BAB 4 - Penyelidikan Kasus Hutan Pinus (Revisi)

Polres Duampanua

Tempat mayat ditemukan merupakan yuridiksi Polres setempat, m au tidak mau mereka harus membentuk tim gabungan demi memecahkan kasus ini. Citra dan beberapa anggotanya mendatangi Polres Duampanua untuk membicarakan hal tersebut.

Mereka kembali ke tempat mayat Kinanti ditemukan, walaupun mereka tidak yakin apa mereka akan menemukan hal berbeda di sana. Pelaku pembunuhan itu begitu teliti, ia seolah benar-benar paham cara kerja polisi dan tidak satupun jejak yang ia tinggalkan.

“Saya yakin tempat ini hanya digunakan sebagai pembuangan mayat saja, Ndan,” ujar Faisal menyampaikan dugaannya kepada Citra.

Sebenarnya Citra tahu itu, dia hanya berharap sang pembunuh sedikit ceroboh dan meninggalkan sesuatu. Wanita berambut pixie cut itu menjauh dari batas garis polisi, ia berjalan sampai keluar di pinggir jalan. Iris matanya mencari-cari sebuah benda, yaitu CCTV. Iptu Hamka dari polres Duampanua mengikuti rekan seangkatannya itu.

Citra menunjuk ke arah sebuah kamera kecil di seberang jalan hutan pinus tersebut. “CCTV itu berfungsi kan?“

Iptu Hamka mengangguk. “Tapi—sayangnya CCTV itu tidak merekam apapun di malam kejadian. Hanya beberapa kendaraan saja yang tertangkap sedang melintas.”

Alis Citra nyaris bertautan mendengar ucapan koleganya tersebut, ia pun mengungkap satu kemungkinan. “Kendaraan itu bisa saja mengangkut mayat korban lalu berhenti di titik buta.”

Hamka ganti mengernyitkan dahi, memang teori rekannya itu bisa saja terjadi. Tapi titik buta yang tidak tertangkap CCTV berjarak dua setengah kilometer.

“Apa mungkin dia menggotong mayat dari jarak sekitar dua setengah kilometer?” Hamka bertanya dengan nada ragu. “Kemungkinan itu sangat tipis.”

“Walaupun kemungkinan tersebut hanya 0,001% pun bagi saya sangatlah penting. Kecuali dia adalah hantu, karena mustahil seorang manusia mampu tidak meninggalkan jejak sedikit pun,” tutur Citra, sementara matanya masih melihat sekeliling huta pinus itu. Mereka pun kemudian kembali ke titik awal ditemukan jasad Kinanti dan — karena tidak menemukan apapun, rombongan petugas polisi itu kembali ke kantor Polres Duampanua.

...----------------...

Faisal membaca buku agenda kecil yang selalu ia bawa kemana-mana saat penyelidikan, di buku itu tertulis banyak hal. Mulai dari hipotesis-hipotesisnya. Sampai daftar nama saksi dan kemungkinan tersangka.

Pagi itu, Faisal memutuskan mengunjungi Rumah Sakit S di jalan Pahlawan untuk menemui dokter Andrian, dia adalah salah satu yang ada di dalam daftar janji Kinanti sebelum terbunuh. Mobil avanza silver milik Faisal berhenti di pelataran parkir basemen rumah sakit.

“Saya petugas kepolisian ingin bertemu dengan dokter Andrian.” Faisal menunjukkan tanda pengenalnya kepada petugas bagian informasi rumah sakit.

“Dokter Andrian sedang berada di ruang operasi. Bapak bisa menunggu sebentar di ruang tunggu,” jelas petugas informasi tersebut.

Faisal mengangguk, lalu berjalan menuju ruang tunggu. Dari kejauhan ia melihat petugas bagian informasi tadi sedang menelepon, mungkin ia memberitahukan kedatangannya pada asisten Dokter Andrian.

Dua jam adalah waktu yang cukup lama untuk menunggu, sampai akhirnya seorang pria muda berjas putih datang menghampiri Faisal. Tanda pengenal yang melekat di jas itu menjelaskan jika dia adalah orang yang sedang ia cari.

“Selamat pagi,” sapa Andrian sembari mengulurkan tangan. “Perkenalkan, saya Andrian. Dokter Andrian.”

Faisal menyambut tangan dokter muda tersebut. “Saya Ipda Faisal. Maaf, saya akan menyita sedikit waktu Anda.”

Pria di hadapannya itu tersenyum ramah. Ia pun mengajak Faisal untuk berpindah ke kafetaria rumah sakit. “Mungkin akan lebih baik jika kita berbincang di kafetaria.”

Ia pun menuruti ajakan dokter itu, mereka lalu menuju ke kafetaria yang ada di lantai atas rumah sakit. Setelah memesan secangkir kopi, Faisal mengutarakan maksudnya menemui Andrian.

“Well, seperti yang Anda lihat di berita, jenazah pengacara Kinanti telah ditemukan di pinggiran hutan pinus kawasan Awan Rante Karua.” Faisal memulai percakapan mereka.

Tampak pria ini begitu tenang mendengar ucapan Faisal. Dia memasukkan beberapa blok gula ke dalam kopinya.

“Ya, saya sudah melihat berita tentang kematian Kinanti,” Andrian menimpali dengan nada datar. “Sungguh tragis.”

“Sepertinya sebelum terbunuh, pengacara Kinanti bermaksud bertemu dengan Anda.” Faisal terus mencecar tanpa basa-basi.

Dokter spesialis muda ini menyesap kopinya dengan tenang. Iris mata coklat susu itu menatap lurus ke arah Faisal. Wajahnya tanpa ekspresi.

“Boleh saya tahu, apa maksud pertemuan Anda dengan pengacara Kinanti malam itu?”

Dari sorot mata Andrian, tampaknya ia sudah tahu jika Faisal sedang menginterogasinya secara tidak langsung. “Kami memang ada janji temu. Namun — Kinanti tiba-tiba membatalkan janji, katanya ia akan bertemu seseorang yang penting.”

“Apakah dia mengatakan akan bertemu siapa?” Andrian mengendikkan bahu menjawab pertanyaan Faisal. Menandakan ia tidak tahu atau tidak yakin.

“Kinanti hanya berkata akan menemui teman kecilnya,” jawab Andrian. Ia terus memegangi cangkir kopi yang isinya hanya tinggal setengah

“Terima kasih atas keterangannya. Jika saya butuh keterangan Anda lebih lanjut, atau Anda mengetahui sesuatu tolong hubungi saya!” Faisal berdiri dari tempat ia duduk. Tangannya merogoh saku jaket untuk mengambil kartu namanya, kemudian menyodorkan kepada Andrian.

Andrian menerima kartu nama itu. Faisal akhirnya berpamitan pada Andrian. Namun ia masih memiliki kecurigaan terhadap dokter itu.

...----------------...

29 Desember 2020

Siang ini, Citra mendatangi Firma Hukum M tempat Kinanti bekerja. Ia pergi bersama Faisal setelah Inspektur dua itu mengunjungi Rumah Sakit S. Gedung berlantai empat itu terlihat lengang. Dua gadis resepsionis yang berusia sekitar 20 tahunan menyambut mereka.

“Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?” sapa salah satu resepsionis itu ramah. Citra menunjukkan tanda pengenalnya.

“Ada beberapa hal yang ingin kami tanyakan tentang Ibu Kinanti,” tutur Citra. “Apakah Ibu Kinanti memiliki musuh selama bekerja?”

Kedua resepsionis itu saling bertukar pandang.

“Saya rasa—kalau mencari musuh Ibu Kinanti daftarnya akan panjang. Karena tiap lawan di persidangan yang kalah, akan mencari Bu Kinanti,” jelas resepsionis yang bernama Vera.

Citra melanjutkan pertanyaannya, “Kalau kejanggalan pada tanggal dua puluh enam sampai dua puluh tujuh Desember?”

Vera mengerutkan kening. Ia memandang Nadia, rekan kerjanya.

“Mungkin kita perlu menceritakan tentang hal itu ... tentang karangan bunga itu,” bisik Nadia ragu kepada Vera dan disambut anggukan dari temannya itu.

“Hari itu — ada sebuah karangan bunga duka cita yang datang ke kantor, ditujukan kepada Bu Kinan,” jelas Nadia dengan nada ragu.

“Tapi anehnya nama yang tercetak pada pita karangan bunga tersebut adalah nama orang lain. Lantas, sorenya Bu Kinan pulang dengan terburu-buru dan membatalkan semua janji.”

“Maksudnya kiriman karangan bunga?” Kali ini Faisal tertarik dengan penjelasan resepsionis tadi.

“Karangan bunga itu bertuliskan sebuah nama, tapi saya tidak ingat nama yang tertulis di karangan bunga itu,” jawab Vera

“Dan—ketika Bu Kinanti melihat karangan bunga itu, beliau seperti syok dan kaget. Wajahnya jadi pucat ketakutan.”

“Bu Kinan juga marah dan berteriak histeris. Beliau meminta kami untuk mengembalikan karangan bunga itu. Selang beberapa jam kemudian, Bu Kinan juga mendapat sebuah paket tanpa nama pengirim berisi satu dos balon karet," tukas Nadia.

Kali ini Citra dan Faisal bertukar pandang, apakah itu ada hubungannya dengan kasus ini? Atau hanya teror iseng dari lawan sidang Kinanti?

“Selain itu, apakah tidak ada keanehan atau peristiwa lain?”

“Ada. Seorang bapak-bapak juga datang dan mengamuk di sini. Dia memaki-maki Bu Kinan ... itu semua terjadi di hari yang sama,” ungkap Nadia.

“Siapa orang itu?” cecar Citra.

“Sepertinya salah satu lawan dalam persidangan Bu Kinan. Dia menyebut-nyebut tentang kasus pelecehan seksual kepada anak gadisnya sehingga gadis itu bunuh diri.” Nadia memaparkan semua yang terjadi pada tanggal dua puluh tujuh Desember itu.

“Bisa kami melihat-lihat berkas kasus milik Ibu Kinanti?” tanya Faisal.

Vera mengangguk dan mengantarkan kedua petugas polisi itu ke ruang kerja Kinanti.

“Kalau saya tidak salah ingat, kasus itu sekitar dua bulan silam. Klien Bu Kinanti anak seorang pengusaha kaya dan sang korban adalah anak gadis dari sopir keluarga tersebut,” jelas Vera dalam perjalanan ke ruangan Kinanti.

Setelah mengantarkan mereka, Vera kembali ke meja resepsionis. Kinanti terlihat jelas merupakan seseorang yang teliti dan perfeksionis, berkas perkara itu tersusun rapi berdasarkan jenis kasus dan tahun. Jadi Citra dan Faisal tidak butuh waktu lama untuk menemukan berkas kasus pelecehan seksual yang ditangani Kinanti.

Pelaku seorang mahasiswa kedokteran tingkat III bernama Gerald Bagaskara dan korbannya adalah siswi kelas XII sebuah SMU negeri bernama Vania Sukmadinata. Alamat korban tertulis di sticker memo yang tampak sengaja Kinanti tempel.

Mendiang Kinanti memang terlihat benar-benar profesional. Ia tidak akan membiarkan kliennya pulang dengan tangan kosong.

Faisal mencatat alamat tersebut di dalam agendanya. Berkas-berkas itu dia kembalikan ke tempat semula. Mereka meninggalkan ruangan kantor Kinanti dan meninggalkan kartu nama kepada dua gadis resepsionis tadi setelah sebelumnya menanyakan florist yang mengirimkan karangan bunga pada Kinanti.

Dua petunjuk ini belum bisa membuka lebar misteri kasus kematian Kinanti.

...****************...

Episodes
1 BAB 1 - First Blood (Prolog Revisi)
2 BAB 2 - Panti Asuhan Benedict (Revisi)
3 BAB 3 - Pengacara yang Tewas (Revisi)
4 BAB 4 - Penyelidikan Kasus Hutan Pinus (Revisi)
5 BAB 5 - Petunjuk Pertama (Revisi)
6 BAB 6 - Arthasena's Prince (Revisi)
7 BAB 7 - Benang Merah Kusut (Revisi)
8 BAB 8 - Hukuman (Revisi)
9 BAB 9 - Another Case (Revisi)
10 BAB 10 - Tekanan (Revisi)
11 BAB 11 - Tabir yang Mulai Terkuak (Revisi)
12 BAB 12 - Harapan (Revisi)
13 BAB 13 - Blank (Revisi)
14 BAB 14 - Melodi Maut (Revisi)
15 BAB 15 - Sacrifice (Revisi)
16 BAB 16 - Penculikan Angelica (Revisi)
17 BAB 17 - Teror Pembalasan (Revisi)
18 BAB 18 - Alter, Apa Kau Adalah Bumi? (Revisi)
19 BAB 19 - Another Teror (Revisi)
20 BAB 20 - Charles & Bumi, Penemuan Angelica (Revisi)
21 BAB 21 - Bom Waktu (Revisi)
22 Bab 22 - Banyu Aji (Revisi)
23 BAB 23 - Tentang Si Penakut (Revisi)
24 BAB 24 - Kematian Angelica (Revisi)
25 BAB 25 - Bitter Surprise (Revisi)
26 BAB 26 - Keraguan (Revisi)
27 BAB 27 - Misteri Bumi dan Bara (Revisi)
28 BAB 28 - Jasad Pasangan Psikiater (Revisi)
29 BAB 29 - Topeng Pengkhianat (Revisi)
30 BAB 30 - Sang Psikopat (Revisi)
31 BAB 31 - Epilog Psychopat Revenge (Revisi)
32 BAB 32 - The Hanging Beggar (Revisi)
33 BAB 33 - Anto (Revisi)
34 BAB 34 - Christian (Revisi)
35 BAB 35 - Penduduk Rumah Kardus Raib (Revisi)
36 BAB 36 - Misteri Kasus Pembunuhan Tunawisma (Revisi)
37 BAB 37 - Bocah yang Tenggelam (Revisi)
38 BAB 38 - Dokter Evelyn (Revisi)
39 BAB 39 - Kopi Beracun (Revisi)
40 BAB 40 - RYS Cafe (Revisi)
41 BAB 41 - Pria Pemilik Lancer Merah (Revisi)
42 BAB 42 - Benang Merah dan Dokter Hendrawan (Revisi)
43 BAB 43 - Hilangnya Jaka (Revisi)
44 BAB 44 - Monster dari Masa Lalu (Revisi)
45 BAB 45 - Misteri Christian (Revisi)
46 promosi novel
47 BAB 46 - Pengejaran
48 BAB 47 - Rahasia Dendam Masa Lalu
49 BAB 48 - Evelyn yang Misterius
50 BAB 49 - Rahasia Christian
51 BAB 50 - Kotak Pandora
52 Next Project
53 BAB 51 - Twins
54 BAB 52 - Pulang
55 BAB 53 - Konspirasi
56 BAB 54 - Kuburan Massal
57 BAB 55 - Di Balik Topeng
Episodes

Updated 57 Episodes

1
BAB 1 - First Blood (Prolog Revisi)
2
BAB 2 - Panti Asuhan Benedict (Revisi)
3
BAB 3 - Pengacara yang Tewas (Revisi)
4
BAB 4 - Penyelidikan Kasus Hutan Pinus (Revisi)
5
BAB 5 - Petunjuk Pertama (Revisi)
6
BAB 6 - Arthasena's Prince (Revisi)
7
BAB 7 - Benang Merah Kusut (Revisi)
8
BAB 8 - Hukuman (Revisi)
9
BAB 9 - Another Case (Revisi)
10
BAB 10 - Tekanan (Revisi)
11
BAB 11 - Tabir yang Mulai Terkuak (Revisi)
12
BAB 12 - Harapan (Revisi)
13
BAB 13 - Blank (Revisi)
14
BAB 14 - Melodi Maut (Revisi)
15
BAB 15 - Sacrifice (Revisi)
16
BAB 16 - Penculikan Angelica (Revisi)
17
BAB 17 - Teror Pembalasan (Revisi)
18
BAB 18 - Alter, Apa Kau Adalah Bumi? (Revisi)
19
BAB 19 - Another Teror (Revisi)
20
BAB 20 - Charles & Bumi, Penemuan Angelica (Revisi)
21
BAB 21 - Bom Waktu (Revisi)
22
Bab 22 - Banyu Aji (Revisi)
23
BAB 23 - Tentang Si Penakut (Revisi)
24
BAB 24 - Kematian Angelica (Revisi)
25
BAB 25 - Bitter Surprise (Revisi)
26
BAB 26 - Keraguan (Revisi)
27
BAB 27 - Misteri Bumi dan Bara (Revisi)
28
BAB 28 - Jasad Pasangan Psikiater (Revisi)
29
BAB 29 - Topeng Pengkhianat (Revisi)
30
BAB 30 - Sang Psikopat (Revisi)
31
BAB 31 - Epilog Psychopat Revenge (Revisi)
32
BAB 32 - The Hanging Beggar (Revisi)
33
BAB 33 - Anto (Revisi)
34
BAB 34 - Christian (Revisi)
35
BAB 35 - Penduduk Rumah Kardus Raib (Revisi)
36
BAB 36 - Misteri Kasus Pembunuhan Tunawisma (Revisi)
37
BAB 37 - Bocah yang Tenggelam (Revisi)
38
BAB 38 - Dokter Evelyn (Revisi)
39
BAB 39 - Kopi Beracun (Revisi)
40
BAB 40 - RYS Cafe (Revisi)
41
BAB 41 - Pria Pemilik Lancer Merah (Revisi)
42
BAB 42 - Benang Merah dan Dokter Hendrawan (Revisi)
43
BAB 43 - Hilangnya Jaka (Revisi)
44
BAB 44 - Monster dari Masa Lalu (Revisi)
45
BAB 45 - Misteri Christian (Revisi)
46
promosi novel
47
BAB 46 - Pengejaran
48
BAB 47 - Rahasia Dendam Masa Lalu
49
BAB 48 - Evelyn yang Misterius
50
BAB 49 - Rahasia Christian
51
BAB 50 - Kotak Pandora
52
Next Project
53
BAB 51 - Twins
54
BAB 52 - Pulang
55
BAB 53 - Konspirasi
56
BAB 54 - Kuburan Massal
57
BAB 55 - Di Balik Topeng

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!