri baru yang ke ana maksud itu siapa? Kak Icha? Ika balik bertanya. Ana mengganggu.
"nggak tahu, sepertinya mereka sudah keluar duluan." jawab Dina.
"yah titik kok nggak ngajak-ngajak sih." kata Ika sedikit kesal.
"ya udahlah nggak usah manja gitu, tinggal disusulin aja kok susah." Ana menyahuti perkataan Ika.
"sudahlah ayo kita ke sana." aja Ika lagi sembari bangun dari tempat duduknya.
mereka bertiga pun keluar dari kamar dengan membawa perlengkapan belajar, terlebih dahulu mereka sarapan di dapur pesantren sebelum masuk ke dalam kelasnya masing-masing.
ternyata dugaan Dina benar, sudah ada Zizi dan Icha di sana titik mereka masih duduk tanpa ada hidangan di depan mereka, karena Zizi dan Icha masih menunggu ketiga temannya lagi.
"assalamualaikum." ucap mereka bertiga yang baru datang.
"waalaikumsalam." jawab Icha dan Zizi.
"lah kan bener mereka udah di sini duluan. "kata Dina sembari duduk bersama mereka.
"maaf ya, tadi kita nggak ngomong sama kalian dulu kalau mau ke sini." ucap Zizi.
"ya udah tidak mengapa, sekarang kita udah di sini semua, ayo kita makan." sahut Dina.
"oke! biar Ika sama Kak Ana yang siapkan, ayo Kak an."
Ika mengajukan diri sembari bangkit dari duduknya dan menarik tangan anna.
"mereka akrab banget ya." kata Icha.
"iya! kalau lagi dekat, seperti pulpen sama buku." tapi kalau udah marahan, jauhnya seperti Sabang sampai Merauke. "dan Dina sembari tersenyum. mereka semua tertawa.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"assalamualaikum." Zain mengetuk pintu rumahnya.
"waalaikumsalam." jawab seseorang dari dalam rumah.
"Mas Zain, Pak Farhan." sapa asma sembari membuka pintu.
melihat abangnya sudah pulang, asma pun menyalami tangan Zain dan juga Pak Farhan.
"silakan masuk Pak Farhan." asma mempersilahkannya.
Pak Farhan pun masuk ke dalam rumah Zain.
"ibu, mana as?. "tanya Zain pada adiknya.
"ibu, ada di kamar Mas, lagi nyuapin Bapak makan." jawab adiknya.
"ya sudah, ayo pak. bapak ada di kamar." ajak Zain kepada Pak Farhan.
"oh..... iya.... iya. "sahut Pak Farhan yang mengikuti Zain menuju kamar orang tuanya.
di rumah yang sederhana inilah Zain tinggal bersama dengan keluarga kecilnya. rumah yang sudah berpuluh puluhan tahun berdiri ini, menyimpan banyak kenangan untuk Zain dan juga adiknya. kedua orang tuanya yang sudah mewariskan rumah mereka ini kepada Zain dan berharap agar dirinya bisa menjaga rumah ini sampai kapanpun.
di dalam kamar yang sederhana itu, sudah ada ibu yang menemani Bapak makan menyuapkan nasi sedikit demi sedikit untuk memulihkan kembali tenaga beliau.
"assalamualaikum." ucap asma.
"waalaikumsalam." jawab ibu dari dalam.
"Bu Mas Zain sudah pulang, ada Pak Farhan juga Bu, yang mau jenguk Bapak." kata asma yang masuk menghampiri kedua orang tuanya.
"oh. iya, silakan masuk Pak." ibu mempersilahkannya.
"assalamualaikum." Pak Ilham, ucap pak Farhan.
"waalaikumsalam." jawab Pak Ilham dengan suara yang masih lemah.
"Pak Farhan pun duduk di samping Pak Ilham dengan kursi yang sudah disediakan oleh asma sebelumnya.
"gimana keadaannya Pak." tanya Pak Farhan yang menatap iba sahabatnya itu.
"Alhamdulillah Pak. sudah agak mendingan. "sahut beliau. Pak Farhan dan Pak Ilham adalah sahabat yang begitu dekat dari dulu, mereka sama-sama mengurus masjid yang sudah mereka bangun bersama dulu titik melewati pahit manisnya kehidupan, saat mereka sama-sama dijatuhkan dan tidak dihargai sama sekali oleh orang-orang di sekitarnya, Pak Farhan selalu menyemangati Pak Ilham dan keluarganya. meskipun materi kehidupan mereka berbeda, Pak Farhan yang memang sebagai orang kaya begitu dermawannya, bersahabat dengan Pak Ilham yang sederhana.
kecelakaan yang dialami Pak Ilham diakibatkan dari pekerjaan beliau yang sebagai kuli bangunan titik karena ingin menyelamatkan nyawa orang lain Pak Ilham mengorbankan dirinya tertimpa puing yang jatuh dari atas hingga membuat beliau harus dilarikan ke rumah sakit.
"Alhamdulillah Pak Farhan sekarang beliau ini sudah bisa jalan perlahan demi perlahan. "beritahu ibu.
"syukur alhamdulillah, saya juga lega mendengarnya. maaf ya Pak Ilham karena baru sekarang saya bisa datang ke sini, sebelumnya saya terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor. "kata Pak Farhan.
"iya Pak titik tidak mengapa, saya senang Bapak sudah mau ke sini jengukin saya." sahut Pak Ilham.
"diminum dulu Pak tehnya." asma dengan membawakan segelas teh hangat.
"iya terima kasih nak asma." ucap beliau.
"sama-sama Pak." sahutnya.
"kalau gitu saya keluar dulu silakan lanjutkan ngobrolnya." kata ibu yang hendak akan pergi.
"oh iya Bu..... maaf sudah mengganggu. "
"tidak kok pak. sama sekali tidak mengganggu." kata ibu.
ibu dan asma pun keluar dari kamar.
"mas mu ndi, ndok?"tanya ibu pada asma.
"ndak tahu Bu sepertinya tadi Mas ada di ruang tengah." jawab asma.
ibu mengintip sedikit ke ruangan tengah, dan benar di sana sudah ada Zain yang duduk sendiri, ibu dan asma pun datang menghampirinya.
"Zain....."panggil ibunya yang sudah ada di sampingnya.
"eh.... ibu. "Zain tersadar dari lamunannya.
"ada apa toh Zain, lagi ngelamunin apa? "tanya ibu sambil menepuk bahunya.
" ndak Bu, ndak ada apa-apa. "jawabnya dengan senyuman.
"loh, ibu kok udah keluar bukannya tadi masih nemenin Bapak di kamar." tanya Zain mengalihkan pembicaraan.
"yah kan tadi, sekarang sudah ada teman bapak ya ibu keluar toh le segen, nggak sopan. "sahut ibu.
Zain tersenyum.
"gimana Zain, lusa jadi toh balik ke pesantren." tanya ibu membahas pembicaraan yang kemarin.
"Zain terdiam sejenak.
"Zain juga nggak tahu Bu, sebenarnya Zain juga ingin ke sana lagi tapi kan Bapak belum sembuh." kata Zain.
"loh gimana toh Zain kok nggak tahu titik itu kan permintaan kyai gurumu loh ndak enak kalau ditolak. nggak usah mikirin Bapak, kan ada ibu yang masih bisa merawat bapak. "
ibu memberi pendapatnya.
"iya mas, mas balik aja ke pesantren kan masih ada asma di sini, asma bakal jagain Bapak sama ibu kok." asma memberi usul.
"ndak bisa juga toh nduk, dirimu kan juga harus balik ke pesantren." cegah ibu.
"tapi kan Bu...... "ucapan asma terputus.
"as, apapun keadaannya kamu juga harus balik ke pesantren. quranmu kan belum selesai toh, masalah biaya nggak usah pikirin Mas nanti yang bantu. "tegas Zain.
asma terdiam.
"kamu yang paling utama harus balik ke pesantren, Mas nggak ridho kalau kamu nggak balik ke pesantren." sambung Zain lagi.
"dengar tuh nduk mas mu ngomong."
"iya Bu asma dengar, nanti asma duluan yang balik sebelum Mas Zain." sahut asma.
"iya biar mas langsung nanti yang ngantar kamu sampai ke pesantren." sambung Zain.
"udah, kalian berdua tuh memang harus balik ke pesantren nggak usah mikirin Bapak titik biar ibu yang jagain, nggak usah mikirin ibu juga, masih ada Allah yang akan jagain ibu dan juga bapak ya Zain, asma kalian berdua itu kebanggaan ibu sama Bapak.jadi, apapun keadaannya kalian harus tetap melanjutkan belajar kalian sampai selesai ya. "kata ibu sembari merangkul kedua anak kesayangannya itu.
terima kasih...
sahabat Fillah🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments