Beberapa jam sebelumnya.
Carol yang merasakan sakit di sekujur tubuhnya berusaha untuk bisa kabur dari tempat laknat itu, bahkan rasa sakit di area intinya dia baikan.
Penampilannya yang berantakan juga tidak dia pedulikan, yang dia inginkan saat ini hanya bisa keluar dari tempat laknat itu.
"Oh Tuhan, kenapa harus seperti ini?" keluh Carol dengan sedih.
Selama ini berpacaran pun dia belum pernah, dia bahkan belum memikirkan di usia berapa dia akan menikah.
Hanya terbersit untuk mengejar pendidikan dan segera bekerja agar dia bisa membanggakan kedua orang tuanya, hanya itu.
Dia selalu melihat rekan bisnis ayahnya yang terlihat sangat bangga karena mempunyai seorang anak lelaki, mereka selalu dengan bangga berkata mempunyai keturunan yang akan mengelola kerajaan bisnisnya.
Carol selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, agar kedua orang tuanya merasa bahagia walaupun hanya memiliki anak perempuan.
Saat sudah keluar dari Club malam itu Carol berusaha untuk mencegat taksi, tidak lama kemudian ada sebuah taksi yang berhenti tepat di depan Carol.
Saat melihat penampilan Carol yang sangat berantakan, sopir taksi tersebut tidak berani berucap apa pun. Karena dia mengira jika Carol adalah wanita malam yang baru saja selesai menjajakan tubuhnya.
Apalagi saat melihat wajah Carol yang begitu cantik, sudah dapat dipastikan jika dia adalah seorang wanita malam dengan tarif yang tinggi, pikir sopir taksi tersebut.
"Tolong antarkan saya ke jalan Melati nomer 89," pinta Carol.
"Iya, Nona," jawab sopir taksi tersebut.
Selama perjalanan menuju rumah Diana, Carol hanya terdiam. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya, dia sangat bingung.
Dua puluh menit kemudian sopir taksi tersebut terlihat memberhentikan mobilnya tepat di depan di rumah Diana, Carol masih bergeming.
Dia tetap setia dengan lamunannya, sopir taksi tersebut langsung berdehem dengan keras dan menegur Carol yang hanya terlihat diam saja.
"Ehm, maaf, Nona. Sudah sampai," ucap sopir itu dengan kencang.
Carol yang sedang asyik dengan lamunannya terlihat kembali tertarik ke dalam alam nyata, dia langsung menolehkan wajahnya ke arah sopir taksi tersebut.
Lalu, dia memperhatikan ke sekelilingnya. Ternyata kini dia memang benar-benar sudah sampai tepat di depan rumah Diana.
Carol terlihat hendak turun dari taksi tersebut, tapi sebelum dia benar-benar turun dia berkata terlebih dahulu kepada sopir taksi tersebut.
"Tunggu sebentar, Pak. Saya ambil uang dulu," kata Carol.
"Baik, Nona," jawab sopir taksi tersebut.
Setelah mengatakan hal itu, Carol terlihat turun dengan kesusahan dari taksi tersebut. Karena dia masih merasakan sakit yang teramat sangat pada area intinya.
Dia bahkan terlihat berjalan dengan tertatih, baru saja dia hendak mengetuk pintu, ternyata dari dalam rumah Diana sudah membukakan pintunya dia langsung menubrukkan tubuhnya ke arah sahabatnya tersebut.
"Elu itu habis dari mana? Gue khawatir, semalaman gue nyari elu. Kenapa elu ngga kelihatan setelah ganti baju? Gue bener-bener nyari elu, pulang juga gue was-was banget. Gue kira elu sudah ada di rumah, tahunya di rumah juga nggak ada elu."
Diana terus saja mengoceh tanpa henti, karna dia benar-benar mengkhawatirkan keadaan dari sahabatnya tersebut.
Namun, ocehannya terhenti kala dia merasakan pundaknya yang basah. Carol menangis dalam diam, hanya tubuhnya yang terlihat bergetar hebat.
Menyadari akan hal itu, Diana langsung melepaskan pelukannya. Kemudian, dia menatap wajah sahabatnya yang begitu menyedihkan.
Dia juga memindai penampilan sahabatnya tersebut, dia baru sadar jika sahabatnya itu hanya menggunakan kemeja kebesaran yang menutupi tubuhnya sampai sebatas lutut.
"E--elu kenapa?" tanya Diana cemas.
"Gu--gue diperkosa," kata Carol terbata.
Diana terlihat membulatkan matanya dengan sempurna, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar saat ini.
Dia benar-benar merasa bersalah karena sudah mau menerima keinginan Carol untuk membantunya menjadi pelayanan, andai saja dia tidak membawa Carol ke Club malam, pasti kejadian ini tidak akan pernah terjadi, pikirnya.
Diana tidak bisa berkata-kata dia langsung menarik kembali Carol ke dalam pelukannya, dia berusaha untuk menenangkan hati dari sahabatnya tersebut.
Dia juga berusaha untuk menenangkan hatinya yang terasa bergemuruh hebat, dia benar-benar merasa bersalah.
"Sorry, ini salah gue!" kata Diana.
Carol tidak menjawab apa pun, dia hanya memeluk sahabatnya dengan erat. Dia berusaha untuk menumpahkan segala kesedihan, kegalauan dan keresahan hatinya.
"Ehm, maaf kalau saya mengganggu. Saya mau minta uang ongkosnya," kata sopir taksi yang seakan merusak suasana kesedihan Carol.
Mendengar ada suara seorang pria yang menegur, Diana terlihat malerai pelukannya. Lalu, dia bertanya kepada pria yang ada di hadapannya tersebut.
"Bapak siapa?" tanya Diana.
"Saya sopir taksi, saya mau minta ongkos. Nona ini belum bayar," kata sopir taksi tersebut.
Melihat penampilan dari Carol yang begitu berantakan, Diana tidak merasa aneh jika Carol belum membayar sopir taksi tersebut.
Pasti dia tidak ingat sama sekali untuk membawa pulang tasnya, pikir Diana. Diana menyunggingkan senyuman kepada sopir taksi tersebut, lalu dia berkata.
"Tunggu sebentar, Pak. Saya akan mengambil uang untuk membayar ongkos taksinya," kata Diana.
"Iya, Nona," jawab sopir taksi tersebut.
Setelah mendapatkan jawaban dari sopir taksi tersebut, Diana nampak menuntun Carol untuk masuk ke dalam rumah sederhana miliknya.
Dia mendudukkan Carol di atas sofa yang ada di ruang tamu tersebut, kemudian Diana terlihat masuk ke dalam kamarnya dan mengambil uang untuk membayar ongkos taksi tersebut.
"Ini, Pak, ongkosnya," kata Diana.
"Ah, iya. Sebentar saya ambil kembalinya," kata Pak sopir.
"Ngga usah, ambil saja kembalinya," kata Diana.
"Terima kasih, jawab sopir taksi tersebut dengan senang.
Setelah sopir taksi tersebut pergi, Diana langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia menghampiri Carol yang masih terduduk dengan sedih, dia terus aja menangis seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Diana duduk tepat di samping Carol, lalu dia memeluk sahabatnya tersebut. Dia berusaha untuk menenangkan hati dari Carol yang sedang kalut.
"Sorry, ini semua--"
Belum sempat Diana melanjutkan ucapannya, Carol terlihat menurunkan kedua tangannya. Lalu, dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan sendunya.
"Gue mau ambil beasiswa kuliah di luar negeri, gue mau sekarang juga pergi ke sana," kata Carol dengan menggebu. "Gue juga mau elu ikut," imbuhnya lagi.
"Tapi, tapi gue ngga punya duit. Gue ngga bisa ikut elu, gue akan tetap di sini. Gue tetep
dukung elu, kok," kata Diana dengan sedih.
Diana tiba-tiba saja merasakan sedih yang teramat sangat, saat dia menyadari jika sahabatnya memilih untuk pergi.
Untuk makan sehari-hari saja Diana harus banting tulang, bagaimana bisa dia ikut bersama dengan sahabatnya tersebut ke luar negeri.
Memikirkan untuk ongkosnya saja dia sudah pusing tujuh keliling. Bagaimana jika dia harus biaya hidupnya selama di sana? Rasanya hal itu malah membuat perutnya terasa melilit.
"Ngga bisa, elu harus ikut gue. Gue yakin uang yang ada di tas itu banyak, uang itu pasti cukup untuk biaya sehari-hari kita di sana. Kita di sana bisa kerja sambil kuliah, gue yakin kita bisa hidup mandiri di sana. Kita bisa sukses di sana," kata Carol dengan perasaan campur aduk.
"Tapi, buat apa gue ikut sama elu? Gue ngga kuliah, gue mau ngapain di sana. Lulusan sma kayak gue nggak mungkin bisa dapat pekerjaan di sana," kata Diana dengan tidak yakin.
"Tapi gue ngga mau pergi kalau ngga ada elu, please temenin gue. Terserah elu nanti di sana mau bagaimana, yang penting elu ikut gue. Kalo elu ngga bisa dapet kerjaan, nanti gue yang kerja. Gue yang biayain hidup kita berdua," kata Carol.
Dia berkata seperti itu, karena dia tidak mau berpisah dengan sahabatnya tersebut. Diana terharu dengan apa yang dikatakan oleh Carol, dia memeluk sahabatnya itu lalu dia berkata.
"Gue akan ikut sama elu, gue akan nyari kerjaan di sana. Kalau ngga ada yang bisa gue kerjain di sana, kita bisa memulai usaha kita sendiri di sana," kata Diana optimis.
Carol benar-benar merasa bangga dengan Diana, karena sahabatnya itu selalu saja berada di sampingnya saat dia sedih atau pun senang.
Bahkan di dalam keadaan terpuruk seperti ini pun Diana masih ingin ikut bersama dengan dirinya, walaupun Carol sangat tahu jika Diana tidak percaya diri saat mengatakan ingin ikut bersama dengan dirinya.
"Gue mau berangkat sekarang juga," kata Carol.
"Harus secepat ini?" tanya Diana.
"Hem, gue ngga mau kalau nanti gue ketemu sama cowok brengsek itu. Gue benci dia," kata Carol. Dia terisak seraya memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Gue paham rasa sakit elu, ayo mandi terus berkemas. Kita berangkat," kata Diana yang tidak mau lagi melihat kesedihan di wajah sahabatnya.
"Heem," jawab Carol.
"Gue rebus air buat elu mandi, sekarang elu benahin baju-baju sama berkas yang mau dibawa. Gantian bebenahnya," kata Diana.
"Oke, thanks karena elu selalu baik sama gue," kata Carol tulus.
"Elu juga baik, untung pas liburan semester elu sama bonyok ngajakkn gue berlibur ke Singapura. Jadinya gue udah gampang kalau mau ke luar negri lagi," kata Diana seraya terkekeh.
Satu jam setelah mandi dan juga bersiap, Carol dan juga Diana langsung pergi ke Bandara.
Tidak lupa sebelum Diana pergi dia menitipkan rumah sederhananya kepada tetangganya, setelah itu barulah mereka pergi.
Carol pergi dengan segala keresahan hatinya, perasaannya campur aduk. Dia berharap dengan dia pergi ke luar negeri, dia akan bisa melupakan semua kejadian malang yang menimpa dirinya.
***
Selamat pagi menjelang siang, selamat beraktifitas. Semoga kalian sehat selalu dan murah rezeky, sayang kalian semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Maryani
lho pergi ke LN emang gak ngurus paspor & visa dulu?
2024-01-18
0
🎤A-HA🎧
malangnya nasihmu carol
2022-11-23
0
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Nyesek baca part ini..😭 semoga saja keputusanmu ini tepat Carol..dan kamu bisa melupakan segala kenangan burukmu itu meskipun sulit pastinya.
2022-11-22
0