Kesedihan Yang Hilang

"Papi, tahun depan aku tamat. Aku ingin kuliah ke Universitas Tinggi di Aceh."

Seorang gadis cantik berlari ke arah pria yang baru tiba di istananya.

Gadis itu merupakan seorang yang cantik sekali. Banyak sudah pria remaja yang mencoba mendekatinya tanpa tau siapa ayahnya. Semua lelaki itu berakhir dengan maut yang tragis. Apalagi yang selama ini mendekati dara itu kebanyakan hanya ingin mempermainkannya saja.

Gadis bernama Rani yang selalu menjadi juara di kelasnya adalah putri kepala Bos Mafia bernama Kunto. Dia dan adiknya yang bernama Raja selalu dimanjakan oleh Papi, begitu panggilannya kepada sang ayah.

Usianya kini telah mencapai 16 tahun dan dia serta adiknya yang selalu menjadi penyemangat bagi Kunto dalam merintis usaha usahanya.

Kunto yang baru pulang dari wilayah Himalaya dan mengalami kegagalan besar, akhirnya kembali ceria saat sepasang anaknya bermanja-manja padanya.

"Baiklah. Belajar yang rajin agar kelak kau bisa ke sana. Papi dengar tidak mudah masuk ke Universitas itu. Harus melalui seleksi yang panjang." Seru Kunto saat sudah duduk di sofa depan bersama putri kesayangannya.

"Aku tau Pi,,, Apakah selama ini juara yang ku dapatkan dari dulu masih meragukan Papi?"

"Tentu saja Papi percaya sama anak Papi yang cantik ini," Balas Kunto sambil mengelus kepala berambut panjang tersebut.

"Pi. Besok kan libur. Kita jalan jalan ke Sidney yok, sama ibu sama adik juga." Pinta Rani dengan muka cemberut yang bahkan menambah kecantikan wajahnya.

"Sebentar, Papi telpon Badu dulu. Ada bisnis."

"Achh, Papi asik sibuuuk melulu. Basnas Bisnis Basnas Bisnis. Kapan kita liburan???,"

Tanpa memperdulikan putrinya yang melepaskan rangkulan dan kini duduk melegut, Kunto menelpon bawahannya.

"Badu, sekarang juga kau pesankan 6 tiket ke Sidney untuk besok pagi."

"Kenapa 6 tiket Pi? apakah Papi mau mengajak Bodyguard Papi juga ke sana?"

"Bukan sayang. Dua tiket lagi untuk Mbak Yu mu dan Ak Fer yang akan membantu Mami di sana."

"Terimakasih Pi," Seru Rani sambil memeluk dan mencium ayahnya.

"Sama sama sayang." Jawab Kunto.

Memang mengherankan. Seorang sekejam Kunto yang biasa menjadi pembunuh berdarah dingin ternyata mempunyai sisi lembut dan kasih sayang yang besar buat keluarganya.

Memang begitulah manusia. Rasa cinta kasih selalu ada. Namun timbulnya kekejaman dan sifat buruk lainnya hanyalah merupakan nafsu hati yang tidak di kekang sehingga timbul kasihnya kepada anaknya, keluarganya, istrinya, hartanya, bawahannya tanpa memperdulikan orang lainnya.

Yang penting apa yang di akui oleh EGO nya tidak terganggu. Begitu juga Kunto yang telah jatuh kepada kepentingan diri tanpa memperdulikan orang lain yang tidak menyangkut dengan DIRI nya.

Kita tinggalkan dulu Kunto. Mari kita ikuti bagaimana kasus penyelidikan Steve Patterson atas permintaan Gubernur Kaltim bernama Thomas.

Setelah melakukan penyelidikan yang sangat sulit, akhirnya Steve mendapatkan simpul benang atas putri sahabatnya.

Dan setelah mendapatkan bantuan dari adik Thomas Anggara, yaitu Profesor Andi yang baru saja pulang dari Amerika mengambil gelar Profesor nya di bidang Neurologi dan Psikologi, kini mereka berdua telah berada di Aceh dan telah sampai ke Pantai Olele.

Setelah bertanya tanya kesitu, mereka menemukan berita bahwa dulunya terdapat nelayan tua dengan seorang cucu perempuan yang kini tentu telah berusia 12 tahun, namun nama cucunya bukan Tari Anggara, akan tetapi Sari.

Setelah mendapatkan rumah nelayan tua tersebut, berjalanlah Steve dan Profesor Andi ke rumah sederhana itu.

"Assalamualaikum" Seru Andi.

Memang. Selama perjalanan Steve kedua, Prof Andi yang menjadi juru bicara.

"Wa alaikum salam." Terdengar suara seorang wanita tua.

Mak Nem berdiri di pintu sambil memandang tamunya yang aneh.

"Cari siapa Pak?" Tanya Mak Nem.

"Kami mencari Pak Mahesa. Beliau ada Buk?"

"Pak Mahesa telah setahun ini pergi belum kembali." Jawab Mak Nem.

"Sebenarnya kami perlu dengan Sari. Perkenalkan, saya Andi dan ini Steve teman saya," Jawab Andi ramah.

"Maaf. Di rumah hanya ada saya saja Pak, Sari sudah lama dibawa kakeknya entah kemana,"

"Baiklah. Kami permisi buk, terimakasih," Seru Prof Andi dengan sedikit kecewa.

"Kalian tidak masuk dulu?" Tanya Mak Nem,

"Tidak apa buk. Terimakasih sekali lagi," Jawab Andi yang langsung mengajak Steve pergi.

Prof Andi dan Detektif Steve pun berjalan. Namun mereka tidak pulang. Sampai tiga hari lamanya mereka masih mengawasi rumah itu. Yang mereka lihat hanya Mak Nem sendiri melakukan aktifitasnya seperti, mengutip ikan di pukat (Jaring Besar), menjemur ikan dan hal lainnya yang memang biasa di lakukan oleh nelayan di situ.

Sebenarnya Kek Mahesa dan Sari kemana?

Seperti telah di tuturkan di bagian depan. Sari hanya sesekali pulang dari Dayah yang berada di sekitar kecamatan Kuta Krueng Pidi Jaya.

Sudah tiga tahun dia menuntut ilmu di Pesantren tersebut, sedangkan Kek Mahesa selama setahun ini hanya bersemedi saja di dasar jurang bersama adiknya.

Hanya sebulan atau dua bulan sekali Kek Mahesa pergi mengunjungi Sari tanpa singgah di rumahnya di Desa Nelayan Pantai Olele.

Setelah seminggu mencari dan menemui jalan buntu, Profesor Andi mengajak Steve untuk kembali ke daerah Kaltim dimana Abang kandungnya menjadi Gubernur.

.---***---. .---***---. .---***---.

Setelah terdampar di masa lalu selama setahun, Satria kini sudah lancar berbahasa han yang dipelajarinya dari Sang Guru yang di panggilnya Suhu (Guru dalam bahasa Tiongkok).

Selama setahun ini, tenaga sakti yang di latihnya di pulau es berkembang sangat pesat. Bahkan Candu yang kini menjadi jinak juga kepada Gurunya yang bernama Suma Han mendapatkan latihan. Dan kadang berlatih bersama dua ekor rajawali peliharaan pendekar super sakti.

Pagi itu, Satria mendapat sebuah tugas dari Suhunya yang kini telah berusia 90 tahun lebih untuk pergi ke daerah dataran Padang Pasir Gobi dan masuk ke sebuah bekas istana yang dulu di huni oleh seorang kakek bongkok yang sakti yang merupakan Guru dari putra Suma Han.

Berangkatlah Satria menunggangi Candu menempuh jalur laut, hingga sampai di atas sebuah pulau bernama Mocu, Satria melihat para penduduk pulau sedang berlarian dan kebakaran dimana mana.

Melihat hal itu, Satria mengajak Candu turun. Banyak penduduk pulau terpencil itu yang kaget dengan keadaan seorang pemuda asing bersama Naga mengerikan yang hanya ada di dongeng saja.

Ternyata pulau itu sedang di serbu oleh para perampok bajak laut menggunakan 3 buah kapal besar. Satria yang melihat itu segera turun tangan membereskan para perampok.

Dengan bantuan Candu yang kebal senjata, sebentar saja para perampok yang berjumlah 17 orang itu di bereskan. Apalagi pada masa itu memang belum terdapat senjata api.

Para penduduk yang melihat Satria membereskan para bajak dan membantu memadamkan rumah rumah sederhana yang terbakar segera menjatuhkan diri berlutut ke arah Satria.

Karena tidak mau melibatkan diri dalam masalah, Satria segera meloncat ke punggung Naga piaraannya yang berjarak 6 meter dari tanah seperti terbang. Tubuh kekar Satria meluncur cepat melekat pada punggung Candu.

Seluruh penduduk pulau kini menyembah sambil berkata serentak,

"Sian Liong (Dewa Naga), Sian Liong,"

Sekejap saja, kepakan sayap Candu telah membawa mereka jauh ke atas menuju ke arah barat.

Sesampainya Satria di pegunungan Gobi (Dataran Tinggi Gobi) sesuai petunjuk suhunya, Satria segera ke tempat yang di maksud dan melihat puncak tinggi berpasir.

Dia melihat dan mencari mengelilingi tempat itu dengan menunggang Naga nya. Namun tak ada pintu sama sekali yang menembus ke bawah.

Tiba tiba, pandang mata Satria silau oleh sebuah batu terkubur pasir yang di timpa cahaya matahari.

Segera Satria lompat ke atas batu tersebut. Betapa kagetnya dia ketika tempat yang disangkanya batu itu terbuka, menjebloskan Satria ke dalam terowongan yang panjang.

Candu yang melihat tuannya, menyusul ke dalam lubang itu. Sekitar 15 menit Satria di bawa meluncur masuk semakin dalam, akhirnya sampailah dia di sebuah ruangan luas dimana terdapat sebuah lemari bersusun kitab kitab Bahasa Cina. Di atas lemari tersangkut sebuah pedang bersarung kayu yang panjang bergagang coklat.

Satria yang mendapat tugas mengambil sebilah pedang, sepasang kitab biru dan kuning serta mengambil sebuah kotak kecil berwarna perak, segera meloncat sambil meraih pedang. Candu yang dari tadi hanya diam memperhatikan kini mendekati sebuah meja.

Satria yang melihat Candu mendekat ke meja, segera memperhatikan meja tersebut. Saat dia mencari, memang terdapat kotak kecil di bawah meja yang tidak tampak di lihat dari luar begitu saja.

Kini hanya tinggal dua buah kitab. Dengan mudah Satria mendapatkan kitab tersebut yang memang sangat berbeda dari kitab kitab lainnya.

Selesai melaksanakan tugasnya, Satria pun kembali ke tempat dimana Suhunya berada.

Hanya perlu waktu beberapa jam saja bagi Candu untuk terbang kembali ke Pulau Es di sebelah Timur Daratan agak ke Utara.

Setelah sampai di pulau es, kembali kini Satria di gembleng ilmu Sepasang Pedang Naga.

Karena pedang hanya sebuah saja, maka tangan kiri Satria di pinjamkan tongkat kayu Suhunya untuk berlatih ilmu pedang terhebat di kolong langit tersebut.

Selama dua tahun, Satria hanya berlatih ilmu pedang dan ilmu sihir di bawah pengawasan Suhunya yang sangat kagum padanya.

Telah tiga tahun Satria berada di sana, kadang kadang dia bingung juga bagaimana harus pulang ke zaman nya.

Namun, semua itu terlarut bersama kebahagiaannya berlatih di bawah bimbingan Gurunya.

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!