Lapas Polrestabes Manggala.
Hari ini Andre dikunjungi Jason lagi, dialah satu-satunya orang yang membesuk Andre di dalam penjara. Ketika dia dipecat dari club hotel Artha, Jason pula yang merekomendasikan dirinya pada pemilik cafe tempat ia bekerja kemarin, sebelum kekacauan ini terjadi.
"Lu gak capek jenguk gue terus?" kelakar Andre.
Jason tertawa. "Kalau bukan gue yang jenguk lu, terus siapa? Bini gak punya, jangankan bini, pacar aja lu gak punya," ejek Jason.
"Bro, kemarin Faisal datang nemuin gue ...." Andre terlihat agak ragu untuk meneruskan ucapannya. Jason menaikkan alis mendengar kalimat Andre yang menggantung itu.
"Faisal? Polisi itu?" potong Jason. Andre mengangguk. "Terus?"
"Dia ngomong sesuatu yang buat gue mikir apa bener yang gue lakuin ini ... katanya ada kemungkinan gue sedang melindungi orang yang bisa saja membunuh adik gue. Hanya saja — gue ragu dengan hal tersebut."
"Lah, katanya yang bunuh adik lu udah dipastikan Valentino Arthasena?" tanya Jason heran.
"Tapi Faisal punya pemikiran lain, pembunuh itu berkaitan dengan panti asuhan tempat gue sama Cecilia dibesarkan dulu, sebelum diadopsi mendiang orang tua angkat gue ...." Cerita Andre perihal kedatangan Faisal kemarin mengalir dengan cepat. Pria berusia tiga puluh enam tahun ini tampak sangat serius mendengar penjelasan Andre.
"Lu inget 'gak, waktu ada laki-laki pakai topi baseball NYC yang datang di malam kita lembur bareng?"
Bibir Jason mengerucut dan ia mengerutkan dahi seolah sedang berpikir keras. "Laki-laki yang minum Gin itu? Yang pakai baju serba hitam seperti dari pemakaman, 'kan?"
Andre mengangguk mengiyakan pertanyaan Jason. "Tanpa sengaja gue lihat wajah dia, Bro, tapi gue 'gak yakin, tapi wajah dia mirip seseorang ...." gumam Andre.
"Lu sempat lihat wajah dia? Kenapa lu 'gak cerita ke polisi?" desak Jason sedikit jengkel pada Andre.
"I'm not sure about it dan gue rasa — kadang kita butuh orang seperti dia untuk menghukum para pendosa. Orang yang mewakili Tuhan untuk menghukum manusia laknat seperti Valentino Arthasena."
"Gue dengar ada tukang ojek online yang jadi saksi kasus ini juga tewas dengan ciri yang sama. Apa hubungannya dengan panti asuhan Benedict?"
"Ya, Johan Sukmadinata ...." Andre tiba-tiba terdiam. Rangkaian peristiwa masa lalu melintas di benaknya, ingatan yang samar namun sangat mengerikan.
Siang itu adalah jam makan, seperti biasa — seluruh penghuni panti terutama anak-anak panti asuhan ini, makan siang bersama di kantin. Seorang anak laki-laki tampak sedang duduk dan makan bersama dengan anak perempuan yang lebih muda darinya tepat ketika pimpinan panti asuhan menghampiri mereka.
Entah apa yang dikatakan pria paruh baya itu kepada dua anak tersebut, namun mereka tampak berbinar senang dan mengikutinya pergi dari ruang makan segera setelah menghabiskan makanan mereka. Beberapa pasang mata memandang mereka dengan tatapan iri. Ya, Senja dan Bumi adalah anak panti kesayangan dari para pengurus mereka anak-anak penurut, ceria dan juga cerdas.
Dari kejauhan, Bumi tampak sedang bermain ayunan di bawah pohon yang rindang. Di sisi lain Senja sedang duduk bersama pendeta Ebenaizer sembari makan sebuah lolipop.
Tak lama pendeta mendekati Bumi, lalu Bumi menutup matanya, bibir anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu tampak bergerak seperti menghitung. Pendeta Ebenaizer menggandeng Senja, mungkin mereka sedang bermain petak umpet.
Gudang panti itu kosong. Pendeta itu menyuruh Senja bersembunyi di sana agar Bumi tidak mudah menemukannya, sedangkan ia akan bersembunyi di tempat lain — dan benar saja, Bumi ke sana kemari mencari adiknya tapi ia kesulitan menemukannya.
Derap kaki terdengar memasuki gudang, Senja tersenyum mengira yang datang adalah Bumi, dia tersenyum dalam persembunyiannya menunggu sang kakak menemukan dia. Namun — siulan itu, menandakan kalau yang datang bukanlah kakaknya.
"I know you can hear me
Open up the door
I only want to play a little
Ding dong
You can't keep me waiting
It's already too late
For you to try and run away
I see you through the window
Our eyes are locked together
I can sense your horror
Though I'd like to see it closer."
Suara itu, Senja mengenali suara itu, itu suara pendeta, dia keluar dari persembunyiannya. Namun yang ada di hadapan Senja bukanlah sosok pendeta pelayan Tuhan, melainkan iblis berwujud pendeta.
Tanpa rasa kasian, ia melecehkan gadis kecil berusia delapan tahun itu. Senja tidak bisa berteriak, ia ketakutan hanya air matanya yang mengalir dalam hening. Setelah puas melecehkan gadis malang itu, sang pendeta merapikan bajunya, tapi — tak lama kemudian, seseorang masuk ke gudang dan memergoki mereka.
Dia adalah tukang kebun panti, Johan. Melihat adegan tak senonoh tersebut, bukannya melaporkan pada pihak berwajib, dia malah ikut andil merusak gadis kecil yang malang itu. Tanpa mereka sadari, dari balik jendela yang berdebu itu, dua pasang mata sedang menyaksikan mereka.
Haris dan Salsa, kedua anak itu sedang membantu Bumi mencari Senja, mereka bergeming karena takut melihat wajah kedua orang dewasa yang mengerikan itu. Dengan sigap Haris membawa pergi adiknya dari tempat kotor tersebut.
Senja, meskipun masih berusia delapan tahun, ia sudah terlihat sangat cantik. Dia memiliki tubuh yang bongsor dan bisa dikatakan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Kedua iblis itu tampak membisikkan sesuatu ke telinga gadis kecil malang tersebut. Senja mengangguk ketakutan, dia menghapus air matanya dan menerima sebatang permen lolipop yang disodorkan oleh sang pendeta.
Beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi, Senja demam tinggi. Namun anehnya pihak panti sama sekali tidak memanggil dokter, mereka hanya meminta perawat yang biasa bekerja di klinik panti untuk merawat Senja.
Akhirnya Tuhan berkehendak lain, Senja pun meninggal. Kematian gadis itu disertai desas desus tidak mengenakkan yang beredar, yaitu Senja meninggal karena infeksi di bagian vitalnya. Namun karena tidak ada laporan resmi ke pihak kepolisian, kasus ini pun tidak diproses dan terkubur seiring waktu.
"Hei, lu dengerin omongan gue gak barusan?" tegur Jason membuat Andre tersentak kaget.
Andre tergagap. "Hah? Apa ...."
"What a ... jadi gue ngomong sama angin selama ini!"
"Sorry, gue keinget sesuatu."
"Jadi gimana keputusan lu?"
"Gue bakal ubah pernyataan gue ... entah kenapa gue merasa pernah lihat orang itu, tapi di mana,ya? Apalagi kalau Inspektur Faisal menduga kalau dia itu pembunuh Cecilia."
Jason menatap Andre dengan tatapan yang penuh arti sebelum akhirnya dia menghela napas panjang. Ia pun berpamitan pada Andre setelah menyerahkan bungkusan makanan dan air mineral yang ia bawa tadi.
Di luar lapas — pria ini menghubungi seseorang. "Ternyata target D sudah mengetahui pion kita ... baik, saya sudah menjalankan rencana B."
Malam ini juga, Andre memutuskan untuk menghubungi Faisal, jika memang pembunuhan itu terkait dengan panti asuhan Benedict — kemungkinan Cecilia menjadi sasarannya juga. Dia tidak boleh melindungi orang itu lagi.
Andre meminta tolong pada sipir penjara untuk menghubungi salah satu dari Citra atau Faisal, ia ingin mengubah pernyataannya. Sembari menunggu sipir penjara mengambil ponselnya, pikiran Andre melayang pada sosok pria misterius yang ia lihat mengikuti mendiang Valentino di club kala itu.
Anak pemilik hotel Artha itu terlihat berjalan sempoyongan melewati kerumunan muda-mudi yang sedang asyik berjoget di lantai dansa, ia sepertinya sudah mabuk berat. Namun, yang menarik perhatian Andre adalah seseorang mengikuti Valentino masuk ke dalam toilet.
Sneakers converse model classic chuck, baseball cap dengan logo NYC, hanya saja — wajahnya terlihat samar di bawah cahaya remang dan lagi ia mengenakan masker. Saat Andre mengikuti mereka, pintu toilet itu dikunci dari dalam, sementara dia bisa mendengar pria itu sedang mengancam si anak sultan.
Bukan hanya sekali atau dua kali orang ini datang ke club hanya untuk duduk di tempat dia bisa mengamati Valentino dengan leluasa, tubuhnya tegap seperti sangat terlatih mungkin dia semacam bodyguard atau fitness trainer atau Valentino sedang terlibat sesuatu dengan salah satu anggota gengster, Andre tidak perduli itu.
Apa aku hanya jadi bidak orang itu dalam menjalankan rencananya? Batin Andre sendiri. Kemudian sipir penjara pun mendatangi sel Andre dan membuat dia tersentak dari lamunannya tadi.
"Bu Citra ingin bicara denganmu!" sungut sipir penjara ini. Andre menerima ponsel yang disodorkan padanya.
"Saya ingat sekilas tentang orang itu jika ciri-cirinya sama dengan yang dipaparkan Johan ... saya yakin dia adalah orang yang memata-matai Valentino selama beberapa malam sebelum dia terbunuh," papar Andre kepada Citra.
"Oke, saya ke sana besok siang. Tolong ceritakan semua yang kamu ingat! Setidaknya itu akan sedikit membantumu di persidangan nanti!" tegas Citra dari seberang sana.
Pembicaraan mereka berakhir, Andre pun mengembalikan ponsel sipir tadi. Dia masih tidak bisa berhenti memikirkan tentang pembunuh berantai itu, ada sesuatu yang mengganjal di benaknya tentang sosok misterius yang menyebut dirinya sebagai Pria Tangan Tuhan.
"Orang itu, sepertinya aku pernah melihatnya ... tapi dimana? Siapa orang itu?" Ia bergumam sendirian di dalam sel dan berusaha mengingat wajah orang yang ia temui di cafe dan ia lihat di club.
Matanya menerawang jauh, Andre meraih sebotol air mineral yang ada di sampingnya, berpikir keras membuat dia merasa haus. Ditengah kesunyian itu, Andre tiba-tiba tercenung, ia ingat siapa orang yang menemuinya di cafe. Namun, ketika dia ingin memanggil sipir lagi, pria ini merasa pusing dan mual — pandangannya pun mengabur, kemudian ia tumbang tak sadarkan diri.
Lapas polrestabes Manggala malam itu heboh, karena Andre ditemukan tewas di dalam sel. Citra dan Faisal segera datang ke TKP, melihat Andre terbaring tak bernyawa membuat kedua petugas polisi ini frustasi.
Lagi-lagi saksi mereka hilang, mereka seolah dibungkam agar sosok pembunuh itu tidak terbongkar. Sebab kematian Andre belum bisa dipastikan, apakah ia tewas karena serangan jantung ataukah ada unsur pembunuhan di balik kematiannya, dan — Bara yang menjadi tumbal dalam hal ini. Karena dia sudah pasti akan begadang semalaman.
"Kalian benar-benar seperti kutukan buatku!" gerutunya sambil menunjuk Faisal dan Citra.
"Kutukan Panti Asuhan Benedict lebih tepatnya, kami juga merasa sedang dikutuk, bukan hanya dirimu!" protes Faisal. Mata ketiga pegawai pemerintah ini sudah mirip seperti panda karena kurang tidur, jika diperhatikan mereka sekilas seperti zombie.
"Kapan aku bisa istirahat dan berkencan dengan gadis cantik ...." keluh Bara lagi.
Citra dan Faisal tertawa kecil. "Bukannya kamu sering bertemu gadis cantik?" sindir Faisal.
"Yang hidup! Tolong garis bawahi aku ingin berkencan dengan gadis yang hidup, bukan gadis yang mati tenggelam atau mati dicekik atau mati diperkosa! Ya Tuhan ... dosa apa aku di masa lalu!" Bara masih saja menggerutu sembari memeriksa kondisi mayat Andre.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Nafi' thook
Bara sungguh miris nasibmu
2023-03-10
0
Hiatus
Pengen ketawa takut dosa...
2022-10-07
1