Sudah dua hari Leo menunggu kedatangan dari Meriana, sayangnya wanita yang berprofesi sebagai model papan atas itu tidak kunjung datang ke kantor Anderson.
Padahal, dia sudah tidak sabar ingin meminta maaf kepada wanita itu. Dia juga ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan terhadap wanita itu.
Sudah dua hari ini Leo merasa tersiksa karena selalu terbayang-bayang di mana saat dia sedang menggagahi Meriana, rasanya dia sudah seperti seorang pria bejat karena memaksa seorang wanita untuk melayani dirinya.
Selepas dari apa pun penyebab dia bisa melakukan hal itu, dia tidak ingin mempermasalahkannya. Hanya satu yang ingin dia lakukan saat ini, dia ingin bertanggung jawab karena sudah meniduri Meriana.
"Hastaga! Kenapa dia tidak pernah datang? Seharusnya hari ini datang, karena harus menyiapkan baju untuk acara pemotretan besok," kata Leo seraya memperhatikan orang yang berlalu lalang di lobi kantor.
Padahal, di sini dialah yang menjadi pemerkosa. Namun, malah dia yang tidak sabar untuk bertanggung jawab.
Berbeda dengan Meriana yang terkesan lebih santai, padahal wanita itu sudah diperkosa oleh dirinya, pikirnya.
Namun, kenapa wanita itu tidak pernah datang untuk meminta pertanggung jawabannya?
Setidaknya dia datang untuk menampar pipinya, memaki, menendang miliknya, atau apa pun itu sebagai luapan emosi dari wanita itu.
Namun, nyatanya wanita itu tidak datang sama sekali untuk menampakkan batang hidungnya. Padahal, Leo mengharapkan wanita itu datang walaupun dia hanya akan mengancam dirinya untuk dipenjarakan.
Karena rasa bersalahnya yang begitu besar, akhirnya Leo memutuskan untuk menemui Meriana di rumahnya. Dia akan menanggung resikonya.
Dia tidak mau menunda-nunda lagi, dia ingin segera bertanggung jawab atas perbuatan yang sudah dia lakukan.
Setelah pulang bekerja, Leo langsung pergi ke rumah Bram. Saat dia tiba di sana, dia langsung disambut dengan ramah oleh Bram. Karena dia pikir jika Leo datang ke sana karena ditugaskan oleh Jonathan.
"Duduklah, mau minum apa? Biar segera dibuatkan sama bibi," kata Bram dengan ramah.
Leo terlihat duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu tersebut, kemudian dia menggelengkan kepalanyam
"Tidak usah, saya cuma mau bertemu dengan nona Meriana," jawab Leo gugup.
Walau bagaimanapun juga dia sudah meniduri putri dari Bram, dia harus berhati-hati dalam berucap.
Dia takut jika Bram akan marah dan lepas kendali jika dia tidak bicara dengan baik, tapi... apa pun yang akan Bram lakukan terhadap dirinya, tetap Leo akan menerimanya.
Dia sudah mempersiapkan diri sebelum datang ke sana, apa pun yang Bram akan lakukan terhadap dirinya, tentu dia akan menerimanya dengan lapang dada.
"Ada apa, Leo? Tumben sekali kamu datang bukan di waktu kerja? Lalu, untuk apa kamu ingin bertemu dengan anak saya?" tanya Bram.
Tentu saja Bram merasa aneh karena tiba-tiba saja Leo menanyakan putrinya, apalagi Leo datang dengan gerakan yang sangat aneh menurutnya.
"Anu, itu, Ehm. Saya akan bicara, tapi saya mohon pertemukan kami dulu," kata Leo.
Leo berpikir setidaknya jika Bram akan memukuli dirinya sampai babak belur, setidaknya dia berkesempatan untuk bertemu terlebih dahulu dengan Meriana dan sempat untuk mengucapkan kata maafnya.
Walaupun nanti Meriana tidak akan memaafkan dirinya, dia merasa ikhlas. Yang penting dia sudah berusaha untuk mendapatkan kata maaf dari Meriana.
Bram terlihat menelisik wajah Leo, pria muda di depannya itu terlihat begitu gugup. Bahkan keringat terlihat mengembun di dahinya, Bram sangat paham jika itu artinya Leo sedang menanggung beban yang berat.
Leo seakan ingin segera untuk mengeluarkan beban di pundaknya, tapi dia tidak paham apa yang sebenarnya Leo sembunyikan dan apa yang ingin Leo ungkapkan.
"Baiklah, sebentar." Bram bangun dan langsung meninggalkan Leo di ruang tamu.
Selepas kepergian Bram, Leo terlihat begitu gugup. Tangannya terlihat dia remat secara bergantian, kakinya terlihat dari bergetar dan juga terlihat bergoyang-goyang.
Dia benar-benar gelisah, dia ingin bertanggung jawab tapi takut ditolak karena keadaannya.
Dia sangat sadar siapa dirinya dan bagaimana keadaan perekonomiannya, dia hanya pria beruntung yang mendapatkan pekerjaan bagus di perusahaan Anderson.
Tidak lama kemudian Bram datang bersama dengan Meriana, Bram semakin gugup. Berbeda dengan wanita yang ada di hadapannya itu.
"Ada apa mencariku?" tanya Meriana yang langsung duduk tepat di hadapan Leo. Wanita itu duduk dengan angkuh seraya melipatkan kakinya.
Bram turut ikut duduk tidak jauh dari putrinya tersebut, dia ingin mendengarkan apa yang sebenarnya akan dibicarakan oleh Leo kepada Meriana.
Leo terlihat semakin gugup, apalagi saat melihat Bram dan juga Meriana kini menatap dirinya dengan tatapan tajamnya.
"Bicaralah mau apa, aku akan mendengarkan," ucap Meriana.
Di saat Meriana memperhatikan gelagat Leo, sebenarnya dia sudah paham jika Leo pasti akan membicarakan masalah yang terjadi antara dirinya dengan leo dua hari yang lalu.
Namun, Meriana sengaja pura-pura tidak tahu dan menggertak Leo agar dirinya terlihat tidak bersalah di depan sang ayah.
Namun, Meriana salah. Bram sudah menduga jika ini pasti ada hubungannya dengan kenakalan dari Meriana sendiri, Bram sangat paham dengan watak dari putrinya tersebut.
"Aku... aku mau minta maaf atas kejadian dua hari yang lalu." Leo berucap tanpa berani menatap ke arah Meriana dan juga Bram.
"Minta maaf untuk apa?" tanya Meriana.
"Untuk itu, aku minta maaf karena sudah menidurimu," jawab Leo lantang.
Sontak baik Meriana atau pun Bram terlihat begitu kaget dengan apa yang dikatakan oleh Leo, bahkan Brak terlihat langsung bangun dan menghampiri Leo.
Pria paruh baya itu terlihat mencengkeram kerah baju yang dipakai oleh Leo, dia sudah bersiap untuk melayangkan pukulannya ke arah wajah Leo.
Namun, dengan cepat Meriana berdiri dan menghentikan pergerakan dari tangan sang ayah. Dia menggelengkan kepalanya.
"Aku memaafkan kamu, pergilah!" kata Meriana dengan enteng.
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Meriana, kini gantian Leo dan juga Bram yang terlihat begitu kaget seraya menatap wajah Meriana dengan penuh tanya.
"Maksudnya apa, Nona?" tanya Leo.
"Maksudnya bagaimana Sayang?" tanya Bram.
Kedua orang itu menatap Meriana dengan tatapan tidak percaya, tapi Meriana malah tertawa. Dia seakan tidak memedulikan apa yang dipertanyakan oleh kedua orang pria di hadapannya.
"Pergilah, Leo. Aku memaafkan kamu, aku tidak butuh pertanggungjawaban dari kamu," kata Meriana.
"Tapi, Nona. Kita--"
"Tidak usah brisik, aku bisa mengurus hidupku sendiri." Meriana berucap dengan ketus.
Leo terlihat menghela napas berat, padahal dia benar-benar ingin meminta maaf dan bertanggung jawab atas perbuatan yang sudah dia lakukan.
Namun, jika sudah seperti itu dia akan menyerah. Terlepas apa pun nanti yang akan terjadi, Leo akan menutup matanya.
"Baiklah, Nona. Saya harap anda tidak menyesal dengan keputusan anda, saya permisi!" kata Leo.
"Hem, pergilah!" ucap Meriana angkuh.
Tanpa banyak bicara lagi Leo langsung pergi dari kediaman Bram, Meriana menatap kepergian Leo tanpa berkata apa pun.
Berbeda dengan Bram, kini dia langsung menatap Meriana dengan tatapan tajamnya. Dia sedang menuntut penjelasan dari putri semata wayangnya itu.
"Jelaskan kepada Ayah!" teriak Bram.
***
Selamat sore kesayangan, selamat menjalankan aktivitas sore kalian. Jangan lupa untuk tinggalkan komentarnya, terima kasih. Sayang kalian selalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Na_Ra
Leo, kau salah sudah baik hati sama si ulet keket. dah pergi aja.
2022-11-23
0
ɴᴏᴠɪ
Padahal Leo niatnya baik mau tanggung jawab,tp sombong bgt si Meri 🤧🤧
2022-10-31
0
💋ShasaVinta💋
Si Leo padahal udah dtg mau tanggung jawab lohhhhh….
2022-10-11
1