BAB 3 - Pengacara yang Tewas (Revisi)

Keributan terjadi di sebuah kantor firma hukum. Seorang pria yang cukup tua tampak mengamuk dan entah memaki siapa di dalam lobby. Sesekali ia meneriakkan nama Kinanti.

“Maaf pak, jangan membuat keributan disini. Atau kami terpaksa memanggil sekuriti!” Salah satu resepsionis memperingatkan pria tersebut.

“Ibu Kinanti akan menemui bapak setelah rapat dengan kliennya, Pak. Jadi mohon bapak tenang dulu!”

Orang tersebut seperti sedang kesetanan dan tidak bisa tenang. Dia terus menerus memaki dan sesekali menendang kursi di lobi.

“Dasar pengacara mata duitan! Demi segepok uang dia rela membela seorang pemerkosa!” Ia terus saja berteriak dan menyuruh pengacara Kinanti keluar menemuinya. "Keluar kamu Kinanti!!"

Resepsionis terpaksa memanggil keamanan karena pria ini tidak mau tenang. Keamanan gedung itu, tiba bersamaan dengan Kinanti yang juga keluar untuk menemui orang yang sedang membuat onar ini. Dengan langkah angkuh, ia mendekati pria depresi berusia lima puluh tahunan tersebut. Senyum sinis tersungging di bibir Kinanti melihat betapa kacaunya pria tersebut.

Dengan tenang dan bernada dingin, Kinanti memberi bantahan kepada tuduhan yang dilontarkan orang itu. “Pengacara hanya bertugas membela kliennya. Keputusan sidang tergantung pada bukti jaksa penuntut, apakah lengkap atau tidak!”

“Kasus anak Anda cacat hukum — kurang bukti dan saksi. Jadi bukan salah saya jika klien saya bebas.” Masih dengan wajah angkuh dan sorot mata dingin, Kinanti berseloroh enteng. “Kenapa Anda tidak mengajukan banding.”

“Dasar, perempuan berhati es!” Pria itu menunjuk wajah pengacara wanita tersebut dengan geram. Ia sudah akan memukul Kinanti, tapi ditahan oleh pihak keamanan.

Mereka pun kemudian menyeret orang tadi dan memaksanya keluar. Meski begitu, ia terus saja berteriak mengutuk Kinanti. “Semoga Tuhan segera mencabut nyawamu dengan pedih atau aku yang akan mencabut nyawamu!”

Kinanti kembali masuk ke ruangannya tanpa rasa bersalah, dia memang terkenal sebagai pengacara bertangan dan berdarah dingin serta licik. Semua kasus yang dia tangani berhasil menang dan orang tadi hanya satu dari segelintir pihak lawan Kinanti yang pernah mengamuk di kantor ini. Tidak satu pegawai pun terkejut dengan peristiwa yang terjadi barusan, karena mereka sudah terbiasa.

...----------------...

28 Desember 2020

Warga Manggala dikejutkan oleh penemuan mayat seorang wanita berusia tiga puluh lima tahun di kawasan hutan pinus Awan Rante Karua, tiga hari setelah natal. Seorang petani tua yang pertama kali menemukan mayat tersebut ketika dia hendak berangkat ke ladangnya. Melihat seorang wanita terbaring di pinggiran hutan membuat ia berlari ke aparat desa terdekat untuk melapor.

Tim kepolisian segera tiba di lokasi penemuan mayat tersebut bersama beberapa petugas forensik. Mereka pun langsung menutup area tersebut dengan garis kuning polisi.

Beberapa dari petugas forensik mengambil foto dari mayat dan beberapa mencari bukti kalau itu adalah tindak kejahatan ataupun kecelakaan, kondisi TKP yang medannya masih agak berkabut menyulitkan para petugas untuk menyisir seluruh tempat itu sekaligus. Akan tetapi melihat bekas luka di tubuhnya, itu menandakan tindak kejahatan pembunuhan.

Patah tulang belakang, bekas cekikan, dan luka lebam di tangan juga kakinya, memperlihatkan bahwa dia sempat melakukan perlawanan sebelum tewas. Mustahil jika peristiwa kecelakaan akan menghasilkan bekas luka cekikan, beberapa luka goresan terdapat di betis dan tumitnya seperti ia diseret ketika pingsan atau tewas.

Di sisi mayat ada berserakan beberapa barang pribadi yang diduga milik korban. Tas kecil yang terbuka berisikan dompet, ponsel dan buku agenda. Tidak ada tanda-tanda pemerkosaan, bahkan jika ini sebuah peristiwa perampokan, maka ponsel wanita ini tidak akan ada di dalam tas, begitu pula dengan perhiasan yang masih melekat di tubuhnya.

“Perkiraan waktu kematiannya kapan, Bar?” Faisal, polisi berpangkat Inspektur Dua itu, bertanya kepada seorang dokter forensik bernama Bara.

Bara mengerutkan dahi. Ia memandang sebentar ke arah mayat yang tergeletak tak berdaya itu. “Sekitar pukul 11 malam.”

Salah satu petugas forensik lain mengambil tanda pengenal korban dan juga kartu nama yang ada di dalam dompet.

Kinanti Candhrawati, S.H, M.H

(Advokat)

“Ternyata wanita ini adalah pengacara dari firma hukum M di jalan Lily.” Petugas tadi menyodorkan temuannya kepada Bara.

Bara mengembalikan kartu pengenal dan kartu nama tersebut untuk dikembalikan ke dalam dompet, benda-benda tadi di masukkan ke kantong barang bukti. Tentu saja orang pertama yang menemukan mayat itu tidak luput dari rentetan pertanyaan polisi, petani tua yang masih terkejut itu sedikit kebingungan. Ia melihat iba ke arah jasad beku Kinanti, ia mungkin tidak berani membayangkan jika yang terbaring di sana adalah putrinya.

“Faisal!” Bara berseru memanggil Faisal yang sedang bersama petani tua tadi. “Coba lihat ini! Ada yang aneh!”

Faisal yang sedang meminta keterangan petani tua tadi, segera menghampiri Bara. Sekilas tidak ada yang aneh selain pakaiannya yang masih rapi.

Namun, ketika mereke menyingkap bagian belakang blouse putihnya — terlihat sayatan-sayatan pada punggung wanita itu, sayatan tersebut membentuk sebuah kalimat. Entah itu dibuat sebagai lelucon ataukah memang pembunuh ini sengaja memberi petunjuk.

Ulangan 19:21 (TB) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki."

Dahi Faisal mengkerut, dia terlihat sedang berpikir keras. Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Apakah motif pembunuhan ini karena dendam? Jika dendam siapa pelakunya? Mata ganti mata, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, kutipan ayat Al-Kitab itupun merujuk pada hukuman kepada seorang pendosa. Kesalahan ataukah dosa apa yang sudah dilakukan oleh pengacara muda itu sampai menghadapi nasib tragis seperti ini?

Inspektur dua ini meminta kembali agenda yang sudah di amankan oleh petugas forensik, ia berharap ada sedikit petunjuk di dalamnya. Faisal membuka lembar demi lembar agenda milik korban. Ini hanya agenda biasa, hanya saja — ada satu janji temu menarik perhatian Faisal.

27 Desember 2020

dr. Andrian, Sp.An

De Coffee Time cafe-Mall P, 07.00pm

Waktu pertemuan ini empat jam sebelum korban dibunuh, Faisal memasukkan nama dokter tersebut dalam daftar pemeriksaan, semua kemungkinan tidak boleh terlewatkan. Matahari semakin tinggi dan kabut hutan pinus tadi mulai menghilang sedikit demi sedikit. Faisal menjauh dari TKP sejenak.

Dia mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya sembari bersandar di sebuah pohon pinus, ia menghisap dalam-dalam gulungan nikotin itu. Masih banyak misteri tentang kenapa, apa dan bagaimana, lantas siapa pelaku pembunuhan ini. Kemudian apa maksud kutipan ayat Al-Kitab yang ditorehkan pelaku melalui sayatan di kulit korban?

Faisal sedang menyusun strategi tentang penyelidikannya dan siapa saja yang akan ia minta keterangannya nanti. Akan tetapi, konsentrasinya terusik oleh keributan yang terjadi di sisi lain garis polisi, itu disebabkan oleh wanita berusia sekitar tiga puluh lima tahunan yang sedang berusaha masuk ke TKP dengan menerobos garis polisi.

Jaket kulit hitam dan dalaman kaos putih polos, dipadukan dengan celana cargo berwarna hijau army, memberi kesan maskulin pada wanita bertubuh tinggi semampai itu. Ia tetap memaksa untuk masuk ke lokasi kejadian yang tertutup untuk umum.

Faisal benar-benar terusik sekarang. Ia membuang puntung rokoknya dengan kasar lalu berjalan mendekat ke arah keributan terjadi.

“Maaf, wartawan untuk sementara belum diijinkan meliput!” Faisal bersikap tegas kepada wanita tadi.

Bukannya takut, ia malah balik menatap Faisal dengan tatapan yang menantang dan tidak kalah tajam dari tatapan petugas polisi ini, kemudian ia pun mengeluarkan sebuah tanda pengenal dari saku jaketnya. Setelah membaca tanda pengenal wanita tersebut, refleks polisi yang berada di TKP — tanpa terkecuali Ipda Faisal memberi hormat. Ternyata wanita ini adalah kapten Tim A pindahan dari Medan, Iptu Citra Deborah Hutabarat.

Melihat para bawahannya itu sudah mengerti, ia berjalan ke arah korban. “Bagaimana kondisi jasad?”

“Siap! Ada yang aneh dengan jasad, di punggungnya terdapat sayatan yang membentuk kutipan ayat Al-Kitab, Komandan!”

Citra berjalan mendekati jasad wanita itu, ia menyingkap kembali blouse putih yang dikenakan korban. Membaca dengan seksama tulisan itu. Meneliti sejenak kondisi korban, lalu ia kembali ke tempat Faisal.

“Identitas korban?”

“Siap! Kinanti Candhrawati. Seorang pengacara dari firma hukum M!”

“Ada alat atau bukti yang ditinggalkan pelaku?”

“Siap! Nihil, Komandan!”

Citra menghela napas panjang, iris mata berwarna hazel itu menyapu sepanjang hutan yang terjangkau dengan pandanganya. Ia berkeliling, mencari sesuatu dan berharap sang pelaku melakukan sedikit kecerobohan.

“Ada satu sayatan lagi aku temukan di telapak tangan korban. Sebuah salib terbalik,” bisik Bara ketika Citra sudah agak jauh. “Dari goresannya, aku rasa dia seorang yang ahli dan teliti.”

Mata Faisal terbelalak. Sebuah tanda salib terbalik yang sepertinya tidak asing, ia merasa pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi dimana?

...----------------...

Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Gelas kopi Citra sudah kosong lagi, ini adalah gelas kesekian yang ia teguk untuk menjaga matanya tetap terbuka. Kasus hutan pinus itu membuat tim A terjaga semalaman.

Faisal tampak tertidur di atas berkas-berkas kasus itu sementara beberapa anggota timnya ada yang masih terjaga, ada juga yang tertidur kelelahan di atas sofa ruangan mereka.

Tidak ada sidik jari, tidak ada bukti sama sekali. Kasus ini seperti diselimuti kabut. Citra membatin sembari menelisik tiap foto korban dan TKP yang terpampang di atas papan penyelidikan. Rasa penat membuatnya merasa butuh sedikit asupan udara segar.

“Saya mau cari udara segar sebentar di luar.”

“Siap, Ndan!”

Ia menarik napas panjang, menghirup udara malam di taman kantor. Citra menjatuhkan tubuh di bangku taman. Matanya memandang kosong ke langit malam lalu terpejam namun tidak tidur, memori ingatan Citra berputar pada saat ia akan masuk ke akademi kepolisian setelah lulus kuliah dan keluarganya begitu menentang keinginan Citra.

“Kopi, Ndan?” Suara Faisal membuat Citra tersentak. Ia menengadah dan menatap bawahannya yang sedang memegang dua gelas kopi panas.

Ia menyodorkan satu gelas kopi kepada sang komandan. Citra menerima gelas tersebut dan kembali bersandar di bangku taman.

“Terima kasih,” ujar Citra. "Siapa sangka hari pertama malah mendapat kasus yang sangat rumit ...."

“Anggap saja welcome present dari kota ini, Ndan.” gurau Faisal tersenyum kecil, Citra tertawa pelan. Lelah, hanya itu yang bisa ia katakan, hari ini adalah hari pertama ia bertugas di Polrestabes Manggala.

"Wanita itu ... dosa apa yang sudah ia lakukan dulu, sehingga ia disiksa bahkan setelah dia mati." Citra bergumam sendiri.

Faisal baru ingat jika tulang belakang jasad Kinanti remuk karena benda tumpul. Apakah dia dicekik setelah disiksa ataukah wanita itu disiksa setelah mati dicekik. Lalu kenapa baju wanita itu masih bersih dan rapi, seperti baru saja dipakaikan padanya setelah tewas.

“Dia pasti sangat kesakitan. Dari wajahnya terlihat jika dia sangat tersiksa sebelum meninggal,” gumam Faisal pelan. Mereka kembali terdiam di kesunyian malam. Sibuk dengan dugaan mereka masing-masing.

...****************...

Terpopuler

Comments

Nafi' thook

Nafi' thook

sama dengan pembunuhnya Suster Sandra

2023-03-07

1

Hiatus

Hiatus

Hm...siapa ya pembunuhnya?

2022-10-07

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 - First Blood (Prolog Revisi)
2 BAB 2 - Panti Asuhan Benedict (Revisi)
3 BAB 3 - Pengacara yang Tewas (Revisi)
4 BAB 4 - Penyelidikan Kasus Hutan Pinus (Revisi)
5 BAB 5 - Petunjuk Pertama (Revisi)
6 BAB 6 - Arthasena's Prince (Revisi)
7 BAB 7 - Benang Merah Kusut (Revisi)
8 BAB 8 - Hukuman (Revisi)
9 BAB 9 - Another Case (Revisi)
10 BAB 10 - Tekanan (Revisi)
11 BAB 11 - Tabir yang Mulai Terkuak (Revisi)
12 BAB 12 - Harapan (Revisi)
13 BAB 13 - Blank (Revisi)
14 BAB 14 - Melodi Maut (Revisi)
15 BAB 15 - Sacrifice (Revisi)
16 BAB 16 - Penculikan Angelica (Revisi)
17 BAB 17 - Teror Pembalasan (Revisi)
18 BAB 18 - Alter, Apa Kau Adalah Bumi? (Revisi)
19 BAB 19 - Another Teror (Revisi)
20 BAB 20 - Charles & Bumi, Penemuan Angelica (Revisi)
21 BAB 21 - Bom Waktu (Revisi)
22 Bab 22 - Banyu Aji (Revisi)
23 BAB 23 - Tentang Si Penakut (Revisi)
24 BAB 24 - Kematian Angelica (Revisi)
25 BAB 25 - Bitter Surprise (Revisi)
26 BAB 26 - Keraguan (Revisi)
27 BAB 27 - Misteri Bumi dan Bara (Revisi)
28 BAB 28 - Jasad Pasangan Psikiater (Revisi)
29 BAB 29 - Topeng Pengkhianat (Revisi)
30 BAB 30 - Sang Psikopat (Revisi)
31 BAB 31 - Epilog Psychopat Revenge (Revisi)
32 BAB 32 - The Hanging Beggar (Revisi)
33 BAB 33 - Anto (Revisi)
34 BAB 34 - Christian (Revisi)
35 BAB 35 - Penduduk Rumah Kardus Raib (Revisi)
36 BAB 36 - Misteri Kasus Pembunuhan Tunawisma (Revisi)
37 BAB 37 - Bocah yang Tenggelam (Revisi)
38 BAB 38 - Dokter Evelyn (Revisi)
39 BAB 39 - Kopi Beracun (Revisi)
40 BAB 40 - RYS Cafe (Revisi)
41 BAB 41 - Pria Pemilik Lancer Merah (Revisi)
42 BAB 42 - Benang Merah dan Dokter Hendrawan (Revisi)
43 BAB 43 - Hilangnya Jaka (Revisi)
44 BAB 44 - Monster dari Masa Lalu (Revisi)
45 BAB 45 - Misteri Christian (Revisi)
46 promosi novel
47 BAB 46 - Pengejaran
48 BAB 47 - Rahasia Dendam Masa Lalu
49 BAB 48 - Evelyn yang Misterius
50 BAB 49 - Rahasia Christian
51 BAB 50 - Kotak Pandora
52 Next Project
53 BAB 51 - Twins
54 BAB 52 - Pulang
55 BAB 53 - Konspirasi
56 BAB 54 - Kuburan Massal
57 BAB 55 - Di Balik Topeng
Episodes

Updated 57 Episodes

1
BAB 1 - First Blood (Prolog Revisi)
2
BAB 2 - Panti Asuhan Benedict (Revisi)
3
BAB 3 - Pengacara yang Tewas (Revisi)
4
BAB 4 - Penyelidikan Kasus Hutan Pinus (Revisi)
5
BAB 5 - Petunjuk Pertama (Revisi)
6
BAB 6 - Arthasena's Prince (Revisi)
7
BAB 7 - Benang Merah Kusut (Revisi)
8
BAB 8 - Hukuman (Revisi)
9
BAB 9 - Another Case (Revisi)
10
BAB 10 - Tekanan (Revisi)
11
BAB 11 - Tabir yang Mulai Terkuak (Revisi)
12
BAB 12 - Harapan (Revisi)
13
BAB 13 - Blank (Revisi)
14
BAB 14 - Melodi Maut (Revisi)
15
BAB 15 - Sacrifice (Revisi)
16
BAB 16 - Penculikan Angelica (Revisi)
17
BAB 17 - Teror Pembalasan (Revisi)
18
BAB 18 - Alter, Apa Kau Adalah Bumi? (Revisi)
19
BAB 19 - Another Teror (Revisi)
20
BAB 20 - Charles & Bumi, Penemuan Angelica (Revisi)
21
BAB 21 - Bom Waktu (Revisi)
22
Bab 22 - Banyu Aji (Revisi)
23
BAB 23 - Tentang Si Penakut (Revisi)
24
BAB 24 - Kematian Angelica (Revisi)
25
BAB 25 - Bitter Surprise (Revisi)
26
BAB 26 - Keraguan (Revisi)
27
BAB 27 - Misteri Bumi dan Bara (Revisi)
28
BAB 28 - Jasad Pasangan Psikiater (Revisi)
29
BAB 29 - Topeng Pengkhianat (Revisi)
30
BAB 30 - Sang Psikopat (Revisi)
31
BAB 31 - Epilog Psychopat Revenge (Revisi)
32
BAB 32 - The Hanging Beggar (Revisi)
33
BAB 33 - Anto (Revisi)
34
BAB 34 - Christian (Revisi)
35
BAB 35 - Penduduk Rumah Kardus Raib (Revisi)
36
BAB 36 - Misteri Kasus Pembunuhan Tunawisma (Revisi)
37
BAB 37 - Bocah yang Tenggelam (Revisi)
38
BAB 38 - Dokter Evelyn (Revisi)
39
BAB 39 - Kopi Beracun (Revisi)
40
BAB 40 - RYS Cafe (Revisi)
41
BAB 41 - Pria Pemilik Lancer Merah (Revisi)
42
BAB 42 - Benang Merah dan Dokter Hendrawan (Revisi)
43
BAB 43 - Hilangnya Jaka (Revisi)
44
BAB 44 - Monster dari Masa Lalu (Revisi)
45
BAB 45 - Misteri Christian (Revisi)
46
promosi novel
47
BAB 46 - Pengejaran
48
BAB 47 - Rahasia Dendam Masa Lalu
49
BAB 48 - Evelyn yang Misterius
50
BAB 49 - Rahasia Christian
51
BAB 50 - Kotak Pandora
52
Next Project
53
BAB 51 - Twins
54
BAB 52 - Pulang
55
BAB 53 - Konspirasi
56
BAB 54 - Kuburan Massal
57
BAB 55 - Di Balik Topeng

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!