Galang sudah menelfon besan cowoknya sampai lebih dari lima kali gak di angkat, nelfon nomer besan ceweknya pun sama, gak di angkat. Lalu ia nelfon nomer Anabelle, gak bisa di hubungi. "Ada apa dengan mereka?" tanya Galang dalam hati.
"Ma, aku nelfon besan kita kok gak di angkat ya, Ma. Aku lihat juga terakhir online lima menit yang lalu," ujar Galang sambil menatap istrinya.
"Coba, Mama yang nelfon ya, Pa."
"Iya, Ma."
Lalu Vina mencoba untuk menelfonn Bella, besannya atau Mamanya Anabelle. Tapi sampai lebih dari tiga kali gak di angkat, lalu ia pun mengirim pesan dan centang dua. Dan saat ia menelfon sekali lagi, nomernya pun sudah tak aktiv. Begitupun saat menelfon Anton, besan cowonya atau Papanya Anabelle, juga tak aktiv. Sepertinya mereka emang sengaja menghindar darinya. Nomer Anabelle malah sudah gak aktiv atau mungkin sudah tak di pakai lagi. Karena nomernya gak dikenal.
"Gavin, jelaskan ini semua ada apa!" bentak Galang karena melihat Vina menggelengkan kepalanya yang artinya Vina pun juga tak mendapatkan respon dari mereka.
"Ada apa sih, Pa? Emang kenapa?" tanya balik Gavin pura-pura tak tau.
"Mertua kamu gak ada yang mau ngangkat telfon Mama dan Papa. Bahkan sekarang nomer mereka di matikan, nomer Anabelle juga tak bisa di hubungi. Mereka tak biasanya seperti ini. Kamu sudah buat ulah apa, sampai bikin mereka semua menjauh dari kita!" teriak Galang yang sudah terlanjur emosi.
"Aku gak bikin masalah apa-apa. Mungkin mertua ku lagi sibuk," elaknya.
"Terus nomer Anabelle kenapa gak bisa di hubungi."
"Mungkin ganti kartu."
"Mungkin. Kamu bilang Mungkin? Kenapa kamu sebagai suaminya gak tau, Gav! Emang sudah berapa lama Anabelle pergi dan sudah berapa lama gak menghubungi istrimu itu hingga kamu gak tau apa-apa seperti ini?" omelnya. Membuat Gavin cemberut.
"Papa ini kenapa sih, marah-marah terus dari tadi. Aku ini lagi ada masalah berat loh, bukannya di kasihani malah di marahin," ujar Gavin tak suka.
"Papa tau. Papa sangat tahu kamu lagi ada masalah berat saat ini, tapi kemana sekarang istrimu, tangan kanan kamu, mertuamu. Seharusnya mereka ada di sini semua buat mendukugn kamu, mensuport kamu, buat mikirin bagimana kedepannya. Kenapa mereka menghilang semua, Gav. Apa yang sebenarnya terjadi. Kamu juga sudah lama tidak membawa istrimu ke rumah Papa. Dan setiap Papa telfon kamu dan nanya keadaan istrimu, kamu bilang semuanya baik-baik saja. Tapi sekarang? Andai Papa dan Mama gak ke sini, mungkin Papa gak akan tau, jika kamu sudah tinggalkan oleh orang-orang terdekatmu," tutur Galang tegas.
Tiba-tiba Galang keingat dengan Bagas, dia pun menelfon Bagas. Syukurnya kali ini, Bagas menerima telfon darinya. Tidak seperti besanya yang memilih untuk mengabaikan telfon darinya.
"Assalamualaikum, Om ucapnya sopan. Karena mereka cukup deka, jadi Bagas memanggil Galang dengan sebutan Om, bukan Tuan besar ataupun Pak.
"Waalaikumsalam, Bagas. Kamu ada dimana?" tanya Galang.
"Di kampung, Om," jawabnya.
"Oh, kamu sudah tau kalau Pabrik Gavin kebakaran?" tanyanya.
"Tahu, Om."
"Kamu gak sini. Gavin sendirian loh."
"Maaf, Om. Tapi saya sudah resign sejak sebulan yang lalu. Dan saya juga sudah tak ada hubungan apa-apa lagi sama Gavin. Saya memutuskan semuanya dan tak mau bantu apapun. Entah itu masalah peribadi, ataupun masalah perusahaan."
"Kenapa?"
"Saya tidak cocok lagi bekerja dengan Gavin."
"Kamu ada masalah dengannya?"
"Lebih baik Om tanyakan itu ke Gavin, karena saya tidak bisa menjawabnya."
"Kamu tau tentang hubungan Anabelle sama Gavin."
"Tahu, Om."
"Kamu tau dimana Anabelle sekarang berada, soalnya dia tidak ada di rumah."
"Saya tidak tahu, Om." bohongnya.
"Okay, Anabelle sudah lama pergi dari rumah?"
"Cukup lama, Om. Hampir dua bulan." Mendengar hal itu, Galang pun meradang, ia menatap Gavin dengan tatapan mematikan.
"Oh, Apa Gavin dan Anabelle ada masalah sampai Anabelle pergi dari rumah ini?"
"Untuk itu, Om bisa tanya ke Gavin apa penyebab Anabelle pergi dari rumah itu?"
"Jadi Anabelle pergi, bukan liburan?" tanyanya lagi, ia sudah berhasil memancing Bagas.
"Liburan?" Bagas yang sadar dirinya terpancing pun hanya bisa menghela nafas.
"Ya, jadi Anabelle pergi, bukan liburan?" tanyanya lagi memastikan.
"Iya, Anabelle pergi dan itu karena Gavin."
"Oh, okay. Om mengerti. Terima kasih ya."
"Sama-Sama Om,"
"Kalau gitu saya tutup dulu. Asalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah itu, Galang pun menutup telfonnya dan menatap Gavin dengan tatapan tajam. Vina pun merasa sedih karena ternyata Anabelle pergi dari rumah ini dan sudah hampir dua bulan. Pantas jika menantunay tak lagi datang ke rumahnya, jadi inikah alasannya.
Vina juga menatap ke arah Gavin yang hanya menundukkan kepalanya, ia tau, mungkin sudah saatnya rahasianya terbongkar.
"Kamu masih mau berbohong sama Papa?" bentak Galang sambil menghancurkan gelas yang ada di hadapannya. Sakarang emosinya sudah mulai memuncak karean Gavin sedari tadi terus menerus membohonginya.
"Apakah Papa harus mencari tau sendiri masalah ini?" tanyanya lagi masih dengan emosi.
"Maaf, Pa," uap Gavin yang tak lagi bisa mengelak.
"Ada apa sebenarnya, Gav? Kenapa Anabelle sampai pergi dari sini?" tanya Vina lembut.
"Sebenarnya hanya salah faham, Ma. Anabelle mengira kalau aku selingkuh, padahal enggak. Terus dia pergi gitu aja karena aku tak mengakui kalau aku selingkuh, padahal aku emang gak ada hubungan apapun dengan wanita lain. Terus apa yang harus aku akui?" Gavin ternyat masih mencoba keberuntungannya untuk sekali lagi berbohong.
"Anabelle nuduh kamu selingkuh sama siapa?" tanya Vina.
"Sarah, Mah," jawabnya. Dalam hati, Gavin memina maaf pada Sarah karena sudah membawa nama dia.
"Kamu yakin wanita itu Sarah?" tanya Galang memastikan karena ia merasa jika Gavin masih berkata bohong padanya.
"Iya, Pa," jawabnya menundukkan kepala, gak berani untuk menatap wajah papanya.
"Okay, papa percaya. Tapi jika Papa tau kamu berbohong, Papa gak akan segan-segan memberikan kamu pelajaran. Karena dari kecil, kamu sudah Papa didik untuk jadi laki-laki yang bertanggung jawab dan setia. Tidak ada di keluarga kita yang slingkuh atau mendua. Bahkan Mamamu aja paling benci pengkhianatan, jadi jangan coba-coba kamu tipu orang tua kamu sendiri. Dan sepintar-pintarnya kamu menutup bangkai, pada akhirnya akan kecium juga. Hanya menunggu waktu, kapan rahasia itu akan terbongkar," sindir Galang. Membuat Gavin semakin gugup dan tak nyaman berada lama-lama di sana.
"Iya, aku ke kamar dulu. Kepalaku pusing. Kalau Mama dan Papa, ingin menginap. Bilang aja sama Bibi, biar kamarnya di siapkan," ujarnya lalu pergi dari sana. Sedangkan Galang dan Vina semakin curga karena sikap Gavin tak seperti biasanya yang selalul gentle menghadapi masalah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments