Pria setengah abad itu tertawa sinis di hadapan Faisal, ya, ia sedang mengunjungi orang yang pernah membuat keributan di kantor Kinanti. Ayah dari lawan klien pengacara itu.
Orang itu mencebik ketika tahu maksud kedatangan polisi ini ke rumahnya. “Itu adalah hukuman dari Tuhan untuk wanita penyihir berdarah dingin seperti dia!”
Tangan kekar itu terus membabat rumput liar di halamannya, dia sama sekali tidak mengalihkan pandangan ke arah Faisal.
“Maaf Pak Johan, dimana posisi Anda tanggal 27 Desember pukul sepuluh sampai sebelas malam?” Faisal mencoba tenang menghadapi sikap sinis dari pria berperawakan sangar itu.
Tubuhnya tinggi tegap, kulit sawo matang dan agak gelap terbakar matahari dan wajahnya di penuhi brewok. Suara pria ini pun terdengar kasar, ia kelihatan seperti tipikal orang yang bisa melakukan apa saja ketika sedang dalam keadaan emosi.
“Anda mencurigai saya!?” Johan tidak terima mendengar pertanyaan Faisal. Ia sangat kesal karena nada bicara polisi itu terkesan menuduh dirinya yang sudah membunuh Kinanti si Penyihir Hukum.
“Meskipun saya berharap dia mati di tangan saya sendiri, tapi di tanggal dan waktu yang Anda sebutkan itu saya sedang mengantar pesanan customer ojek online di jalan Harimau!” Ia memaparkan alibinya pada Faisal.
Faisal mengulas segaris senyum, ia masih berusaha sabar dan bertanya lagi. “Ada saksi yang bisa menguatkan alibi Anda, Pak Johan?”
Wajah Johan kali ini benar-benar terlihat tidak senang dengan pertanyaan Faisal barusan. Sudah bisa dipastikan, ia sedang masuk dalam daftar tersangka peristiwa tewasnya pengacara wanita itu. Wanita yang secara kebetulan memang ia inginkan kematiannya.
“Anda boleh memeriksa riwayat pengantaran saya dan bertanya kepada customer saya!” Dengan kasar ia membanting gunting rumputnya untuk kemudian mencengkeram kerah baju Faisal.
Faisal menepis tangan Johan, ia menatap tajam pada pria tersebut. Sorot mata yang dimiliki Faisal membuat Johan melepaskan cengkeramannya.
Setelah mencatat semua keterangan dari Johan, ia pun berpamitan. Melihat temperamennya, tidak mustahil jika dia bisa melakukan hal-hal mengerikan seperti membunuh orang lain. Apalagi Johan memiliki dendam yang mendalam terhadap pengacara itu.
Di tempat lain, Citra sedang memeriksa kesaksian dari keluarga klien Kinanti dan ternyata Gerald adalah anak seorang pimpinan dari salah satu bank di kota Manggala, ia mengaku pernah diancam akan dibunuh oleh seorang pria yang bernama Johan. Pria itu mengaku sebagai ayah dari mendiang mantan pacarnya.
Kasus pemerkosaan itu berawal ketika Gerald mengadakan pesta ulang tahun di salah satu hotel milik keluarga teman kakaknya yaitu hotel Artha. Pesta itu berlangsung cukup liar dan kacau, sampai akhirnya dia dan Vania melakukan hal di luar batas. Mungkin karena takut ia hamil dan Gerald tidak bertanggung jawab, maka ia memutuskan untuk melaporkan kasus itu sebagai tindak pemerkosaan.
...----------------...
Avanza silver Faisal meluncur di atas aspal kota Manggala. Matahari siang ini begitu terik. Faisal melirik jarum arloji yang sudah menunjuk pukul dua siang itu, dia pun menepikan mobilnya di Richeese salah satu restoran cepat saji di dekat jalan Harimau, perutnya sudah tidak bisa berkompromi lagi.
Siapa sangka di dalam restoran itu ia bertemu Bara, dokter forensik yang terkenal gila kerja.
“Sendiri saja kamu?” Faisal menyapa Bara dengan makanan di atas nampan. Dokter forensik itu terkejut melihat koleganya muncul tiba-tiba seperti hantu.
“Mau sama siapa, Sal? Sama mayat-mayat beku yang ada di lemari pendingin kamar jenazah rumah sakit?” Bara menjawab sapaan Faisal dengan gurauan. Ia tersenyum lebar sehingga memamerkan gigi putih dengan gingsulnya yang membuat wajah Bara semakin tampan.
“Cari gadislah. Sampai kapan kamu sendiri terus. Nanti kamu menikah sama mayat.” Faisal mengejek Bara tanpa perasaan.
Bara tertawa cukup keras sampai beberapa orang menoleh ke arah mereka, mata Faisal mendelik ke arah teman seangkatannya itu. Kedua pria lajang ini terlibat percakapan yang random selama makan siang, sampai akhirnya mereka menyinggung tentang kasus Kinanti.
“Ngomong-ngomong, bagaimana perkembangan kasus mayat pengacara itu?” Bara menyeka mulutnya setelah menyelesaikan suapan terakhir makanannya.
Faisal menghela napas berat, pria ini terdengar sedikit mengeluh. “Pembunuh itu seperti hantu. Tidak meninggalkan jejak sama sekali. Ia sangat lihai.”
“Mungkin dia adalah orang yang paham kinerja forensik dan polisi,” gurau Bara.
Tapi gurauan itu masuk ke akal pikiran Faisal. Bagaimana jika pembunuh itu adalah orang yang mengerti hukum? Ataukah psikopat dari kepolisian?
Mereka berdua pun berpisah di area parkir. Faisal segera mengunjungi alamat yang diberikan oleh Johan tadi, ia ingin memastikan alibi pria tersebut. Ternyata pemilik rumah itu sedang pergi, menurut tetangganya — orang itu memang sering menggunakan jasa ojek online untuk memesan barang dan makanan.
Itu berarti Johan bisa saja berkata jujur ataupun mengambil kesempatan dari kebiasaan customer ini.
...----------------...
Candaan gila dari Bara kemarin siang membuat Faisal mencari celah bukti pembunuhan Kinanti, beberapa kali ia kembali ke TKP penemuan mayat. Menonton ulang rekaman dari CCTV yang terpasang di sepanjang jalan raya hutan pinus itu.
Melihat Faisal yang sudah ada di kantor pagi-pagi buta, membuat Citra terkejut. “Kamu datang pagi sekali, Sal.”
Suara sang komandan membuat Faisal refleks menoleh ke belakang. “Siap! Saya belum pulang, Ndan!”
Matanya bengkak karena semalam suntuk ia menonton rekaman CCTV dan tidak ada satu pun jawaban yang ia peroleh. Kendaraan yang lalu lalang adalah kendaraan yang memang biasa lewat di sana. Bukan kendaraan curian.
“Sepertinya kasus Kinanti membuat kamu terobsesi,” kata Citra pada bawahannya itu.
Faisal tersenyum kecut, mungkin ucapan komandannya itu benar. Ia benar-benar terobsesi untuk memecahkan kasus ini.
Setumpuk foto yang ada di dalam amplop coklat disodorkan Citra kepada Faisal, foto-foto itu adalah potongan gambar dari CCTV sepanjang jalan Lily hingga ke rumah Kinanti. Beberapa hari ini memang komandannya itu jarang terlihat, ternyata ini yang Citra kerjakan.
Tampak di foto itu, mobil Camri hitam milik Kinanti tertangkap sedang diikuti sebuah Suzuki XL7 mobil jenis SUV berwarna hitam, yang mengejutkan adalah tanggal rekaman itu berbeda-beda. Kinanti sudah diikuti selama dua minggu sebelum ia terbunuh. Apa maksud semua ini? Faisal memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pening.
Citra menarik kursi di samping Faisal. Ia menunjuk foto-foto yang barusan ia perlihatkan kepada bawahannya itu. “Korban sudah diincar sejak dua minggu sebelum ia terbunuh.”
“Itu berarti, pembunuhan Kinanti sudah direncanakan? Lantas, kira-kira siapa yang mengincarnya, Ndan?”
“Saya sudah melakukan penyelidikan tentang mobil SUV itu.” Citra menarik selembar kertas HVS dari dalam amplop.
“Mobil itu adalah mobil rental, pemiliknya tinggal di sekitar hutan pinus Awan Rante Karua. Saya sudah menyelidiki mobil itu dan memang ada noda darah samar di bagian bagasinya.”
Faisal tersentak. Ia kembali memutar video CCTV yang di lihatnya sejak semalam, memang beberapa kali SUV hitam yang sama terekam di sana.
“Saya sudah meminta Bara untuk memeriksa noda darah tersebut. Jika memang itu cocok dengan darah Kinanti—maka kemungkinan 0,0001 persen itu bisa terjadi,” lanjut Citra.
Beberapa hari kemudian
“Saya ingin bertemu Iptu Citra.” Bara muncul di kantor Polres Manggala.
Citra melambaikan tangan pada dokter forensik itu. Pria itu mengacungkan sebuah amplop coklat ditangannya dengan senyuman lebar dia menyerahkan amplop itu kepada Citra.
Dengan bangga ia memaparkan hasil pemeriksaannya. “Tebak, noda darah di mobil itu cocok dengan darah Kinanti!”
“Nice job!” Citra mengacungkan jempolnya, kali ini tinggal mencari penyewa SUV hitam itu. Setelah Bara kembali ke rumah sakit, Citra mengajak Faisal untuk mengunjungi sang pemilik SUV.
Musik chill menggema di dalam mobil Faisal, mereka berharap akan menemukan petunjuk untuk kasus ini. Avanza silver itu memasuki gerbang sebuah halaman yang luas, sebelum akhirnya berhenti di depan sebuah rumah panggung.
Papan nama yang bertuliskan Rental Awan Rante Karua, terpasang di depan gerbang. Di bawah rumah panggung itu ada beberapa mobil dengan jenis berbeda, termasuk SUV hitam yang digunakan tersangka.
“Selamat siang!” Faisal menyapa seorang gadis yang sedang duduk di teras rumah panggung itu.
Gadis itu berdiri dan tersenyum mempersilahkan mereka masuk. “Ada yang bisa saya bantu?”
“Kami dari kepolisian.” Faisal memperlihatkan lencana kepolisian dan tanda pengenalnya.
“Saya tahu, Ibu Citra sudah kemari beberapa hari yang lalu,” ujar Gadis tadi tersenyum ramah pada Citra. “Silakan duduk! Saya panggilkan ayah saya dulu.”
Tidak lama kemudian seorang pria yang bisa dibilang sudah lanjut usia menemui mereka, nama pemilik rental itu Daeng Aso. Setelah sedikit basa-basi, Citra memulai pembicaraan serius.
Tanpa basa-basi lagi, Citra mengungkapkan hasil pemeriksaan noda darah yang ditemukan pada Suzuki XL7 milik Daeng Aso. “Noda darah yang ada di karpet mobil Anda, cocok dengan mayat wanita yang ditemukan di hutan pinus itu.”
Daeng Aso terkejut, dia sepertinya sudah tahu arah pembicaraan petugas polisi ini.
“Kami ingin melihat daftar penyewa mobil SUV hitam tersebut.”
“Sebenarnya kami memiliki peraturan untuk tidak membuka identitas penyewa kami ....” Daeng Aso menggantung ucapannya.
Ia menghela napas. Kemudian melanjutkan ucapannya, “Tapi—itu akan menjadikan salah satu dari kami di sini sebagai tersangka bukan?”
Citra dan Faisal saling bertukar pandang. Faisal berusaha menjelaskan, “Mungkin tidak semudah itu Anda akan menjadi tersangka. Namun...ada kemungkinan pegawai Anda atau keluarga atau bahkan Anda sendiri bisa dicurigai sebagai kaki tangan.”
Pria tua itu menghela napas. Ia kemudian memanggil gadis yang duduk di teras tadi dan memintanya mengambil buku besar penyewa. Dia memasang kacamata bacanya. Meneliti tanggal penyewaan mobil tersebut.
“Ini catatan penyewa pada tanggal dua belas sampai dengan dua puluh tujuh Desember,” ujar Daeng Aso seraya menunjukkan catatan itu pada Faisal.
Citra melihat catatan tersebut sambil mencocokkan tanggal rekaman CCTV yang ia peroleh. Mobil itu disewa oleh orang yang sama selama dua minggu.
“Orang ini menyewa mobil selama dua minggu tanpa sopir?” tanya Faisal pada si pemilik rental.
Daeng Aso mengangguk. “Sebenarnya ia membayar untuk dua minggu penyewaan. Tapi dia memakai mobil itu hanya empat kali selama masa penyewaan,” paparnya.
Mata Faisal melirik sang komandan yang tampak berpikir keras, Citra menggigit ujung pulpennya. Memang benar ucapan Faisal barusan, kasus ini membuat petugas polisi gila.
“Catat saja nama dan alamat penyewa ini, kita akan investigasi penyewa mobil ini!” Citra memerintahkan Faisal untuk mencatat identitas penyewa itu.
“Jika dia hanya memakai mobil ini sebanyak empat kali, padahal mobil itu disewa untuk dua minggu, artinya dia mendapat perintah dari seseorang kapan dia harus membawa mobil itu,” imbuh Faisal.
Mereka berharap petunjuk ini bisa membuka lebar tabir kasus kematian sang pengacara.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Nafi' thook
sangat detail dan menguras pikiran. hemmm
2023-03-07
1
Utiyem
i lop yu thor, i lop yu😍😍😍
2022-10-28
1