Aku masih berkomunikasi dengan Riyan. Dia masih juga mengirimkan lagu cover atau lagu kami untuk merayuku. Benar kata Riyan, Kak Dena semakin hari semakin modis. Hpnya keluaran terbaru setara dengan SPP dua tahun di SMK negeri ini. Tasnya, sepatunya Wow.... semua yang ada pada dirinya menarik perhatian. Yang pasti semuanya mahal dan bagus bagus.
Apa aku takut pada Riyan? Aku tidak tahu. Aku sadar betul dia penjahat. Tapi semua sikap manisnya padaku tidak menunjukkan itu semua. Dia itu anak baik, yang berada dilingkungan yang jahat. Mungkin seperti itu. Aku tidak tahu. Lebih tepatnya aku tak perduli dengan apa yang dia lakukan. Aku hanya suka padanya. Semua yang dia ceritakan, yang dia lakukan hanya semu menurutku. Dia tidak jahat sama sekali padaku. Cukup. Itu cukup untukku.
Hari minggu seperti biasa. Aku habiskan untuk bersantai dan membaca. Tiba tiba suara motor yang sangat aku kenal berhenti di depan rumah. Aku segera berlari kedepan. Riyan sedang melepas helemnya dengan percaya diri.
"Kamu ngapain disini?" tanyaku heran.
"Main dong. Mau kenalan sama orang rumahmu," jawabnya santai sambil melangkah mau masuk rumah. Aku bengong di depan pintu. Dia menyapa ibu dan ayahku dengan ramah. Mencium tangan mereka. Memberikan sekotak kue sebagai oleh oleh.
"Saya Riyan Bu, teman Putri di SMP dulu. Sekarang sekolah di SMK Xxx," kata Riyan memperkenalkan diri. Percaya dirinya oke sekali. Aku kagum.
"Oooww iya rumahnya dimana?" tanya ayah.
"Di perumahan Xxx," jawab Riyan.
Obrolan pun mengalir begitu saja. Dia anak yang ramah juga supel. setengah jam saja sudah bercanda dengan Ayahku. Dia mengaku kalau Ayahnya punya showroom mobil bekas dan Ibunya buka salon. Sejak saat itu Riyan dengan mudah diterima dirumahku.
Kami jadi sering bertemu. Riyan berani mengantarkanku pulang sampai di depan rumah. Tentu tidak di jemput di depan sekolah. Biasanya aku berjalan ke belakang sekolah. Menunggunya di gardu pos milik warga sekitar. Back street dari siswi SMK. Sekarang bukan Dena lagi pacar Riyan. Anak Akutansi entah siapa namanya.
Terkadang aku mengikutinya manggung saat akhir pekan. Kadang di alun alun atau lapangan terbuka. Kadang di cafe cafe pusat kota. Simpel sedang merangkak. Mencari panggung untuk dikenal. Aku hanya duduk diam menyaksikan penampilan mereka. Kadang ke studio saat Simpel sedang latihan. Seperti hari ini aku mengikuti latihan Simpel di studio mereka. Harmoni dari alat musik yang dimainkan bersama berpadu dengan suara Riyan. Bagus, menurutku Simpel semakin bagus.
Aku menemaninya sambil baca novel. Duduk di bangku panjang favoritku dan Riyan kalau sedang berdua.
"Gak ngantuk baca buku terus?" tanya Renan saat mereka berhenti latihan. Di tangannya ada dua botol air mineral. Satu di serahkan kepadaku. Mengambil bangku duduk di depanku.
"Gak, ini seru dibaca novel detektif soalnya," kataku sambil menerima air dari Re. Riyan mendekat dan duduk di sampingku. Diam memainkan hpnya.
"Detektif yaa gimana ceritanya?" Renan antusias. Aku pun menceritakan garis besar novel yang sedang ku baca....
"Baru dapat setengah sih, jadi belum tau endingnya," kataku mengakhiri kisah.
"Menarik, nanti kalau selesai boleh pinjam?" tanya Renan matanya berbinar.
"Cih, sejak kapan kamu tertarik sama novel?" Riyan mencibir.
"Sejak melihat pacarmu selalu nempel sama novel," kata Renan.
"Kita cuma temen kok," jawabku spontan.
"Aaaaaaww!!!!" seru mereka di studio serentak.
"Riyan?? Di anggep temen? Ck ck ck ck," kata Andi sambil geleng geleng kepala.
"Sakiiiiiitttt!!!" Cleo ikut menimpali. Mereka tertawa bersama. Aku melihat ekspresi Riyan biasa saja. Sepertinya memang tidak terganggu. Dia masih sibuk memainkan hpnya. Sedangkan Renan hanya senyum senyum imut dibalik pipi chubby dan mata sipitnya. Memandangku dengan tatapan intens.
"Ini cuma novel diskonan kemarin. Tapi kalau kamu mau pinjem boleh," kataku pada Re mengalihkan topik kembali ke novel.
"Dimana ada diskonan?" tanya Re.
"Di toko Gr me di a," jawabku menyebut toko buku terbesar di kotaku.
"Kapan kapan kesana bareng yuk, mau kan?" tanya Re antusias. Botol air mineral yang tadi kuminum mendarat tepat di kening Re. Langsung terlihat kemerahan di kening Re yang putih. Aku dan Re sama sama kaget. Riyan yang melemparkan botol itu.
"Awww sakit Yan!" Re mengaduh dan protes.
"Makanya tutup mulut! Brisik," kata Riyan sewot. Re justru tertawa sambil mengedipkan matanya kearahku. Sedangkan Riyan kembali sibuk dengan hpnya.
Motor Riyan berhenti di depan rumahku. Aku turun dan menyerahkan helm.
"Jangan mau diajak pergi sama Re. Awas aja kalau mau," kata Riyan murung.
"Lha kenapa? Kan cuma cari buku diskonan," kataku santai.
"Kalau gitu cari bukunya bertiga sama aku. Aku anterin kamu," kata Riyan sambil turun dari motornya. Mendahului aku masuk rumah dan menyapa Ayah. Setelah itu mereka ngobrol berdua. Yang aku dengar Ayah ingin belajar gitar dari Riyan.
"Dulu Ayah anak jalanan Yan, tapi biasanya kalau ngamen sama teman, Ayah bagian narik in uangnya. Bukan yang genjreng gitarnya. Hahahaha," tawa ayah menggema. Riyan juga tertawa.
"Enak dong Yah, bisa di kantong in dulu uangnya sebelum dibagi," kata Riyan. Mereka berdua tertawa.
"Narik in uangnya sambil nunjukin otot Ayah yang keker dulu, biar pada takut trus ngasih uang," sambung ayah. Beliau seperti menemuka anak laki laki. Karena anak ayah tiga perempuan semua. Bersama Riyan, ayah membongkar masa mudanya yang begajulan. Mereka dekat sekali. Riyan selalu bisa mengimbangi pembicaraan ayah.
Masa muda Ayah bisa terbilang penuh warna. Ia pernah menjadi anak jalanan, anak tongkrongan yang lupa pulang dan masih banyak lagi. Berantem tawuran dan segala jenis kekerasan jalanan pernah beliau alami. Sebelum insaf dan di terima sebagai PNS. Akan tetapi sampai sekarang beliau tak ingin anak laki laki. Takut anaknya membalaskan dosa masalalunya katanya. Takut di pukuli anak sendiri karena dulu beliau suka mukuli orang. Hahahah alasan yang konyol menurutku.
Riyan pamit pulang. Aku mengantarkannya sampai halaman.
"Aku suka ayahmu. Beliau asik, tapi tidak lupa keluarga," kata Riyan. Aku mengangguk.
"Ayah seperti singa diluar, tapi selalu takut Ibu. Gak pernah mukul atau berkata kasar. Padahal kalau diluar kadang terlibat perkelahian," kataku. Riyan manggut manggut.
"Nanti temani aku manggung lagi yaa. Aku semangat kalau manggung sama kamu," kata Riyan.
"Boleh, asal jemput," jawabku. Kami diam sesaat.
"Aku mau jadi anggota keluarga disini. Asik," katanya.
"Hahahaha ayahku gak mau nambah anak angkat. Tiga anak cukup," kataku. Dia tertawa.
"Aku selalu kesepian di rumah. Ada di rumahmu seperti ini membuatku seperti..... Pulang," katanya getir. Aku menepuk tangannya yang ada di tangki motor.
"Semangat!!! Semua ada jalan sendiri sendiri. Kamu punya Simpel yang begitu asyik juga," kataku. Dia tersenyum dan mengangguk.
"Sepertinya enak kalau punya kakak," katanya iri denganku. Aku hanya tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
MAY.s
Jane Ryan kui jeules🤭
2023-03-05
1