Selesai dari masjid, Ammar menyusuri koridor rumah sakit berjalan dengan lesu menuju ruang operasi istrinya yang pintunya masih tertutup.
2 jam lebih istri ada di ruangan itu. Ammar duduk di depan ruang operasi dengan gelisah.
Matanya menatap dengan nanar lampu ruang operasi yang masih menyalah, "Kenapa engkau yang tertembak bukan aku saja, Nona, kenapa hatiku serasa hilang ketika melihatmu jatuh bersimbah darah." Ia terus menunggu dengan hati tak menentu hingga terdengar derap langkah kaki beberapa orang menuju ruang operasi.
Lalu terdengar suara seorang laki-laki dan perempuan yang begitu familiar di telinganya. "Ammar! Bagaimana dengan Izah, Nak?" tanya Burhan sementara Rina selalu menyeka air matanya dengan punggung tangannya.
Ammar mendongak kepalanya, ia melihat Papa dan Mama angkatnya berjalan ke arahnya, ia pun bangkit dari tempat duduknya dan menghampirinya mereka.
Rina menghambur pada putra angkatnya "Ammar apa yang terjadi pada putriku? Katamu kau akan selalu menjaganya, kau bohong pada Mama, Ammar!" Teriak Rina sambil memukul dada Ammar berulang kali.
Amar memeluk wanita paruh baya yang dengan tulus membesarkan dan menyayanginya." Maafkan Ammar, Ma tidak bisa menjaga putri Mama."
"Ammar apa kau tak tahu jika putriku sangat mencintaimu, dari dulu ia tak berhenti mencintai mu, wahai pria bodoh, kenapa kau tak bisa melihatnya, hah!" teriaknya lagi sambil memukul pipi Ammar berkali-kali.
Ammar tak menghindar dari pukulan Mama angkatnya itu.
"Maaf Mam, Ammar saat itu tersesat tidak bisa mengenali hati putrimu, saat ini Ammar sadar bahwa hati ini telah di miliki putrimu dari dulu Mam, ya ... dari dulu."
"Mam, sudah lah jangan menyudutkan Ammar, kita semua tahu bahwa kita tidak menginginkan hal ini terjadi, tapi ini sudah terjadi," kata Burhan sambil mengelus punggung istrinya.
"Ini Kenyataan Pa, Ammar tidak pernah mencintai putri kita, tidak pernah!" teriaknya lagi tubuhnya meluruh terduduk sambil menangis.
Ammar pun terduduk sedih di depan ibu angkatnya, ibu mana yang tidak bersedih ketika putri berada di ruang operasi dengan perjuangan antara hidup dan mati.
Belum tahu tentang nasib keadaan putrinya akan kah tetap bersamanya, atau kah Allah lebih sayang pada putrinya itu dan memanggilnya kembali Padanya.
"Maaf Ma, maaf Pa,"kata Ammar bersimpuh didepan Rina.
"Pa! Maafkan Ammar tidak bisa menjaga Izah, Ia masih di ruang operasi Pa," jelas Ammar sambil tegugu memeluk ibu angkatnya itu.
Burhan menepuk bahu Ammar "Kita berdoa saja agar operasinya berhasil dan Izah bisa melewati masa kritis lalu bisa berkumpul dengan kita lagi, kamu sudah menjaga putriku dengan baik Ammar."
"Ammar jika kau memang tak bisa mencintai putriku kau boleh melepaskannya, walau papa sangat berharap kau bisa mencintainya dan menjaga putriku seumur hidup mu dengan tulus.
Ammar, Jika Izah memilih pergi dari kamu dan kami, kami akan ikhlas," kata Burhan yang memeluk istri dan anak angkatnya dan juga menantunya itu.
"Papa jangan bicara begitu, Ammar mencintainya, ini baru Ammar sadari setelah Izah dalam keadaan seperti ini, tolong maafkan Ammar Pa, Ma! Maafkan Ammar putra angkat mu yang tidak tahu diri ini, yang tidak tahu berterima kasih pada kalian, Papa maafkan Ammar sekali lagi, Ammar tak bisa kehilangan Izah, tolong jangan katakan itu Papa," kata Ammar menatap mata Burhan yang berkaca-kaca terlihat pantulan kesedihan di wajah lelaki tua itu.
Sedang kan Rina tak sanggup menahan isak tangisannya.
Burhan melepaskan pelukannya dan membiarkan istrinya menangis dalam pelukan putra angkatnya itu.
Dia berjalan gontai dan duduk di kursi tunggu dengan hati yang gamang ditatapnya pintu ruang operasi yang tertutup rapat.
Ammar menuntun mama angkatnya ke kursi tunggu dan mendudukkannya di sana di samping Burhan.
Burhan memeluk istrinya tak kunjung berhenti menangis.
"Ammar jika kau mencintai Izah hanya ingin membalas kebaikan ku padamu jangan kau lakukan, Papa tidak ingin kau dan Izah menderita karena kau tak mencintainya."
"Jika Izah selamat dari luka tembaknya dan kembali sehat, tinggalkan Izah. Namun Jika kau bisa mencintai putriku setulus hatimu dan benar-benar datang dari hati mu maka genggam lah hatinya jangan biarkan ia sendirian meraih hati mu, Nak." Ammar memeluk kedua orang tua angkatnya yang tampak rapuh itu.
"Ammar janji Ma, Pa akan mencintai putri kalian dengan sepenuh hati, akan ku hiasi hari-harinya dengan tawa dan kebahagiaan."
"Papa pegang janji mu, Nak," kata Burhan sambil menghapus air mata yang membasahi sudut matanya ditatapnya pintu ruang operasi dengan tatapan nanar.
Satu jam, dua jam hingga detik berjalan begitu lambat yang tak seirama dengan detak jantung mereka yang berjalan dengan cepat memberikan kecemasan di hati masing-masing.
4 jam berlalu namun belum ada tanda-tanda operasi telah selesai, waktu terus berputar, kegundahan semakin merajai di sudut hati mereka, kepasrahan dan kecemasan yang berlebihan membuat nyeri di hulu hati.
Andai bisa memilih tak ingin peristiwa itu terjadi, jika bisa memilih mungkin Ammar ingin dirinya saja yang tertembus peluruh, bukan Izah gadis manis yang mewarnai seluruh hidupnya sejak kecil.
"Pa,Ma, Ammar keluar dulu ya...," mereka hanya mengangguk, Ammar berjalan di lorong rumah sakit, ia membeli makanan dan minuman lalu kembali lagi menuju ruang operasi.
Dia menghampiri Burhan dan Rina.
Ammar meletakkan makanan di atas kursi, " Pa, Mam ayo makan dulu."
"Papa ngak lapar, nanti aja."
"Mama juga gak lapar," katanya sambil melihat pintu operasi.
"Ayolah Pa, Mam nanti Ammar di marahi Izah, kalau papa dan mama sakit."
Akhirnya Burhan mengambil satu nasi kotak, " Ayo Mam, makan dulu sama Papa," katanya sambil menyodorkan satu sendok makanan di depan mulut Rina, Rina menggeleng.
"Ayolah mam, sedikit saja. jika nanti Izah sudah sadar dan protes pada papa bagaimana? putri mu itu sangat cerewet sekali, dia akan memarahi ku mengira papanya tidak memperhatikan istrinya yang cantik ini."
Akhir Rina membuka mulutnya menerima suapan suaminya.
Burhan tersenyum, mereka makan bersama dalam satu kotak nasi. Ammar tersenyum
"Aku ingin seperti itu Izah sampai kita menua akan ku genggam tanganmu." Ia pun tak berselera makan namun ia paksakan juga dari tadi pagi ia belum makan, tubuhnya masih terasa sakit karena perkelahian dengan anak buah Rehan.
Burhan dan Rina pun hanya makan beberapa suap lalu di letakan.
Ammar berjalan agak menjauh dari mereka disulutnya rokok untuk menghilangkan kesedihannya.
Asap mengepul dari bibir dan hidungnya, dalam kesedihannya tercipta bait sajak yang hanya terucap dalam hatinya.
Malam yang telah larut
Diterpa sedih dan tangis
ku tak sanggup membunuh sepi
Wahai cahayaku terangilah aku
Dengan senyummu
Wahai mentariku terangilah aku
Dengan binar matamu
Entah berapa lama tak kulihat lagi
Entah nanti, esok, atau lusa
ku hitung hari dengan hati rindu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Enung Samsiah
bab ini sedihh bngettt😭😭😭
2023-04-27
1
⧼⎳ Bukan siapa-siapa
oh puitis nya, 👍kk,,
2023-03-22
1
վմղíα | HV💕
semoga cepat sembuh izah
2023-03-18
1