Pelajaranku menurun. Aku tak lagi dapat peringkat pertama. Walaupun masih 5 besar. Dan teman temanku masih bisa mengandalkan contekanku. Pecah fokus antara Riyan dan pelajaran membuatku keteteran sendiri. Itulah mungkin sebaiknya tak pacaran saat masih sekolah. Tidak akan fokus. Sulit berprestasi.
Liburan semester tiba. Kali ini aku tak bisa menikmati libur panjang karena bertepatan dengan PKL ( praktek kerja lapangan) selama 1,5 bulan. Aku ditempatkan di supermarket pelosok kota. Melelahkan. Jaraknya hampir satu jam dari rumah. Ayahku kerepotan mengantar jemput. Untung ada Riyan yang dengan senang hati menggantikannya. Hahaha lumayan juga, ojek gratis, ganteng lagi. Riyan mau repot menjemputku pagi, dan mengantar pulang sore hari. Acara antar jemput itu membuat Riyan semakin diterima dirumahku. Ia mulai akrab dengan semua anggota keluarga. Dia memang anak supel yang mudah bergaul sih.
Aku satu tempat dengan Septy, tapi jauh dari Tika. Dia ditengah kota, sedang aku diujung. Aku selalu istirahat berdua dengan Septy, walaupun tak seramai Tika, tapi lumayanlah untuk teman ngobrol.
"Tika off yaa hari ini. Ihh kita gak bisa off barengan yaa," kata Septy.
"Masa sih? Kamu chat sama dia ya kok tau dia off?" tanyaku.
"Lah, dia kan pasang status."
"Iya toh? Mana?" tanyaku sambil menggulir kebawah. Aku heran, karena di hpku gak ada status Tika sama sekali. Anak itu memang jarang bikin status setahuku.
"Ini lho, masak punyamu gak ada. Masak kamu sohibnya di hide?" tanya Septy sambil menyodorkan hpnya. Aku melihat status Tika. 'Off main sama ayang.' tulis Tika dengan foto dirinya sedang selfie. Heiiii aku kenal helem di belakangnya. Aku mengamati foto itu lebih lama. Hummmm ada yang main api kah? Itu helm Riyan aku yakin.
"Tumben tumben Tika bikin status. Biasanya anteng aja," kataku santai.
"Anteng? Wahhh bener kamu di hide. Hampir tiap hari dia bikin status Put. Yang isinya galau galau gitu."
"Masa sih?" tanyaku gak percaya. Septy kembali menyerahkan hpnya. Wall akun publik milik Tika itu, dipenuhi dengan status galau. Bahkan kadang kata kata kasar. Dari tanggalnya aku tahu itu setiap hari dia update. Ada fotonya dengan Riyan selfie nempel. Semakin kebawah ku gulir semakin banyak ku temukan foto Riyan. Kebanyakan sepertinya candid.
"Jadi kamu juga baru tahu kalau dia sering kencan sama Riyan?" tanya Septy. Aku mengangguk.
"Kamu emang gak risih di tempeli Tika kemana mana? Udah gitu suka ngikut ngikut gaya lagi. Kamu berponi dia berponi, kamu pakai jepit dia pakai jepit, kamu dikuncir, dia ikut dikuncir. Cuma gak ikut pakai kacamata aja," kata Septy. Aku tertawa. Ternyata bukan hanya aku yang menyadari gaya foto copy Tika. Yaa dia memang seperti itu. Tapi aku santai saja.
"Aku gak masalah sih dia ngikutin gaya aku. Mau sama plek juga terserah. Bukankah yang asli lebih baik dari yang foto copy? Pernah nge robek foto copy ijazah, akte, atau surat tanah, tapi pernahkah merobek surat aslinya?" kataku sambil senyum. Septy mangut manggut.
"Kalau Riyan gimana? Juga sanggup berbagi pacar?" tanya septy sambil mengangkat satu alisnya.
"Aku gak tahu, tapi kalau masalah wajah, body, dan otak aku sama sekali gak takut bersaing. Kamu pun pasti tahu dia bukan sainganku," kataku pede. Septy tertawa.
"Aku suka pedemu Put, tapi saat yang sama aku merasa kamu meremehkan dengan sangat menyakitkan. Hahahaha."
Memang benar. Maaf bukan meremehkan tapi aku bicara fakta. Secara wajah dan body aku lebih cantik dan menarik dari Tika. Masalah otak? Jangan ditanya lagi. Semua orang juga tahu nilai ulangan Tika itu hasil pemikiran siapa. Satu ulangan saja tidak di sebelahku, maka hasilnya akan jauh dibawahku. Karena itu aku tak masalah dengan gayanya yang suka foto copy gayaku. It's oke. Bukankah master lebih baik dari foto copynya??
Riyan menjemputku dengan motor. Mukanya di tekuk. Bete tingkat dewa sepertinya.
"Kenapa?" tanyaku kepo
"Gak papa, mampir makan dulu yuk. Aku laper."
"Bukannya tadi main sama seseorang? Masak gak makan?" tanyaku mencoba mengorek kejujurannya.
"Kamu tahu? Kamu gak di hide lagi? Kamu cemburu?" tanyanya setengah panik. Aku cuma senyum manis.
"Kita perlu bicara. Sepertinya kamarku tempat yang tepat. Aku butuh pelukan kamu," katanya menyerahkan helem yang biasa kupakai.
"Gak di kamarmu juga kali. Di tempat yang rame," kataku. Yang benar aja ngobrol di kamarnya. Itu modus namanya.
"Di rumahku sedang sepi kok," katanya santai
"Apalagi sepi. Gak mau ahhh," jawabku.
Bukan Riyan namanya kalau gak keras kepala. Sampai juga aku di kamar abu abu ini. Aku duduk di kursi meja belajar. Dia duduk di kursi malas sambil memangku gitar. Memetiknya perlahan.
"Oke, sekarang jelaskan," kataku sambil menatapnya.
"Aku bingung mau bicara dari mana. Aku takut merusak pertemanan kalian.... tapi kamu sekarang sudah tahu. Gimana mulai ceritanya?" dia kebingungan.
"Sejak kapan kalian berhubungan di belakangku? Kamu menargetkan Tika?!!!"
"Bu, bukan begitu sayang bukan aku berhubungan dengannya. Aduh, gimana ini..... Gini ya, mataku masih sehat. Sekali lihat saja aku tahu mana lantai marmer mana lantai semen. Tika bahkan tidak menjual untuk jadi target. Apa lagi berhubungan dengan dia....."
Riyan menjelaskan kalau Tika sudah mengganggunya dari kelas satu. Saat aku memberikan nomernya pada Tika. Tiba tiba minta jemput lah. Telepon minta ketemu sambil nangis nangis lah. Tika cerita kalau keluarganya berantakan, tak ada yang memperhatikannya dan mau bunuh diri. Awalnya Riyan simpati sebagai teman. Lama kelamaan ternyata Tika selalu meng candid kebersamaan mereka. Dan mengancam akan membeberkan padaku. Riyan tak ingin kami bertengkar. Yang dia tahu Tika satu satunya teman yang dekat denganku disekolah. Tak ingin aku sakit hati, maka ancamannya selalu berhasil walau dia malas.
"Aku berani sumpah gak pernah tertarik sama dia, tapi ya gitu dia punya banyak alesan buat ketemu."
"Kayak tadi? Ngapain aja kalian? Trus di HUT sekolah ngapain kamu berdua dikelas kosong? Mesum?!!" tanyaku datar saja, walau panas juga hati ini.
"Astaga Put, mesum juga lihat orangnya kali. Kalau masalah cewek buat di mesum in aku gak kurang orang cantik sayang. Di hut dia katanya mau bilang penting, tapi malah nyium aku. Aku biarin aja sepuasnya nyosor tanpa tanggapan. Waktu dia bilang mau tampil, aku sebenarnya mau bikin dia panas mau cium kamu dipangkuan ku. Ehh kamu malah meronta kaya mau diperkosa. Tadi lebih parah lagi....."
"Kenapa lanjutin!!" kataku mulai emosi tinggi.
"Ulu..... yang cemburu mulai panas. Sini biar gak panas," katanya sambil meletakan gitar dan merentangkan tangan.
"Gak!! Bilang dulu kalian ngapain!!"
"Sini dulu," katanya sambil menepuk pahanya dan tersenyum manis. Aku berjalan menghampirinya. Tapi hanya berdiri di dekatnya ogah naik naik kepaha. Dia berdiri dan memeluku. Mengecup beberapa kali kepalaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments