Sejak menangani kasus Kinanti, polrestabes Manggala sama sekali tidak pernah sepi dari wartawan, membuat bagian humas sibuk menjawab semua pertanyaan awak media. Kasus ini seolah menjadi sebuah momok mengerikan bagi divisi kejahatan dengan kekerasan, pemberitaan awak media yang suka seenaknya — membuat publik menilai mereka tidak becus menangani kasus tersebut.
Beberapa kali Citra dipanggil menghadap oleh Kapolres, tapi pada kenyataannya titik terang yang dinanti itu nihil. Hari ini dia dan Faisal memutuskan untuk mendatangi penyewa SUV di bulan Desember itu, alamatnya tidak begitu jauh dari kantor polisi sehingga mereka memutuskan untuk berjalan kaki saja.
Kedua petugas polisi itu tiba di bangunan kecil kuno khas rumah warga Tionghoa yang berada tepat di gang sempit belakang kantor mereka, Citra menghela napas, ia tidak paham kenapa target yang mereka tuju begitu dekat dengan kantor polisi. Apakah orang ini hanya pion yang dipakai dalam pembunuhan Kinanti? Ia hanya bisa membatin tentang keanehan ini.
Faisal mengetuk pintu besi rumah itu, cukup lama mereka menunggu hingga akhirnya terdengar suara kunci terbuka dari dalam. Wanita tua berwajah oriental yang sudah agak bungkuk, muncul dari balik pintu dan mata sipitnya memandang curiga kepada Citra juga Faisal. Menyadari kecurigaan wanita tua tersebut, Faisal segera menunjukkan tanda pengenal mereka.
"Kami petugas kepolisian, Bu. Apa benar ini rumah Pak Han?" tanya Faisal.
"Benar, itu anak saya, apa dia membuat masalah lagi?" tanya wanita tua itu cemas.
Citra tersenyum untuk menenangkan wanita tua ini. "Tidak ada masalah, Bu. Kami hanya ingin bertanya beberapa hal kepada Pak Han."
"Silahkan masuk, saya panggilkan dulu Han." Ia membuka lebar pintu rumahnya dan mempersilahkan mereka masuk.
Wangi hio khas masyarakat Tionghoa menyeruak ke dalam rongga penciuman mereka berdua. Aroma itu berasal dari meja kecil berisi persembahan dan patung dewi Kwan In yang terletak di sudut ruangan kecil ini. Citra dan Faisal duduk di sofa yang sudah sedikit robek di sana sini, menunggu orang yang bernama Han.
"Selamat siang." Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan muncul dari sisi dalam rumah tersebut, dalam sorot matanya tersirat tanda tanya besar.
"Ada yang bisa saya bantu? Kata ibu saya, Anda mencari saya," tanya pria tersebut yang ternyata adalah Han, orang yang mereka cari.
"Begini, kami menemukan data Anda di sebuah rental mobil pada tanggal dua belas Desember kemarin," jelas Citra. "Apa benar Anda merental sebuah mobil SUV hitam?"
Pertanyaan Citra itu membuat Han terhenyak. "Ya, saya memang merental mobil SUV itu.Tapi saya hanya diminta untuk menyewa mobil tersebut, kemudian mengantarkannya ke parkiran hotel Blue moon di jalan Cakrawala ...." jelas Han.
"Orang itu meminta saya untuk merental sebuah mobil berjenis SUV, lalu ia akan membayar saya sebanyak dua puluh juta," lanjutnya kemudian.
Citra menggaruk kening dengan bagian belakang pulpen. Keterangan Han ini tidak bisa masuk di akal sehatnya.
"Jadi maksud Anda ... Anda merental mobil atas permintaan orang tidak dikenal dan Anda menyewanya selama dua minggu?" tanya Faisal tidak percaya. Han mengangguk pelan.
"Bagaimana bisa Anda merental sebuah mobil untuk orang yang sama sekali tidak Anda kenal? Lantas bagaimana ia menghubungi Anda?" Faisal terus mencecar Han dengan pertanyaan.
"Johan yang menghubungi saya, dia teman sesama ojek online. Kalau tidak salah —"
"Apa dia Johan Sukmadinata, yang anak gadisnya meninggal karena bunuh diri?" potong Faisal mendengar Han menyebut nama Johan.
Pria itu mengangguk lagi. Citra dan Faisal saling bertukar tatap penuh tanya, benang merah itu mengarah kepada Johan yang terus menyangkal tidak tahu menahu soal kematian Kinanti. Sementara, Han menatap mereka kebingungan.
"Apa mobil yang saya rental itu bermasalah?" tanya Han penasaran.
"Tidak. Semua baik-baik saja, kami akan menghubungi Anda jika membutuhkan keterangan lagi."
Kedua petugas kepolisian itu berpamitan, mereka bergegas ke kantor untuk mengambil mobil. Pernyataan Han tadi mengisyaratkan jika Johan mungkin terlibat.
Kediaman Johan Sukmadinata
Rumah berukuran sederhana itu terlihat sepi, Faisal turun dari mobil dan memeriksa pagar rumah Johan, siang ini dia dan komandannya memutuskan untuk kembali meminta keterangan kepada pria pemarah tersebut. Namun, ia hanya menemukan pagar yang terkunci dan tidak ada tanda-tanda jika ada orang di dalamnya.
Pandangan Faisal mengarah ke sekeliling lingkungan rumah itu, mencari warga yang bisa dimintai keterangan. Matanya melihat seorang ibu yang sedang menggendong anak balita keluar dari rumah di seberang rumah Johan, Faisal segera berlari menghampirinya.
"Selamat siang," sapa Faisal sembari menunjukkan tanda pengenalnya.
Ibu itu terkejut melihat tiba-tiba ada seorang petugas kepolisian mendatangi dia. "Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?"
"Maaf, Bu. Saya ingin bertanya, rumah Pak Johan kosong?" tanya Faisal padanya.
Mata wanita ini melirik sekilas ke arah rumah tetangganya, ia tampak sedikit ragu menjawab pertanyaan Faisal.
"Seminggu yang lalu, saya dengar Pak Johan mendapat teror ... entah kenapa kemarin dia buru-buru meninggalkan rumahnya seperti ketakutan. Mungkin dia cemas akan keselamatannya," papar wanita ini.
"Oh, ya ... sudah beberapa hari ini, ada mobil Civic hitam yang sering parkir di depan rumah Pak Johan. Mobil itu parkir sampai malam, tapi saya tidak. pernah melihat pengendara mobil itu turun dari mobil," imbuhnya.
"Apa Anda tahu Pak Johan pergi kemana?" Faisal kembali bertanya, ia menggeleng pelan menjawab pertanyaan itu. Faisal kemudian kembali ke mobil dan disambut dengan tatapan penuh tanya dari Citra. Ia hanya bisa mengendikkan bahu kepada komandannya itu.
"Johan tidak ada di rumah, Ndan. Kata tetangganya, seminggu yang lalu dia mendapat teror, jadi — dia mungkin memutuskan untuk sementara pergi dari rumahnya," tutur Faisal.
Lagi-lagi mereka mendapat hasil nihil, sekarang mereka harus mulai lagi mencari Johan yang pergi entah kemana. Suara gemeresik handy talkie yang ada di atas dasbor tiba-tiba terdengar ketika mereka dalam perjalanan pulang kembali ke kantor.
"Sesosok mayat ditemukan terapung di perairan dekat anjungan Lae-lae! Sekali lagi perhatian! Sesosok mayat telah ditemukan di dekat perairan anjungan Lae-lae! Petugas yang berada dekat dengan TKP diharap segera menuju ke sana!"
Dengan sigap Faisal menjawab panggilan radio itu. "Ipda Faisal dan Iptu Citra menuju TKP!"
Ia menyalakan lampu strobo yang terpasang di atas kap mobilnya, avanza itu melaju dengan kencang menembus kepadatan jalanan kota Manggala.
Sesampainya di sana, lokasi penemuan jasad sudah ramai dengan penduduk sekitar yang penasaran. Citra dan Faisal sempat kesulitan untuk menerobos kerumunan itu dan saat mencapai titik lokasi, mereka melihat jasad seorang wanita yang sudah membiru dan bengkak. Pakaiannya sudah agak terkoyak namun masih utuh, sepertinya dia bukan korban pemerkosaan.
"Ada luka di bagian belakang kepalanya." Bara tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
"Tidak ada luka lain?" tanya Citra.
"Sejauh ini belum ada, entah jika kami akan menemukan sesuatu ketika jasad ini di autopsi nanti," jawab Bara.
Citra berjongkok di dekat jasad yang nyaris tidak bisa dikenali itu karena bengkak di sana-sini. Tidak ada identitas. Selain ia berjenis kelamin wanita, tidak ada petunjuk lain lagi.
"Apa mungkin kasus bunuh diri atau kecelakaan?" tanya Faisal pada Bara.
"Kita belum bisa menyimpulkan, karena luka di kepalanya masih harus di periksa. Apa itu disebabkan pukulan benda tumpul, ataukah benturan karena terjatuh," sanggah Bara.
Setelah memeriksa TKP dan meminta keterangan dari beberapa pihak yang terkait dengan penemuan mayat itu, mereka kembali ke kantor. Menyerahkan semua kepada Bara untuk menemukan identitas jasad wanita tersebut.
"Saya merasa seperti sedang dikutuk oleh kasus Kinanti, Ndan ...." keluh Faisal.
Citra tertawa tertahan, ia menepuk-nepuk bahu Faisal. Mungkin ucapan bawahannya itu benar, sejak menangani kasus Kinanti, tidak ada satu pun penyelidikan yang lancar dan ketika mereka menemukan secercah cahaya, kabut seolah kembali menelan cahaya itu.
Kemarin, mereka mendapat petunjuk tentang mobil SUV yang membuntuti Kinanti, bertemu dengan sang penyewa dan diberi informasi tak terduga yang mengarah kepada Johan. Namun, lagi-lagi mereka menemui jalan buntu karena Johan pergi entah kemana. Lalu, belum usai penyelidikan kasus ini — mereka malah dihadapkan kembali dengan kasus penemuan jasad yang baru.
...----------------...
Tugas tim A kepolisian Manggala bertambah dengan penemuan mayat tadi, seperti biasa — wartawan sudah memenuhi halaman dan lobby kantor polisi. Mereka seperti semut yang selalu mengerumuni gula.
Sementara kepolisian sedang sibuk dengan berondongan pertanyaan dari wartawan. Di tempat lain, seorang pria dengan motor Kawasaki Ninja merah sedang berkeliling memasang pamflet — pamflet pencarian orang hilang.
DICARI
GADIS BERUSIA 25 TAHUN
BERTUBUH LANGSING, RAMBUT PANJANG BERGELOMBANG.
TINGGI SEKITAR 160 CM.
BERKULIT KUNING LANGSAT.
ADA TAHI LALAT DI SUDUT MATA KIRINYA.
TERAKHIR DILIHAT MENGENAKAN CELANA BLUE JEANS 3/4, ATASAN CROP TOP SABRINA PEACH DAN MENGENAKAN SWEATER PINK.
JIKA ADA YANG MENEMUKAN, TOLONG HUBUNGI NOMER : 0851xxxxxxxx
Foto seorang gadis cantik yang sedang tersenyum tipis terpampang di dalam pamflet orang hilang tersebut. Entah sudah berapa banyak pamflet yang ia pasang. Kabar tentang adiknya belum ia peroleh.
Andre, pria berusia tiga puluh sembilan tahun, seorang mantan bartender club malam hotel Artha, dia sudah berkeliling ke seluruh sudut kota sambil memasang dan membagikan pamflet. Gadis itu adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki, setelah kedua orang tua mereka meninggal.
Andre duduk di bangku taman kota, matanya menatap lurus ke arah kantor polisi di depan taman. Papan buletin kantor polisi itu pun tak luput dari sasaran pamfletnya, tapi belum juga ada kabar.
Ia berdiri dan kembali menaiki motornya, melaju ke sebuah warung makan kecil di dekat taman. Setelah memesan seporsi nasi campur dan kopi panas, ia mengambil ponsel, dalam hati ia berharap jika adik perempuannya itu menelepon atau setidaknya mengirim pesan. Namun, lagi-lagi nihil.
"Selamat sore, sekilas info. Telah ditemukan sesosok mayat yang terapung di sekitar perairan anjungan Lae-lae. Mayat tanpa identitas tersebut adalah seorang wanita, berambut panjang, mengenakan celana blue jeans selutut dan blouse berwarna peach. Polisi belum dapat mengungkap identitas mayat tersebut. Jika Anda kehilangan salah satu anggota keluarga Anda, silahkan hubungi divisi satreskrim polrestabes Manggala. Sekian info sore ini."
Kepala Andre tiba-tiba terasa pening. Mendengar ciri-ciri mayat tadi, pria ini seperti kesetanan. Ia langsung membayar pesanan yang sama sekali belum dia sentuh, motor sport merah itu melaju ke kantor Polrestabes Manggala.
"Mayat itu mungkin adik saya!" Ia kehilangan akal dan berteriak-teriak di kantor polisi.
"Tolong tenang! Ini kantor polisi!" bentak salah satu petugas yang sedang piket.
"Mayat wanita itu ... ma—mayat itu mungkin Cecilia adik saya!" Polisi tadi berusaha menenangkan Andre. Setelah tenang, dia meminta Andre menceritakan maksud ucapannya tadi.
"Seminggu yang lalu, adik saya hilang. Saya sudah melapor ke pihak kepolisian, tapi kata mereka mungkin adik saya hanya kabur dari rumah ... sampai hari ini, tidak satu kabar pun yang saya dapat darinya. Jadi saya berkeliling memasang pamflet orang hilang." Andre menunjukkan selebaran yang ada di tangannya.
"Saya akan panggilkan salah satu petugas dari divisi reskrim, Anda bisa menjelaskan kronologinya kepada mereka." Polisi itupun berlari menuju ruangan satreskrim.
"Lapor! Ada seorang pria di luar yang mengklaim bahwa mayat yang ditemukan siang tadi, kemungkinan adalah mayat adik perempuannya!" Polisi jaga tersebut melapor kepada Citra.
Alis Citra naik sebelah. "Bawa dia ke sini!"
"Siap!"
Tak lama kemudian Andre masuk ke ruangan mereka, Faisal melambaikan tangan memberi isyarat padanya. Citra dan Faisal bisa melihat di tangan pria putus asa itu masih ada banyak selebaran pamflet.
"Silakan duduk!"
Andre pun duduk berhadap-hadapan dengan Faisal. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. "Maaf, saya melihat berita sore di televisi. Ciri-ciri jasad yang disebutkan dalam berita itu sama persis dengan adik saya ...."
Suara lirih dan putus asa itu membuat Faisal iba. Memang, jika dilihat dari foto di selebaran itu dan keterangan yang ditulis, ciri-ciri jasad itu mirip gadis ini.
"Tapi, saya berharap itu bukan dia ...." Andre menggantung ucapannya.
Mata Faisal memperhatikan kembali foto di pamflet itu, ia kemudian menghubungi Bara. "Halo, Bara. Di sini ada orang yang mungkin berhubungan sama jenazah tadi," tutur Faisal. "Mungkin kamu bisa ambil sampel DNA-nya,"
"Oke, arahkan saja ke rumah sakit Bhayangkara. Aku tunggu di sini," jawab Bara. "Salib terbalik itu, ada di telapak tangan gadis ini."
Faisal termenung sejenak, lagi-lagi salib terbalik ... kenapa aku tidak asing dengan tanda tersebut? Ia tersadar dari lamunan dan ia pun meminta Andre segera pergi ke rumah sakit tempat Bara bertugas. Ia merasakan arwah Kinanti sedang mengutuk mereka karena tidak segera menemukan pembunuh dirinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments