Andre meringkuk di sel yang dingin, ia tidak pernah menyesal kembali berada dalam ruangan sempit yang pengap ini. Hanya saja — dia tidak tahu sampai kapan kebohongannya itu akan bertahan.
"Andre, ada yang mengunjungi kamu!" tegur salah satu sipir penjara. Sipir itu membukakan pintu sel dan mengantar Andre keluar. Ternyata yang berkunjung adalah Jason, teman kerjanya.
"Lu udah gila!" makinya begitu bertemu Andre. "Beneran lu pelaku pembunuhan itu?"
Andre memberi isyarat agar Jason diam. "Jangan pernah bahas ini, oke! Ini keputusan gue!" tegasnya. Jason menyodorkan sebuah kantong berisi baju, senyum Andre mengembang.
"Lu emang temen gue," ujar Andre.
Ia kembali ke sel setelah Jason pulang, sahabatnya itu menyelipkan bingkai yang berisi foto Cecilia dan dirinya ketika berlibur ke suatu tempat. Hati Andre kembali merasa tersayat, kematian Valen ternyata tidak cukup mempan menjadi obat luka hatinya.
"Andre ...." Faisal datang ke sel Andre. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia tanyakan.
"Ya. Ada apa Pak Faisal?" tanya Andre. Sejenak sorot mata Faisal merasa iba pada pria yang ada di hadapannya itu, sampai sejauh ini pengorbanan Andre untuk melindungi pembunuh berantai tersebut.
"Saya hanya ingin memastikan sesuatu. Jika kamu memang pelaku pembunuhan terhadap Valentio Arthasena ...." Faisal menghentikan sejenak ucapannya dan menatap lurus ke manik mata Andre. Tidak ada rasa takut yang ia temukan di sana.
"Apa yang tertulis di dada jasad Valentino Arthasena?" Lanjut Faisal.
"Imamat 24:20
patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya," jawab Andre tanpa keraguan sedikit pun. Ia menatap Faisal dengan tatapan penuh arti.
Jawaban Andre ini membuat Faisal terperanjat, media memang memberitakan adanya kutipan ayat Al-Kitab yang terdapat di tubuh korban. Namun, kepolisian tidak membeberkan isi ayat tersebut kepada media dan hanya sang pembunuh atau kaki tangannya yang tahu.
Andre menatap punggung Faisal yang menjauh dengan tatapan penuh arti. Semoga kau tidak pernah tertangkap, biarkan aku yang menggantikanmu di sini.
...----------------...
Rumah Sakit S
Suasana kamar Angelica sedang gempar, karena wanita ini sudah membuka matanya, walau belum bisa bicara, dia dapat menggerakkan jarinya. Citra segera melajukan Rush hitamnya ke rumah sakit, ia harus menemui Angelica sesegera mungkin.
"Maaf, sementara nona Angelica sedang diperiksa secara intensif oleh dokter." Citra dicegah masuk oleh seorang perawat. Terpaksa ia harus menunggu sampai para dokter selesai memeriksa kondisi Angelica.
Citra menunggu cukup lama sampai akhirnya beberapa dokter termasuk Andrian keluar dari kamar itu.
"Bagaimana kondisi Angelica?" tanya Citra pada Andrian.
"Dia sudah sadar. Namun masih belum bisa diganggu dulu, tolong jangan menginterogasinya dalam kondisi seperti ini!" pinta Andrian.
Citra mengangguk mengerti. Setelah mereka berlalu, ia pun masuk ke dalam ruangan Angelica, wanita ini sudah tertidur lagi. Citra menarik sebuah bangku dan duduk di sisi Angelica.
Mata model ini perlahan terbuka kembali, ia menggerakkan jarinya ketika melihat Citra. Seolah ingin mengatakan sesuatu. "Kamu bisa mendengarku?" tanya Citra padanya.
Kelopak mata Angelica berkedip lemah.
"Kamu bisa menjawab pertanyaanku? Jika jawabannya 'iya' berkediplah satu kali, jika 'tidak' berkediplah dua kali!"
Lagi, Angelica hanya mengedipkan matanya.
"Apa kamu mengingat Valentino Arthasena?"
Ia berkedip lagi.
"Sebelum kecelakaan, apakah ada yang aneh dengan Valentino?"
Angelica tidak bereaksi sejenak, seakan sedang mengingat sesuatu, ia pun berkedip lagi sekali. Citra mulai berpikir jika Valentino sudah diincar seperti Kinanti.
"Kamu tahu foto ini?" Citra menunjukkan foto yang ditemukan di gudang. Reaksi Angelica diluar dugaannya, wanita itu tiba-tiba kejang, Citra memencet tombol darurat dan berteriak memanggil dokter.
"Sudah saya peringatkan Anda Iptu Citra. Pasien ini belum stabil!" hardik Andrian.
Citra menyesali kecerobohannya. Tidak seharusnya ia terburu-buru bertanya pada Angelica, dokter memberi suntikan obat padanya sehingga ia kembali tidur.
"Silahkan Anda keluar dari ruangan ini!" usir Andrian. Dengan penuh sesal, Citra meninggalkan ruangan Angelica.
Restoran All You Can Eat.
Bara duduk berhadapan dengan Faisal, mereka berdua jadi dekat sejak menangani kasus gila ini. Seperti hari ini, setelah mendengar kabar bahwa komandannya nyaris mencelakai Angelica, Faisal langsung menghubungi Bara.
"Tidak seperti biasa, Iptu Citra bisa melakukan kecerobohan seperti ini," seloroh Bara sembari meletakkan daging di atas grill. Faisal hanya menghela napas menanggapi selorohan Bara.
"Mungkin kamu sudah tahu desas-desus jika kasus ini berkaitan dengan masa lalu Iptu Citra, sehingga dia tidak boleh menangani kasus ini lagi."
"Iya. Tapi aku hanya dengar sekilas saja." Mereka membolak-balik daging dan jamur yang mereka panggang di atas grill itu.
"Lagi pula apa hubungan Angelica dengan kematian empat orang itu?" tanya Bara penasaran. Ia membungkus daging yang sudah matang itu dengan selada dan memasukkannya sekaligus ke mulut.
"Entah untuk kedua orang itu, Cecil dan Johan. Tapi Kinanti dan Valen ternyata memiliki kesamaan ...." Faisal menggantung penjelasannya.
"Maksudnya?"
"Ya, mereka berdua ternyata sama-sama anak adopsi, itu fakta pertamanya. Fakta yang kedua adalah mereka dirawat di panti asuhan yang sama," tandas Faisal.
"Jadi Angelica itu ...?"
Faisal mengangguk. "Dia salah satu anak panti asuhan Benedict. Katanya dia termasuk dari lima anak yang diberi tanda silang ini," jelasnya sambil memasukkan jamur enoki ke mulutnya.
"Info itu komandan dapatkan dari salah satu pengurus panti atau pimpinan panti, yang bernama suster Grace. Iptu Citra sangat gigih mengunjungi mantan kepala pengurus Panti Asuhan Benedict itu." Bara hanya mengangguk-angguk.
"Sudahlahv... kita nikmati saja makanan ini. Jangan buat aku membicarakan orang mati ketika makan, sudah cukup aku melihat mereka di atas meja bedah yang dingin!" gerutu Bara.
Faisal terkekeh — ia sudah bekerja bersama pria ini sejak awal masuk ke divisi reskrim, tapi baru mengetahui sisi lain Bara sekarang. Orang ini dikenal sebagai dokter bedah mayat yang gila.
"Ya, ya, ya ... kita makan saja," timpal Faisal. Mereka tertawa bersama dan mengakhiri percakapan mereka tentang kasus itu.
...----------------...
27 Juli 2021, kediaman Suster Grace.
Wanita tua itu terbangun mendengar suara berderak di luar kamar, ia melirik jam kuno yang ada di sudut ruangan itu. Pukul dua malam, batinnya.
"Apakah ada perampok?" Ia memberanikan diri untuk turun dari ranjang dan memakai kacamatanya lalu membuka pintu. Di luar kamar yang gelap sedikit menyulitkan suster tua ini.
Ia meraba dinding ruang tengah rumahnya, mencoba mencari saklar lampu. Namun ....
"Hhkkk!" Seseorang mencekiknya dari belakang menggunakan seutas tali.
"Selamat malam Suster Grace." Suara paraunya, berbisik di telinga wanita tua yang tidak berdaya ini. Kaki renta suster Grace menendang-nendang tidak tentu arah karena tidak bisa bernapas, cekikan itu melonggar.
Suster Grace menarik napas panjang. "Siapa kamu!?" bentaknya.
"Saya adalah tangan Tuhan yang akan menghukum orang-orang seperti Anda!" jawabnya geram.
"Apa mau kamu?!"
"Pengakuan dan kejujuran!" tegas orang itu.
"Aku tidak mengerti maksudmu!"
"Kebakaran itu dan peristiwa tewasnya Raka ...." lirihnya.
"A—aku tidak mengerti a—apa yang kau bicarakan," tukas Suster Grace tergagap.
"Ternyata para mantan biarawati pun pandai berbohong!" lirihnya geram.
"Kau, Suster Sandra dan juga Pendeta Ebenaizer. Kalian adalah pendosa yang harus dihukum, sama halnya dengan anak-anak yang selalu kalian lindungi itu!" teriak pria asing itu dengan penuh amarah.
"Hhhkk!" Cekikan tali itu kembali mengeras. Kali ini, sama sekali tidak melonggar, sampai sang korban menghembuskan napas terakhirnya.
...Matius 5 : 21 "Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum."...
Sebuah kutipan ayat Al-kitab ia goreskan di punggung jasad Suster Grace dan membuat goresan salib terbalik ciri khasnya pada telapak tangan korban. Lalu pergi meninggalkan wanita tua malang yang sudah tak bernyawa itu.
28 Juli 2021, pukul : 09.00
Jasad Suster Grace ditemukan oleh Iptu Citra yang bermaksud untuk mencari informasi tentang anak-anak panti yang lain. Polisi wanita ini memandang jasad tersebut dengan putus asa lalu menghubungi Faisal.
"Sial!" Citra mengutuk dirinya sendiri.
Seharusnya ia tetap berjaga di depan rumah suster Grace. Mendapatkan sedikit informasi sudah membuatnya lengah, ia kini merasa sangat marah, kecewa, dan menyesali kecerobohannya, karena ia pikir Angelica-lah yang akan menjadi korban selanjutnya.
Hanya Angelica yang bisa menjawab pertanyaan yang masih berkabut di kepalanya. Seperti biasa tim forensik bekerja dengan hati-hati, Bara mendekati Citra. "Istirahatlah! Bukannya kamu diskors dari kasus ini?" tanya Bara.
Wanita itu menoleh padanya. "Dengan atau tanpa ijin dari kepala polisi ... aku tetap akan menyelidiki kasus ini!"
"Walau dengan resiko sanksi disipliner?" sindir dokter forensik itu sinis.
"Ya!"
Bara mengendikkan bahunya. "Terserahlah!"
Citra berkeliling TKP mencari petunjuk walau itu kemungkinannya tipis. Sudah menjadi rahasia umum jika pelaku mengerti cara kerja polisi, ia juga paham cara kerja forensik, pembunuh itu sama sekali tidak pernah meninggalkan jejak. Dia sangat teliti dan rapi. Jangankan sidik jari, sehelai rambut pun tidak.
"Sal, saya ke rumah sakit dulu. Saya takut Angelica akan jadi sasaran berikutnya, kita sudah salah memprediksi jika model tersebut adalah sasaran pembunuhan psikopat itu selanjutnya, tapi dia malah menjadikan Suster Grace targetnya." Faisal mengangguk.
"Siap! Segala perkembangannya akan tetap saya laporkan, komandan!"
Tak lama kemudian, Rush milik Citra sudah meninggalkan rumah mendiang Suster Grace. Ia berharap Angelica sudah bisa diajak berkomunikasi tentang kasus yang menimpa Valentino Arthasena, karena wanita itu adalah harapan terakhir dari pihak kepolisian untuk mendapat petunjuk tentang peristiwa ini.
Citra memarkir mobil di basemen rumah sakit, sekilas ia merasa ada yang sedang mengikutinya. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling basemen dengan cahaya minim itu.
"Tidak ada siapa-siapa. Mungkin hanya perasaanku saja ...." Ia bergumam sendiri lantas melangkah menuju elevator yang ada di ujung basemen. Dari kejauhan sepasang mata sedang mengawasi langkah Citra dalam kegelapan.
Begitu sampai di lantai tempat Angelica dirawat, tampak dua petugas polisi sedang berjaga, ternyata ia ditahan dan tidak boleh masuk ke ruangan Angelica.
"Maaf, Bu! Ini perintah kepala divisi. Bu Citra tidak boleh menemui nona Angelica!" ujar salah satu petugas.
"Apa dasar saya tidak boleh menemuinya?" tanya Citra dengan nada tinggi.
"Kami hanya menjalankan perintah, Bu!" jawab petugas itu lagi.
Citra mendengus kesal dan menjauh dari kamar Angelica, dia tidak menyangka jika ia tidak bisa menemui wanita itu. Keterangannya sangat ia butuhkan untuk mengungkap kasus ini, demi dirinya, Raka dan juga para korban yang tewas di tangan pria gila tersebut.
Ponsel di saku Citra bergetar, nama Faisal muncul di layar.
"Halo, iya, Sal," Terdengar helaan nafas berat Faisal dari seberang sana.
"Ada dokumen lama yang saya temukan di rumah Suster Grace, mungkin semua berkaitan dengan kasus ini. Beberapa file itu merupakan file kenakalan anak-anak panti, ternyata kelima anak itu — termasuk Angelica, sudah sering merundung anak-anak panti lain yang lebih lemah, tidak hanya kasus Raka. Namun mereka selalu saja dimaafkan oleh para pengurus panti ...." Faisal seperti masih menggantung informasinya.
"Ada satu kasus lagi, tapi melibatkan pimpinan panti yaitu Pendeta Benedict. Pelecehan seksual terhadap salah seorang anak panti yang bernama Senja, dia memiliki saudara, kakak laki-laki yang lebih dulu diadopsi oleh sebuah keluarga, tapi sebagian dokumen tentang Senja sudah terbakar."
Citra tercengang mendengarnya, usianya masih enam tahun ketika ia diadopsi dulu jadi dia tidak begitu paham kehidupan di panti — dia hanya tahu jika Raka memang sering diolok-olok beberapa anak panti lain.
Kasus ini begitu rumit, sepertinya ini bukan hanya tentang perundungan maupun kematian Raka. Pasti ada banyak borok pengurus panti asuhan itu sehingga melahirkan iblis pembunuh berdarah dingin seperti ini.
Semua ayat yang ia tulis tentang pembalasan, tentang pendosa. Kasus Cecilia menjadi simpul penghalang penyelidikan, karena jika ia dibunuh oleh Valentino — kenapa ada goresan salib terbalik di telapak tangannya? Lalu Johan, apakah ia benar-benar mengenali pembunuh itu sehingga ia dibungkam dengan kematian?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
One Tea
Antara adrian atau bara..
2022-11-02
1
RaanDy
lanjutannya mana?
2022-09-29
0
Secret Admirer
semangat, Thor!
2022-09-29
1