Gavin tengah memimpin rapat saat telfoonya berbunyi, karena di layar itu tertera nama Bagas, maka Gavin segera mengangkatnya karena ia mengira jika Bagas telah menemukan keberadaan sang istri, Anabelle. Gavin pun meminta untuk waktu lima menit untuk break, dan mereka yang ada di ruang rapat, hanya bisa menganggukkan kepala. Mana berani mereka bilang gak, yang ada malah mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Halo, gimana?" tanya Gavin setelah telfon terhubung.
"Maaf apa benar ini dengan Bapak Gavin?" tanyanya.
"Loh ini siapa?" tanya Gavin kaget karena yang yang menjadi lawan bicaranya bukanlah Bagas melainkan orang lain.
"Saya Siska, Pak. Karyawan Resto Berlian. Saya ingin memberitahu kalau Bapak Bagas tengah berada di rumah sakit saat ini," jawabnya memberitahu membaut Gavin kaget, bagaimana bisa Bagas ada di rumah sakit, sedangkan dia kini tengah di tugaskan untuk mencari keberadaan Anabelle.
"Emang kenapa dengan Bagas?" tanya Gavin penasaran.
"Tadi Bapak Bagas memesan ruangan VVIP di Resto Berlian. Ia bertemu dengan wanita, dan setelah wanita itu pergi. Saya merasa curiga karena sudah tiga jam lebih Bapak Bagas tidak keluar dari ruangan itu. Jadi saya dan teman saya mencoba untuk mencari tahu, dan ternyata pintunya di kunci dari luar. Setelah pintu terbuka, saya sudah melihat Bapak Bagas terkapai di lantai dengan hidung yang mengeluarkan darah sedikit. Dan baju yang kusut seperti habis berkelahi."
Mendengar hal itu membuat Gavin kaget. "Enggak mungkin kan jika Bagas bertengkar dengan wanita itu? Dan ada urusan apa Bagas bertemu wanita tanpa sepengetahuan aku, jangan-jangan mereka pacaran di belakang aku. Dan karena Bagas mencoba untuk melecehkannya, wanita itu memukul Bagas," pikir Gavin yang sudah tak karuan. Memikirkan hal itu membuat Gavin merasa kesal karena Bagas tidak amanah dengan perintah yang ia suruh.
"Bapak?" panggil Siska, karena tak ada tanggapan dari Gavin.
"Iya. Terus gimana keadaan Bagas sekarang?" tanya Gavin.
"Dia masih di periksa dan belum sadar diri. Jika Bapak berkenan, Bapak bisa datang di Rumah Sakit Sejahtera, tak jauh dari Resto Berlian. Saya gak bisa lama-lama, karena saya harus kembali bekerja," balas Siska, dia membawa Bagas ke rumah sakit karena gak tega dan atas perkerimanusiaan. Makanya ia dan temannya meminta waktu istirahat sebentar ke atasannya untuk pergi ke rumah sakit. Untungnya Siska dan rekan kerjanya itu di kasih izin. Lagian jika sampai Bagas kenapa-napa, bisa-bisa Resto Berlian kena masalah.
"Baiklah, saya akan segera ke sana."
"Baik."
Dan setelah itu, Gavin pun segera mempercepat rapatnya agar ia bisa menjenguk Bagas. Walaupun Bagas sudah mengecewakannya, tapi ia gak bisa mengacuhkannya begitu saja, karena jika dirinya yang sakit, Bagas akan selalu ada untuknya.
Sedangkan Siska, ia menitipkan Hpnya Bagas ke dokter yang tengah memeriksa Bagas, ia terpaksa memeriksa identigas Bagas dari kartu yang ada di dompet Bagas. Ia butuh data Bagas untuk mengisi administrasinya. Dan juga mengambil sedikit uang dari dompet itu buat bayar biaya administasinya. Siksa juga terpaksa meminjam HP Bagas untuk menelfon keluarganya dan ketika ia melihat di panggilan terakhir itu Gavin, jadi ia asal telfon aja.
Setelah menyerahkan Hpnya, Siksa dan temannya pun segera pergi. Sedangkan Gavin ia kini tengah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Jika bukan karena ingat jasa-jasa Bagas selama ini, ia mungkin memilih menyelesaikan rapat pentingnya itu, bukan malah menyudahinya dengan terburu-buru.
"Pak cepetan dikit, dong," perintah Gavin ke Pak Arman. Ia merasa jika Pak Arman membawa sepedanya terlalu pelan.
"Iya, Tuan," jawabnya sambil mempercepat laju mobilnya.
Tak lama kemudian, mereka pun sudah sampai di depan Rumah Sakit Sejahtera. Gavin langsung membuka pintu mobilnya tanpa menunggu Pak Arman yang biasanya membukakan pintu mobil belakang untuknya. Dengan sedikit berlari, Gavin menanyakan ruangan Bagas, dan setelah itu ia pun pergi ke ruangan di mana Bagas ternyata sudah selesai di periksa. Sedangkan Pak Arman, setelah ia memarkirkan mobilnya, ia duduk tak jauh dari mobil sambil memainkan HPnya.
"Dok, gimana keadaan Bagas?" tanya Gavin setelah ada di sana. Untungnya masih ada satu dokter yang menjaganya sampai dirinya datang.
"Hidungnya sedikit patah, dan ada lebam di pipinya, tapi untuk pipi gak papa, hanya sedikit bengkak jika di obati, tiga atau empat hari sudah sembuh. Dan ada retak di bagian rusuknya, mungkin karena Bapak Bagas mendapatkan pukulan yang mematikan dari seseorang."
"Tapi Bagas gak papa kan? Dia gak mati kan?" tanya Gavin panik mendengar kata 'pukulan yang mematikan'.
"Enggak, mungkin beberapa jam lagi, Bapak Bagas akan sadar, namun ia harus di rawat dua atau tiga hari, untuk memantau keadaannya."
"Baik, Dok. Terima kasih."
Dan setelah itu, sang dokter pun pergi dari sana. Dan kini hanya tinggal Gavin yang tengah menjaga Bagas. "Sebenarnya apa sih yang terjadi, kenapa wajah kamu bengkak gini, sampai dokter bilang hidung dan tulang rusuk kamu retak. Emang kamu gak bisa melawan cewek itu kah? Bukannya kamu itu pintar berkelahi?" Gavin menceramahi Bagas, sayanya Bagas tak bisa menjawanya karena dirinya masih belum sadarkan diri.
"Aku baru keluar dari rumah sakit, tapi kenapa malah sekarang kamu yang masuk rumah sakit, terus siapa yang akan bantu aku buat cari keberaaan istriku?" tanya Gavin lagi sambil duduk di kursi samping brankar, ia merasa lelah jika harus berdiri terus. Saat ia tengah menceramahi Bagas, Hpnya berbunyi dan ternyata dari Veronica. Gavin tersenyum, karena baginya, Veronica vidio call di waktu yang tepat. Ia emang butuh seseorang buat mendinginkan kepalanya yang kini tengah emosi karena Bagas yang gak becus itu.
"Hallo, Sayang." sapa Gavin dengan senyuman manisnya.
"Hallo, Sayang. Kamu ada di mana?" tanya Veronica melihat ruangan yang gak asing untuknya.
"Oh aku ada di rumah sakit."
"Loh katanya sudah sembuh?"
"Bukan aku yang sakit, yank."
"Terus siapa?" tanya Veronica. Gavin lalu mengarahkan kameranya hingga memperlihatkan Bagas yang tengah berbaring di atas brankar.
"Kenapa dengan Bagas?" tannya Veronica yang emang kenal dan pernah bertemu beberapa kalli dengan Bagas karena urusan bisnis.
"Oh dia sakit."
"Iya sakit kenapa?"
"Aku gak tau, kayaknya dia bertengkar ma ceweknya lalu di pukulin,"
"What! sadis banget ceweknya."
"Iya itu, yank. Untung kamu gak kek gitu, iya kan sayang."
"Iyalah, Mas. Ya kali aku nyakitin kamu. Aku kan cinta banget sama kamu."
"Sama yank, aku juga cinta banget sama kamu. Kamu gak syuting yank?"
"Aku baru pulang tadi pagi dari lokasi syuting. Nanti jam setengah tiga balik lagi ke sana. Sekarang aku ada di hotel gak jauh dari lokasi syuting. Mas gak kerja?"
"Kerja, tapi aku terpaksa ke sini, kasihan kalau Bagas sakit sendirian gak ada yang jenguk."
"Iya juga sih."
Lalu mereka pun mengobrol lama sampai Gavin gak sadar jika Bagas sudah membuka matanya. Mendengar Gavin menelfon pacarnya dengan mesra membuat Bagas ingin mengumpat dalam hati. Ia sampai luka gini, gara-gara bantu Gavin mencari istrinya. Tapi Gavin malah sibuk pacaran sama selingkuhannya. Untung atasan, kalau enggak. Bagas pasti sudah memukul Gavin sampai babak belur, agar jadi cowok itu tau diri. Sudah punya istri, masih cari selingkuhan. Bahkan istri hilang pun sepertinya gak menyesal, malah asyik mesra-mesraan sama cewek lain.
Entah kenapa melihat hal itu, membuat Bagas merasa geram. Untungnya dia cukup tau diri, posisinya yang hanya tangan kanan Gavin, jadi ia gak akan melakukan hal-hal yang akan membuat dirinya kehilangan pekerjaan. Terlebih Gavin menggaji dirinya cukup mahal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Firda Fami
laki" gk da yg setia...
2022-10-07
1