Bab 9

Keesokan paginya.

Aluna terbangun dari tidurnya, namun saat ia beranjak dari tempat tidur yang hanya beralaskan tikar itu sedikit sempoyongan hampir saja ia terjatuh lagi. Kepalanya tiba-tiba saja pusing karena ia terlambat minum obat dua hari kemarin, lalu ia pun bercermin. Melihat bayangan wajahnya sendiri yang terlihat pucat. Ia menyentuh wajahnya itu, sangat menyedihkan. Kelopak mata menghitam hidung mancungnya semakin terlihat karena tubuhnya semakin kurus. Belum lagi pipi cuabi itu yang kian menipis.

"Jelek sekali aku, aku tidak boleh terlihat pucat di hadapan suamiku," ucapnya. Lalu ia mengambil tas besar yang berisi pakaian, tak ada lemari baju yang dimilikinya. Bahkan alat make-up termahalnya pun tersimpan di dalam tas itu, semua barang mahalnya seakan tak berharga.

Wajahnya dipoles dengan bedak, tak lupa ia memberi warna di bibirnya. Lalu ia tersenyum saat melihat penampilannya, tidak ada lagi wajah pucat. Malah ia terlihat lebih cantik dari biasanya. Aluna siap menampakkan diri di hadapan suaminya. Perlahan ia berjalan, rasa pusing di kepala tak bisa dihiraukan karena ia memang benar sangat pusing. Tak lupa ia membawa obat untuk diminum pagi itu.

Karena akan meminum obat, ia lebih dulu membuat sarapan untuknya. Roti yang sempat dibeli ternyata tinggal satu lembar. "Aku rasa cukup untuk mengganjal perut," ucapnya.

Ia tak langsung meminum obat, ia lebih mengutamakan membuat sarapan untuk suaminya. Tak ada roti sehingga ia harus memasak yang lain. Tapi rasa pusing itu kembali menerpa, ia segera meminum obat itu. Dan saat Aluna tengah memegang botol obat itu, suaminya melihat.

"I-ini ha-hanya vitamin." Ucap Aluna sambil menyembunyikan obat itu ke belakang tubuhnya.

"Kamu pikir aku peduli?!" cetusnya, lalu ia duduk dan meneguk air putih yang tersedia di atas meja. Dan ia pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena ia akan bekerja kembali seperti biasa.

Aluna mengerucutkan bibir, kenapa suaminya masih bersikap dingin dan cuek? Padahal ia selalu menunjukkan rasa kepedulian terhadapnya. Belum lagi ia tak mempermasalahkan soal Syerly, semua ia tahan demi keutuhan rumah tangganya. Ia juga bukan wanita bodoh yang bisa disakiti begitu saja, andai ia gadis sehat dan tidak penyakitan. Mungkin ia akan melawan dan membuat suaminya menyesal, sayangnya ia tak ada kemampuan seperti itu karena yang lebih ia takutkan suaminya malah membencinya dan tak ada harapan kebahagiaan disisa umurnya.

"Lebih baik aku buat sarapan, nanti suamiku ngoceh karena tidak ada sarapan." Tapi Aluna meminum obatnya terlebih dulu, dan menyimpan obat itu ke dalam saku. Setelah masakan terhidang suaminya pun selesai mandi dan kali ini mereka sarapan bersama.

"Nanti siang aku bawakan makanan ya? Aku janji kali ini aku akan ke sana," ucap Aluna di sela-sela kunyahannya.

"Hmm," jawab Iskhandar singkat.

***

Siang ini Aluna sudah siap akan mengantarkan makan siang untuk suaminya. Rasa pusing pun sudah mulai berkurang meski tak hilang sepenuhnya. Siang ini ia menggunakan pakaian dres bermotif bunga-bunga dengan panjangnya di bawah lutut. flat shoes melengkapi kaki jenjangnya. Aluna terlihat sangat cantik meski tubuhnya semakin kurus.

Ia berharap gadis kemarin tidak ada, wajahnya terlihat ceria. Ia tak boleh terlihat lemas di hadapan suaminya apa lagi di hadapan teman kerjanya. Ia tak akan membuat suaminya malu, ia menunjukkan kepada orang-orang bahwa rumah tangganya baik-baik saja, pernikahannya di mata orang sangat bahagia.

Hingga tiba di sana, suaminya tengah duduk sambil mengipas-ngipas wajah menggunakan topi. Duduk di tempat yang teduh, berjarak beberapa meter dari teman-temannya. Tanpa sepengetahuannya, ternyata sang adik mengikutinya. Awalnya, Bella hendak berkunjung. Namun melihat sang kakak akan pergi dan ia pun mengikutinya sampai di tempat kerja kakak iparnya.

Bella mengintip dari kejauhan, dan Aluna tiba di hadapan suaminya.

"Aku tidak terlambat 'kan?" tanya Aluna sambil ikut duduk sembarang di hadapan suaminya.

Seperti biasa, Iskhandar tak menjawab. Dan Bella terus memperhatikan, ada gelagat yang dicurigai dari kakak iparnya itu. Melihat wajahnya saja sudah bisa ditebak kalau pria itu tidak peduli kepada kakaknya.

Aluna membuka bekal makanan itu, dan memindahkannya ke dalam piring. Saat Iskhandar menerima piring itu terlihat sangat kasar sekali. Sampai-sampai Bella meringis melihatnya.

"Kak, ini yang kamu bilang bahagia?" lirih Bella. Rasanya Bella tak sanggup melihat apa yang terjadi di hadapannya. "Kenapa kakak berbohong? Kalau suamimu tidak mencintaimu kenapa tidak pulang saja? Jangan jadi wanita bodoh hanya demi cinta, kak!" Bella jadi kesal sendiri.

Ia sendiri tidak tahu apa artinya cinta itu, makanya ia tak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh kakaknya. Bagi Aluna, karena ia tak ada kesempatan dan tak ada waktu lebih lama lagi bisa hidup bersama suaminya, sehingga ia hanya diam saat sikap suaminya yang dingin tanpa ada rasa peduli sedikit pun kepadanya.

Bentakkan demi bentakkan itu terdengar, Bella tidak tahu lebih jelas kesalahan apa yang dibuat oleh kakaknya itu. Bella hanya bisa menangis saat melihat kakaknya diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Tangannya mengepal keras, rasanya ia ingin sekali menghajar kakak iparnya itu. Mungkin jika tak memandang sang kakak ia pasti memakinya kembali bahkan bila perlu ia akan membunuhnya sekalian.

Tidak bisa diam saja, Bella segera pulang untuk melaporkan apa yang kakaknya alami. Sang ayah perlu tahu dengan sikap menantunya itu.

***

Bella tiba di rumah.

Sesampainya di sana ia segera mencari ayahnya.

"Ayah ...," teriak Bella.

"Bella, apa yang kamu lakukan? Pantas ayahmu sering marah, mau sampai kapan sikap wanitamu seperti ini, hah?" protes sang ibu.

Bella tidak mempedulikan itu, yang diinginkannya sekarang adalah bertemu dengan ayahnya. Ia akan melaporkan apa yang terjadi dengan kakaknya. Aluna saudara satu-satunya yang dimilikinya, tentu ia tak akan terima jika kakaknya disakiti.

"Ayah ..." Bella menemukan ayahnya yang tengah berkutat di ruangan kerjanya. Umurnya sudah tidak muda lagi sehingga ia bekerja hanya dari rumah. Untuk terjun ke lapangan ada orang kepercayaannya.

"Ada apa Bella? Tidak bisa kah sikapmu lembut seperti kakakmu?" ucap Mohan.

Bella menghela napas, ini bukan saatnya ayahnya menceramahinya. Ada yang lebih gawat dari ini.

"Ada apa, hmm?" tanya Mohan, ia menghentikan aktivitasnya dan kini menatap wajah putri keduanya.

"Kenapa Papa merestui kak Luna menikah dengan pria itu?"

"Kenapa menanyakannya sekarang?"

"Aku mau Papa menjemput kak Luna pulang, suaminya tidak mencintainya. Sikap laki-laki itu kasar, Papa harus menjemputnya," jelas Bella.

Rahang Mohan mengeras dan kedua tangannya mengepal, meski ia tidak melihatnya secara langsung tapi ia tak akan membiarkan itu terjadi pada putrinya. Mohan menghubungi seseorang, ia akan bertindak jika memang anaknya tersakiti.

Terpopuler

Comments

heni diana

heni diana

Bagus bella cepat jemput kakakmu ksian dia rela hidup menderita hnya demi suami yg tak ada rasa empati sedikitpun.. Biar si iskandar jera

2022-09-19

0

Puja Kesuma

Puja Kesuma

adik mana yg tega kakak satu satunya menderita pastilah bertindak..kakak bodoh adik yg hrs pintar😁😁 smakin lama aluna berada disisi iskandar maka semakin aluna menderita dan penyakitnya makin parah...

2022-09-19

1

💕KyNaRa❣️PUTRI💞

💕KyNaRa❣️PUTRI💞

yah semoga aja ..... ntar pas lupa semoga si suami kejam si iskandar itu dia lupa ....dan jngan di ingat

2022-09-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!