Faisal mengunjungi Andre di lapas tahanan, ada hal yang masih mengganjal dalam pikirannya mengenai masa lalu tersangkanya itu. Dia menemukan foto pria ini bersama Cecilia sang adik dan wajah kecil mereka itu terasa begitu familier.
"Sudah saya bilang kalau saya ini adalah pelaku pembunuhan itu!" Andre berkata dengan tegas tanpa ditanya oleh Faisal, seolah dia mengetahui maksud dan tujuannya.
Pria dengan potongan rambut cepak itu tertawa sinis. "Oke, anggaplah kamu benar-benar pelaku pembunuhan itu ... sekarang, coba jelaskan bagaimana cara kamu menghabisi nyawa suster Grace sementara dirimu terkurung di dalam sini!"
Raut wajah Andre tiba-tiba berubah, ia sangat terkejut dengan berita yang Faisal bawa barusan. "Kenapa? Kenapa suster kepala juga jadi korban?" Kakinya terasa lemas sekarang.
Malam itu — seorang pria yang mengenakan topi baseball hitam berlogo NYC dan memakai baju serba hitam, datang ke cafe tempat Andre bekerja. Pria itu duduk di bar stool dan memesan segelas Gin kepadanya.
Ia terus saja memperhatikan Andre. Karena jengah atau takut memancing keributan — dia mendekati pria tersebut.
"Ada apa, Bung? Kau punya masalah denganku?" tanya Andre kepada orang itu.
Pria ini tidak menjawab, dia masih menunduk sembari memainkan gelas yang isinya masih belum disentuh sama sekali. "Kau tahu ... terkadang para pendosa itu tidak menyadari jika mereka akan dihukum atas dosa-dosa mereka."
Alis Andre mengkerut, ia tidak mengerti kenapa orang ini membahas dosa entah milik siapa kepadanya. Ia tidak menghiraukan ucapan pria tadi dan melanjutkan pekerjaannya.
"Valentino Arthasena ...."
Mendengar nama b******n yang sudah menyebabkan kematian adiknya, Andre meletakkan wine glass yang sedang ia susun di dalam rak. Dia menoleh ke arah orang misterius ini dan menatapnya penuh tanya.
"Bukankah kau ingin menghukumnya? Padahal kau dan adikmu sendiri, tidak sadar sudah melakukan hal yang salah, sehingga adikmu menjadi korban pembalasan dosa kalian."
"Dosa kami?"
Pria itu tertawa sinis. "Kau meminta God's Hand membalaskan dendam Cecilia adikmu, 'kan? Sekarang ikuti saja instruksi yang akan diberikan padamu."
Dia mendongak dan menatap tajam ke arah Andre.
Faisal memukul terali sel karena melihat Andre melamun dan membuat tersangkanya itu tersentak kaget, dia menyodorkan selembar foto saat pria ini tersadar dari lamunannya.
"Kamu kenal foto ini?" tanya Faisal. Andre membuang muka dan menggeleng.
"Kalau yang ini, apakah kamu pernah mengenal anak yang bernama Salsa dan Haris?" Faisal kembali menunjukkan foto di dalam buku tahunan panti asuhan.
Lagi-lagi Andre menggeleng tanpa menatap Faisal, ia sepertinya tidak ingin membuka mulut sama sekali. Faisal pun mengeluarkan sebuah foto yang ia ambil dari kediaman Andre, foto masa kecilnya bersama Cecilia, kemudian ia menunjuk sepasang anak yang sedang berdiri di dekat Raka.
"Anak ini bernama Haris ... ini adalah adik perempuannya Salsa. Mereka diadopsi tepat sebelum kebakaran panti asuhan terjadi, apa kamu tidak mengenali kedua anak ini? Bukankah wajah mereka mirip dengan foto kalian berdua ini?" cecar Faisal.
Pria ini terdiam, Andre tampak tidak ingin mengatakan apa yang ia ketahui. Dia dan Angelica seperti menjadi sebuah potongan puzzle yang hilang dalam penyelidikan kasus ini. Faisal tidak mengerti kenapa mereka mendapat kasus serumit ini.
"Baik, saya beri kamu waktu, jika kamu terlibat lebih jauh ... mungkin kamu bisa dianggap sebagai kaki tangan dalam pembunuhan berantai ini dan saya yakin kamu masih memiliki akal sehat. Jika masih bertahan dengan pernyataan awal kamu, kamu tahu seberapa berat hukuman yang dijatuhkan nanti!" Faisal pun pergi meninggalkan Andre yang masih tertegun.
Faisal duduk sendiri di dalam mobil dengan kepala tersandar pada kemudi, dan — sedetik kemudian dia mengacak-acak rambutnya sendiri. Dirinya merasa sangat kesal karena tidak menemukan jawaban apa pun.
Tubuh Faisal sungguh terasa letih saat ini, ia butuh sedikit istirahat. Sejak Iptu Citra diskors, ia menjalankan penyelidikan ini sendirian, beberapa anggota junior mereka tidak begitu banyak bisa membantu.
"Saya pulang sebentar untuk istirahat," ujar Faisal pada salah satu anggotanya.
"Siap, Pak!"
"Kalau ibu Citra cari saya, tolong bilang kalau saya pulang sebentar!"
Faisal lalu melajukan Avanza-nya keluar dari pelataran parkir kantor.
Apartment Green House, Manggala
Studio apartment itu hanya berisi perabotan seadanya khas seorang bujangan, tapi semua yang ada di dalamnya begitu tertata rapi. Faisal menjatuhkan dirinya di sofa, akhirnya dia mendapat waktu untuk pulang ke rumah sebentar.
Lengan Faisal bertumpu pada dahinya, mata elang itu menatap lurus ke langit-langit, sementara pikiran Faisal melayang jauh ke potongan-potongan petunjuk kasus pembunuhan 'Pria Tangan Tuhan' ini. Karena lelah, ia pun tanpa sadar terlelap.
Wanita itu terengah-engah menghindari kejaran seorang pria misterius, dia terus berlari dan mencari pertolongan, tapi tidak ada satupun yang bisa menolong. Sementara pria misterius berbusana serba hitam itu — menarik ulur langkahnya seperti kucing sedang mempermainkan mangsanya.
Langkah wanita ini mulai melambat, kakinya sudah sangat lelah, telapak kakinya pun sudah mulai perih. Ia mencari tempat untuk bersembunyi, melangkah pelan sembari menunduk di antara sela-sela mobil yang terparkir di basemen gedung.
Dia tidak ingat dengan apa yang terjadi, seharusnya dia bertemu dengan seseorang di sebuah cafe. Tiba-tiba ada yang membekap dirinya dari belakang dan dia pingsan, dan — di sinilah ia berakhir di dalam basemen sunyi.
Suasana basemen ini sangat sepi dan kurang pencahayaan, beberapa lampunya pun sudah tidak berfungsi. Dia sudah tidak sanggup berlari, wanita ini pun bersembunyi di balik sebuah mobil dan berusaha mengatur napas.
Melodi dan syair yang samar terdengar itu perlahan mendekat, syair lagu ini tidak asing di telinganya. Wanita ini semakin gemetar karena mendengar senandung dari suara parau itu.
"I know you can hear me
Open up the door
I only want to play a little
Ding dong
You can't keep me waiting
It's already too late
For you to try and run away
I see you through the window
Our eyes are locked together
I can sense your horror
Though I'd like to see it closer ...."
Derap langkah pria tersebut semakin dekat, wanita itu beringsut dari tempat dia sembunyi. Dia bergerak pelan berharap si pemburu tidak menyadari pergerakannya. Tapi —
"Aarrgghhh!"
Tangan kekar pria itu menarik rambutnya dan dia masih saja terus bersenandung. Pria ini mendekatkan bibirnya di telinga wanita itu seraya berbisik, "Ingatkah kamu lagu ini? Kalian selalu memancing kedua anak malang itu dengan lagu ini untuk bermain petak umpet yang berakhir dengan sebuah tragedi."
"A—apa maksudmu!?"
"Raka ... Senja ... kau masih mau berpura-pura amnesia?" Pria ini menarik lebih keras rambut mangsanya.
Raut wajah wanita ini sepucat mayat ketika mendengar kedua nama itu disebut. Seringai kejam terlihat di wajah pria itu meskipun di bawah cahaya lampu yang temaram.
Faisal tersentak, ia terbangun dengan keringat dingin. Kenapa aku memimpikan itu? Siapa wanita di mimpiku itu? Apakah itu Cecilia atau Kinanti? Atau mungkin bayangan masa depan Angelica?
Ia bangkit dari sofa dan pergi mengambil sebotol air dingin, keringat masih mengucur deras di dahinya. Dia terkejut saat melihat arloji yang telah menunjukkan pukul tujuh malam, ternyata ia sudah tertidur selama tiga jam.
Setelah menstabilkan perasaannya, Faisal bergegas membersihkan badan untuk bersiap kembali ke kantor. Kasus ini harus segera tuntas! Ia berpikir di bawah kucuran air shower.
"Apa yang orang itu katakan pada korbannya? Mereka pembunuh? Raka ... Senja?" Faisal terus bergumam.
"Arrgggghhh!" Dia menjadi kesal sendiri karena tidak mengerti maksud dari mimpi itu.
...----------------...
"Kopi?" Tiba-tiba Bara muncul pagi itu di kantor. Faisal menerima kopi yang disodorkan Bara, dia melirik dokter forensik yang aneh ini.
"Jangan melirik aku seperti itu, nanti mereka berpikir kita sedang berpacaran," gurau Bara membuat Faisal tertawa.
"Ada masalah dalam penyelidikan?"
"Entahlah, aku hanya merasa sedikit lelah."
Faisal bersandar pada kursi, matanya memandangi langit-langit kantor. Bara merasa ada yang tidak beres dengan rekannya itu, Faisal seperti sedang sangat tertekan karena kasus yang sedang mereka selidiki.
"Kemarin ... aku mimpi aneh, tapi seperti nyata."
Alis Bara naik. "Biasanya mimpi itu alam bawah sadar kita, yang kamu alami bisa itu istilahnya vivid dream, itu bisa dipicu karena stress," jelasnya.
"Aku tidak tahu apakah ini karena stress ataukah aku berbakat jadi cenayang," ujar Faisal sembari tertawa kecut.
Ia masih bisa merasakan aroma lembab basemen gelap itu. Teriakan wanita itu masih jelas terngiang di telinganya, seolah itu bukan mimpi. "Semua yang aku alami benar-benar terasa nyata!" tegas Faisal.
"Mungkin kamu butuh istirahat, setelah kasus ini selesai, ambillah cuti. Pergilah travelling untuk healing jiwamu," saran Bara.
"Apa aku terlalu tertekan dengan kasus ini? Di dalam mimpiku seorang wanita dikejar sosok berpakaian hitam dengan topi baseball seperti penjelasan mendiang Johan ... dia mencekik wanita itu persis seperti bekas cekikan di leher Kinanti — hanya saja ... aku tidak bisa melihat wajah pelakunya, begitu juga dengan wajah wanita itu." Mata Faisal terpejam, ia membayangkan adegan demi adegan yang terjadi dalam mimpinya.
"Fix, yang kamu alami itu vivid dream. Saat level stres kita meningkat, kita juga akan lebih sering mengalami vivid dream. Otak kita dibanjiri oleh neurotransmitter serta zat kimia, seperti adrenalin dan epinefrin, ketika hal itu aktif — bahkan di siang hari efeknya bisa tetap terasa sampai waktu kita tertidur, itu bisa mengganggu siklus tidur normal dan menyebabkan vivid dream,” papar Bara serius.
Ia sangat khawatir dengan kondisi mental Faisal. Mungkin desakan juga tekanan dari berbagai pihak membuat dia sangat lelah dan stress. Apalagi Citra diskors karena dianggap kasus ini berkaitan dengan masalah pribadinya, sehingga Faisal sendirian menangani kasus ini.
"You need some rest, oke?"
Faisal menghela nafas putus asa. "Ngomong-ngomong, apa yang sedang dokter forensik lakukan di sini?" tanya Faisal baru tersadar.
"Ah, iya, aku mau menyerahkan laporan visum suster Grace," Bara menyodorkan sebuah amplop coklat.
"Kamu seperti hidup di jaman batu, kenapa tidak lewat faksimile atau email saja," ejek Faisal.
Bara hanya cengar-cengir tidak jelas. Dokter aneh itu pun kemudian kembali lagi ke rumah sakit setelah menyerahkan amplop coklat itu padanya.
Faisal masuk ke ruangan dan menemukan sang komandan ada di sana. Citra sedang menatap papan tulis kaca yang penuh dengan foto para korban pembunuhan itu, tiap foto dihubungkan dengan benang merah sehingga mereka bisa membaca kaitan antara satu sama lain.
"Cecilia seharusnya di singkirkan dari kasus ini, mungkin — jika ia memang dibunuh oleh Valentino dan anak kaya manja itu ingin membuat seolah ia dibunuh oleh Pria Tangan Tuhan, karena dia pikir dirinya kebal hukum. Siapa sangka ...." tutur Citra sembari menunjuk foto Valentino dan juga gadis yang ditemukan terapung di perairan sekitar anjungan Lae-lae kemarin.
"Kelihatannya seperti itu, tapi bagaimana jika sebenarnya ketika bersama Valentino, gadis itu hanya tidak sadarkan diri saja? Karena panik, Valentino mengira dia mati kemudian dia membuangnya. Namun sial bagi Cecilia bertemu dengan si pembunuh itu ketika ia sadar dari pingsannya ...."
Citra menoleh ke arah Faisal, ia sama sekali tidak paham kenapa bawahannya itu bisa memikirkan kemungkinan yang sangat tidak masuk akal. "Apa hubungan antara Cecilia, Andre dan pria psikopat itu? Dia hanya menyasar target bekas para penghuni panti asuhan Benedict."
Mendengar ucapan Citra, Faisal mengeluarkan dua lembar foto. Satu foto Andre dan Cecilia semasa kecil, satu lagi adalah foto yang mereka temukan di gudang tempat Valentino terbunuh.
"Ini Andre dan Cecilia ... ini adalah Haris dan Salsa. Bukankah mereka mirip?"
Citra sangat terkejut mendapati kenyataan bahwa kedua anak pada foto yang berbeda itu memiliki kemiripan. Walaupun foto yang diambil di rumah Andre — kedua anak tersebut sudah tumbuh lebih besar.
Sementara Citra sibuk mengamati kedua foto tadi, Faisal juga sibuk menelaah asumsinya yang entah benar atau tidak. Yang pastinya, dia harus memaksa Andre mengatakan hal yang sebenarnya, karena ada kemungkinan Cecilia dibunuh oleh psikopat itu.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Nafi' thook
makin mendebarkan
2023-03-10
0