Satu bulan sudah sejak Bagas resign, ia memilih untuk pulang kampung setelah tubuhnya merasa sehat, dan tak lagi merasa sakit. Ia ingin pulang kampung dan membuka usaha sendiri di sana. Ia benar-benar memutuskan hubungannya dengan Gavin, bahkan ia tak segan untuk memblokir nomer Gavin dan semua sosial medianya. Bagas emang benci sebuah pengkhianatan, karena ia sadar, dirinya terlahir dari rahim perempuan. Untuk itu, ia memilih mundur dari pekerjaannya dari pada ia terus merasa bersalah. Buat apa gaji besar, jika batin tak lagi merasa nyaman.
Sejak kepergian Bagas, Gavin di buat kelimpungan sendiri. Ia bahkan tak ada waktu buat Veronica. Karena ia terlalu sibuk bekerja, bahkan tak jarang ia pulang tengah malam, kadang ia juga memilih untuk tidur di ruangannya, karena terlalu malas untuk pulang. Bagas menyerahkan semua pekerjannya begitu saja, ia bahkan tak mau menyelesaikan sampai akhir. Dan mau gak mau, Gavin sendiri yang harus turun tangan di bantu oleh Sarah sebagai sekertarisnya.
Kepergian Anabelle dan Bagas memberikan dampak yang cukup besar dalam hidupnya. Tak ada lagi yang mengurus hidupnya, tak ada lagi yang menyiapkan kebutuhannya dan tak ada lagi yang mengingatkanya untuk makan, istirahat dan yang lainnya. Tak ada lagi yang memberikan dirinya perhatian, tak ada lagi yang menyambut dirinya pulang dengan senyuman. Semuanya benar-benar terasa hambar. Walaupun di rumah ada Bibi Ani, selaku ART. Tapi tetap saja ia merasa kesepian, toh Bibi Ani hanya bagian bersih-bersih rumah dan masak jika emang Gavin ingin makan di rumah.
Beda sama Anabelle, dia adalah teman hidup, teman tidur, yang mendengarkan segala keluh kesahnya, yang menyiapkan semua kebutuhannya sebelum berangkat kerja, yang benar-benar memperhatikan dirinya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Yang memijitnya di kala ia merasa lelah, yang memberikan support di kala ia merasa berada di titik terendah, yang akan memberikan dirinya kehangatan dan surga dunia yang bikin dirinya ketagihan. Tapi kini Anabelle pergi entah kemana. Bahkan oranag-orangnya pun tak ada yang bisa melacak keberadaan Anabelle. Ia seperti hilang di telan Bumi.
Kini Gavin benar-benar seperti tak terurus, wajah kusut tak lagi fress seperti dulu. Bahkan berat badannya pun menurun tiga kilo. Mungkin karena Gavin jarang istirahat, seharian sibuk bekerja bahkan sampai tengah malam. Sering telat makan, bahkan ia akan makan setelah perutnya terasa perih.
"Kenapa hidupku jadi seperti ini?" gumamnya merasa kesal. Kepalanya terasa pusing karena ia kurang tidur tadi malam.
Saat ia memijit pelipisnya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
"Masuk," ucapnya sambil melihat siapa yang datang.
"Ada apa?" tanya Gavin dingin, ia tak lagi ramah seperti dulu.
"Satu jam lagi Anda ada pertemuan penting dengan Bapak Adi di Hotel Flow," ujarnya memberitahu.
"Hemm, ntar lagi saya keluar. Kamu ikut ya, seperti biasa."
"Baik, Pak," jawabnya. Memang sebagai sekretaris sudah seharusnya ia ikut kemanapun Gavin pergi. Jika dulu ia akan ikut kemanapun Bagas pergi, tapi sekarang beralih ke Gavin, karena Bagas sebagai orang kepercayaannya sudah tak lagi bekerja di sana.
"Jangan lupa siapkan dokumennya,"
"Siap, Pak."
"Iya sudah, kamu boleh keluar."
Sarah menganggukkan kepala sedikit lalu pergi dari sana. Setelah kepergian Sarah, tiba-tiba Hp Gavin berbunyi, siapa lagi yang nelfon kalau bukan Veronica.
"Hallo, Sayang," sapanya yang manmpakkan wajah cantiknya di layar hp.
"Hallo, lagi apa?" tanya Gavin tak semangat.
"Lagi makan nih, sambil nunggu giliran dipanggil. Kamu lagi apa Sayang, kok wajah kamu makin hari makin kusut sayang?" tanyanya melihat wajah Gavin yang tak terurus. Bahkan kini binar ceria seakan meredup.
"Lagi mau keluar bentar lagi."
"Mau ke mana?"
"Ada pertemuan bisnis."
"Oh gitu, semangat Sayang. Besok aku sudah pulang, kita ketemuan ya," ujar Veronica yang sangat antusias sekali, karena ia sangat merindukan pacarnya itu. Berbeda dengan Gavin, ia bahkan merasa malas untuk bertemu, tapi ia tak mau mengecewakan Veronica, jadi ia menyetujuinya saja. Entah kenapa sejak dirinya di buat sibuk sama pekerjaan, peraaan dirinya ke Veronica seakan menguap begitu saja, mungkin karena ia terlalu sibuk, sampai lupa akan perasaannya yang dulu begitu menggebu-gebu. Kalau dulu, ia hanya fokus merawat diri, asyik pacaran, dan cuma sesekali datang ke kantor jika ada hal penting. Jadi waktunya pun sangat banyak, sehingga ia bisa pacaran dengan bebas. Tapi sekarang, jangankan untuk bersenang-senang, bahkan untuk istirahat dengan nyenyak pun tak bisa. Ia benar-benar di buat kewalahan sendiri, ia sudah terlalu nyaman dengan keberaaan Bagas dulu, sehingga saat Bagas berhenti begitu saja, ia di buat kelimpungan sendiri, dan seperti belum siap dengan beban pekerjaan yang banyak tanpa ada yang mau bantu lagi.
"Iya sudah, Sayang. Kita udahin dulu ya, aku mau berangkat soalnya."
"Iya, Sayang. Hati-hati ya di jalan. Nanti malam aku telfon lagi."
"Iya."
Dan setelah itu, ia pun mematikan hpnya. Lalu ia bersiap-siap untuk pergi keluar, ia melihat tampilannya yang kusut, membuat dirinya hanya menghela nafas kasar. Ia segera mencuci wajahnya, menyisir rambutnya dengan tangan, lalu menyemprotkan parfum di jas mahalnya. Setelah merasa penampilannya mendingan, ia pun segera pergi dari ruangannya. Dan ternyata di depan ruangan, Sarah sudah siap menunggu. Ia berdiri sambil memegang dokumen penting.
"Ayo," ajak Gavin dengan wajah datarnya. Sarah pun segera berjalan di belakangnya, ia tak berani berjalan di sampingnya karena ia sadar posisinya hanyalah sebagai sekretaris dan sudah sewajarnya ia berjalan di belakang atasannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments