Di bawah bulan purnama yang sinarnya menyinari seluruh permukaan lautan yang terbentang luas, tampak seorang anak remaja berusia 13 tahun sedang duduk di tepi pantai di atas batu besar yang terdapat di Pantai Olele.
Tak jauh dari situ, tampak pula seorang lelaki tua yang mungkin usianya sudah sekitar 80 atau mungkin juga 100 tahun. Namun sinar wajahnya masih tampak seperti orang berusia 50 atau 60 tahun saja.
Terdengar Kek Mahesa berkata tenang,
"Di dalam tubuhmu, terdapat bermacam racun yang bahkan menjadi kekebalan bagi tubuhmu Satria. Namun, kau harus terus belajar semedi mengatur nafas sesuai petunjuk yang telah ku ajarkan"
"Terimakasih Tengku" Jawab Satria yang masih duduk mengatur nafas naik turun perlahan.
Hingga tengah malam, Satria masih duduk dan bahkan, rambutnya yang hitam dan lebat itu telah basah di timpa embun yang mulai turun.
Kakek Mahesa yang kini sudah berada di dalam rumahnya yang tidak jauh dari situ meninggalkan bocah yang masih terus bersemedi itu seorang diri.
.---***---. .---***---. .---***---.
Di sebuah rumah yang berada di atas bukit yang lumayan tinggi, hiduplah sebuah keluarga kecil yang tampak bahagia. Di dusun Kaliba yang terdapat di kaki Bukit Hutan Ayam, hidup penduduk yang tampak bahagia dalam kesederhanaan mereka.
Pak Amri dan Bu Ulfa tinggal di atas bukit indah di kelilingi bunga bunga yang harum mekar bersama dua orang putri mereka bernama Santi dan Sinta.
Gadis kembar berusia paling banyak 7 tahun itu benar benar cantik jelita dan membayang kecerdikan di wajah mereka.
Pak Amri sehari harinya bekerja sebagai petani kebun dan sayur mayur di samping jabatannya sebagai Kepala di Dusun Kaliba yang di cintai semua penduduknya.
Namun bak kata pepatah, tak mungkin seluruh kumbang menyukai sekuntum bunga yang sama. Ada saja orang yang iri hati dan marah kepada Kepala Dusun yang selain dermawan, juga begitu memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
Sore itu, Santi dan Sinta baru pulang sekolah di jemput oleh ibu mereka dengan berjalan kaki, karena memang sekolah si kembar cantik itu berada tidak begitu jauh dari Dusun Kaliba.
Sesampainya mereka bertiga di rumah, Pak Amri sedang menjamu tiga orang tamunya dengan masih menggunakan baju kerja.
Di lihat dari gaya dan pembawaan ketiga tamu yang memakai baju mewah dengan sepatu berkilat, Bu Ulfa dapat menebak bahwa ketiga orang itu tentu merupakan pembesar yang datang dari kota seperti tiap bulannya. Mereka selalu melakukan pengecekan ke dusun dusun yang berada dalam wilayah mereka.
Setelah mengucap salam dan di perkenalkan sebagai istri dan putri putrinya, Bu Ulfa segera mengajak anaknya menuju ke dalam membuatkan minuman.
Dari percakapan ketiga pejabat tersebut bersama suaminya, Bu Ulfa mendengar tentang pelaporan beberapa warga yang mengatakan bahwa Pak Amri sebagai Kepala Dusun telah mengambil uang yang di peruntukkan kepada warga yang kurang mampu.
Mendengar hal yang di tuduhkan kepadanya, Pak Amri dengan tenang berkata,
"Terimakasih sebelumnya saya ucapkan atas kedatangan Bapak Bapak. Namun untuk mengetahui benar atau tidaknya kabar tersebut, maka perlu di adakan bukti yang kongkrit"
"Memang bukti kami tidak punya Pak. Namun ada tiga orang saksi yang mau menjadi saksi atas perbuatan yang di tuduhkan kepada Bapak." Jawab salah seorang yang duduk paling dekat dengan Pak Amri.
Tak lama kemudian, tampak Bu Ulfa berjalan membawa baki minuman. Setelah menghidangkan minuman tersebut yang segera di minum oleh para tamunya, Pak Amri mengajak ketiga tamunya turun ke bawah bukit untuk menemui seorang warga dusun.
Sesampainya mereka berempat di rumah Kardi, Pak Amri berseru,
"Kardi, kemari sebentar. Tolong kumpulkan warga yang mendapat bantuan dana tiga hari yang lalu".
"Baik Pak" Jawab Kardi yang segera berlari sibuk mengumpulkan penduduk berjumlah 35 orang yang mendapat uang bantuan.
Setelah semua nya berkumpul, Pak Amri berkata lantang kepada semua yang hadir berjumlah 35 orang yang terdiri dari pria dan wanita itu.
"Tolong jawab dengan benar, karena Bapak Bapak ini akan menuntut siapa saja yang berbohong. Spakah tiga hari yang lalu kalian mendapatkan uang bantuan?"
"Ya Pak"
" Benar Pak"
Jawab para penduduk yang berkumpul di tempat itu hampir serentak.
"Berapa uang yang kalian terima?" Kembali terdengar suara Pak Amri lantang.
"Lima ratus ribu Pak"
"Adakah yang tidak dapat diantara kalian?"
Kembali Pak Amri bertanya sambil menatap wajah penduduk satu persatu dengan tenang dan sedikit senyum di wajahnya.
Para penduduk saling melihat ke arah penduduk lainnya sambil bertanya berbisik bisik dan akhirnya, Kardi yang menjawab,
"Semua sudah menerima Pak, tidak ada seorang pun yang tidak mengambil nya".
Mendengar suara Kardi, Pak Amri yang kini telah membubarkan masa sambil mengucap kan terimakasih itu berpaling ke arah tiga orang petugas dari kota tadi seraya berkata,
"Bagaimana Bapak Bapak? Apakah masih kurang cukup Buktinya? Bagaimana sekarang?"
Mendengar suara Pak Amri, ketiga pejabat itu merah mukanya karena malu. Akhirnya mereka pamit undur diri setelah meminta maaf yang sebesar besarnya kepada Pak Amri.
Di lain tempat yang berjarak tiga dusun dari situ, Satria yang kini telah selesai bekerja mengangkut air minum dari sumur di bukit liar itu segera memasuki rumah dimana dia telah di tunggu oleh Kek Mahesa dan cucunya bernama Sari.
Begitu Satria berada di situ, si Kakek langsung berucap padanya,
"Satria, aku dan cucuku akan pergi beberapa hari. Kau tolong jaga rumah bersama Mak Nem"
"Baik Tengku. Kalau boleh tau, Tengku dan Sari mau kemana?"
"Sepulang nya kami, kau akan tau. Baiklah, mandi sana dan sholat asar.!"
"Baik Tengku" Jawab Satria yang langsung menuju ke kamar mandi di belakang.
Karena memang rumah mereka berada di tepi pantai, maka Satria pun mandi dengan air yang tidak begitu banyak. Air bersih terdekat hanya terdapat di perbatasan dusun sebelah atas bukit.
Selama tiga hari Satria tetap berlatih sesuai petunjuk gurunya dan melakukan semua pekerjaan rumah dengan beres. Kini wajah nya tampak sehat dan tampan. Badannya yang penuh bekas luka dulunya kini juga terlihat kekar dan segar.
Hari ke empat kepergian Kakek Mahesa, Satria yang pagi itu merasa sedikit bosan di rumah melangkah kan kakinya ke arah bukit setelah lebih dulu berpamitan kepada Mak Nem.
Dia melangkah melintasi bukit bukit dan akhirnya, sampailah Satria dimana terdapat sebuah jurang curam yang dalamnya lebih dari tiga kilometer.
Satria yang banyak berjumpa dengan penduduk lainnya telah di peringatkan agar jangan sampai menuju ke arah itu. Jangan kan penduduk dusun, para pemburu yang mempunyai tenaga besar saja tidak berani mendekati tempat itu.
Banyak binatang besar dan manusia yang tersesat terperosok ke jurang mengantarkan nyawa mereka.
Dengan matanya yang amat tajam, Satria memperhatikan ke dalam jurang curam dan dapat melihat bahwa di bawah situ terdapat ladang tanaman yang tentu di buat oleh tangan manusia.
Meyakini hal ini, Satria dengan berani mencari tempat yang agaknya dapat ia turuni. Setelah mendapatkan tempat yang paling aman untuk berpegangan berupa tebing tebing yang tidak berapa curam, Satria mulai merangkak perlahan lahan menuruni tebing itu.
Dengan bersusah payah selama setengah hari penuh, akhirnya dia mampu memijakkan kakinya di dasar jurang yang ternyata adalah bebatuan dan hutan besar yang di tumbuhi pohon pohon berakar kuat.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments