Satria kini terus berjalan dan kadang berlari melintasi hutan hutan yang banyak rintangannya. Mulai dari binatang seperti ular, anjing hutan, kelabang dan lain sebagainya yang mencoba menyerang Satria yang berjalan dan terkadang tidur di tengah hutan.
Namun semua rintangan itu tidak menjadi penghalang bagi Satria yang kini secara tak sengaja telah memiliki kekuatan dan keistimewaan yang bahkan tidak disadarinya.
Mungkin kalau beberapa bulan yang lalu dia berjumpa dengan binatang berbisa seperti itu, sangat boleh jadi Satria akan celaka. Namun kini Satria yang dulu bukanlah yang sekarang.
Sore itu Satria berjalan dengan agak cepat melewati hutan belantara. Tanpa terasa, perjalanan yang sudah sebulan itu membawanya ke arah pegunungan kecil bernama Puncak Saree yang masih berjarak beberapa kilometer dari gunung kembar yang dilihat Satria.
Saat Satria tiba di situ, tampak beberapa lelaki kasar keluar menghadang dengan celurit, parang dan senjata tajam lainnya di tangan mereka.
"Wah.. Ternyata hanya seorang anak kecil. Hei bocah,,! Mana orangtuamu? Panggil kemari cepat". Seru pria bernama Bomba yang matanya hanya sebelah saja karena yang sebelah lagi memang tidak ada bola mata dan yang tampak hanya garis memanjang bekas luka dimatanya.
Satria yang kini berhenti sambil meletakkan buntalan nya yang di ikat di ujung kedua kayu itu diam berdiri menatap ke arah mereka satu persatu.
Di matanya tidak terbayang rasa takut sedikitpun. Bahkan dengan berani dia menentang pandang mata mereka berlima.
Saat ingin berjalan ke arah Satria, Bomba yang mengetuai rampok di wilayah itu tersentak dan terpaku mendengar auman harimau yang sangat keras sahut menyahut.
Dari auman harimau itu, dapat dipastikan bukan hanya seekor binatang buas yang berada di dekat situ.
Dengan muka pucat, kelima orang rampok hutan tersebut memandang kearah belakang bocah kecil di depan mereka dan tampaklah berjalan seekor harimau besar yang tampak mengitari tubuh Satria yang berdiri tegak.
Saat harimau tersebut hampir tiba di depan Satria, terdengar gerengan harimau satu lagi di belakang rampok yang kini benar benar ketakutan, namun mereka terheran heran menyaksikan wajah Satria yang dingin dan biasa saja tanpa sinar ketakutan sedikitpun.
Kini harimau yang berada di depan Satria telah menatap wajah kecil yang akan menjadi santapannya itu.
Namun saat menatap sinar tajam mencorong yang keluar dari sepasang mata bocah kecil tersebut, harimau pertama tampak mundur tiga langkah dan kini harimau itu berbalik badan ke arah lima orang perampok yang ada di belakang nya.
Bomba yang berada paling depan segera mundur mundur dengan langkah yang gemetaran. Tiba tiba Bomba mendorong anak buah nya ke arah harimau pertama yang langsung di terkam oleh harimau tersebut tanpa perlawanan sama sekali.
Menyaksikan hal itu, Bomba langsung berlari sambil ter kencing di celana. Namun celakanya, dia berlari ke arah belakang di mana harimau kedua telah siap menerkamnya dan menggigit tepat di tenggorokan Bomba yang menggelinjang dan menggelepar ke sana kemari.
Melihat keadaan yang mengerikan itu, otomatis ketiga orang anak buah perampok lari tunggang langgang lintang pukang tanpa menghiraukan kedua teman mereka.
Satria yang menyaksikan kedua perampok yang kini telah menjadi santapan harimau lapar tersebut masih tetap berdiri dengan mata yang masih menatap mencorong bergantian ke arah kedua harimau itu.
Hanya perlu waktu setengah jam saja dan kini kedua jasad rampok itu sudah tidak tampak seperti jasad manusia lagi.
Kembali dua harimau itu saling mengaum dan menatap ke arah bocah yang makin mencorong matanya. Satria yang dari tadi hanya berdiri saja kini perlahan melangkah maju. Namun anehnya, kedua harimau yang berjalan perlahan itu mundur untuk beberapa langkah seperti takut kepada anak lelaki di depan mereka.
Satria yang kini telah sampai di dekat seorang mayat perampok mengambil pedang yang tergeletak di samping jasad yang sudah tidak utuh lagi itu.
Seperti di komando saja, kedua harimau tadi dengan kekuatan sepenuhnya ... saling menerjang dan berkelahi. Agak nya harimau harimau itu kelihatan sama saja dengan kucing yang saling memperebutkan wilayah kekuasaan masing masing.
Satria yang kini telah mempunyai sebatang pedang di tangannya kembali berjalan menuju ke arah kayu buntalan pakaian nya dan melihat kedua harimau itu masih saling bergumul. Satria yang merasa geram sendiri melihat perkelahian itu mengeluarkan lengkingan besar menggertak ke arah harimau yang masih bergumul saling cakar dan saling gigit itu.
Anehnya, kedua harimau itu lari berpencaran seperti dua ekor ayam yang sedang di usir tuannya ke arah hutan hingga hilang ke jurusan yang berbeda.
Satria kini melanjutkan perjalanan dengan berlari kencang. Setelah menempuh jarak beberapa kilometer, Satria tiba di bawah sebatang pohon besar yang berada di kaki gunung Seulawah Dara.
Melihat tempat yang nyaman di bawah pohon rindang siang hari itu, Satria mengeluarkan bambu berisi air dan buah buahan dari buntalan nya.
Sebentar saja buah jambu hutan yang hanya 3 buah itu habis dimakan. Karena masih merasa lapar, bocah itu membuka buntalan bajunya yang berisi 18 potong jamur berbeda warna.
Dengan lahap Satria memakan jamur jamur itu dan menghabiskan semuanya. Ternyata jamur yang sudah agak sedikit mengering itu terasa lebih gurih dan sedap, Satria pun dengan lahap memakan semua nya dan menghabiskan minum di dalam bambu yang kini telah kosong.
Dengan tubuh rebah telentang, Satria yang kekenyangan merasakan pening dan pusing yang sangat dahsyat dan dia pun rebah dalam suasana badan sebentar panas sebentar dingin sebelum akhirnya jatuh pingsan.
Tetesan embun di pagi hari itu menyadarkan Satria yang rebah di bawah pohon kayu besar. Sudah dari kemarin siang dia pingsan dan kini rasa pusing masih menyelimuti kepalanya.
Perlahan bocah itu menoleh ke samping dan melihat beberapa ekor ular berbisa yang tampak seram melata ke arahnya.
Dengan sigap dia meloncat sambil meraba pedang yang tergeletak di sampingnya dan menebas ketiga ekor ular tersebut hingga darah memercik kemana mana.
Setelah membacok putus kepala tiga ekor ular sebesar tangannya itu, kembali rasa pusing dan dada sesak yang tak tertahankan dan akhirnya Satria pun pingsan kembali.
Setelah tubuh yang pingsan tersebut rebah, tampak ular ular memenuhi tempat itu dan berlomba untuk lebih dulu menggigit tubuh Satria.
Seekor ular hitam kehijauan yang tiba lebih dulu segera menggigit Satria di susul oleh ular putih susu dan terjadi keanehan tiba tiba setelah kedua ular tersebut menggigit di bahu dan pinggang Satria. Kedua ular itu menggeliat aneh dan tewas seketika.
Ular lain yang melihat hal itu kini hanya tampak mengelilingi tubuh Satria. Beberapa kelabang besar yang menggigit tubuh Satria juga mengalami hal yang sama. Kelabang dan kalajengking tewas terjengking jengking seketika.
Lima menit kemudian Satria terjaga dengan wajah menegang dan mata melotot. Satria mengalami siksaan yang sangat besar di tubuh serta kepalanya yang tiba tiba kepanasan dan sesaat kemudian dingin secara bergantian.
Agaknya kalau bukan Satria yang mengalami hal itu yang memang telah tahan banting tubuhnya dan batinnya telah mengalami derita yang sangat hebat, akan sulit di terima oleh orang lain yang memiliki tubuh dan Antigen yang masih murni.
Sebagaimana di luar tubuhnya Satria tampak tersiksa dan kadang kadang membanting tubuhnya ke tanah, di dalam tubuhnya pun terjadi keanehan yang sangat luar biasa.
Saat racun jamur masuk ke tubuhnya, Satria mengalami kontraksi dalam tubuh dan saraf di kepalanya. Sehingga otot dan sarafnya seperti bersambung menjadi lebih sempurna akibat kedahsyatan dua macam racun yang saling memunahkan dan menjadi sebagai perangsang tumbuhnya otot dan saraf yang pada dasarnya merusak tubuh, namun menjadi keanehan tersendiri dalam tubuhnya.
Saat racun ular hitam masuk, gigitan ular yang di tolak racun jamur mendatangkan kematian pada ular. Sedangkan tubuh Satria yang berada dalam ambang maut setelah seper sekian detik jantungnya berhenti berdetak, kembali jantungnya di pacu oleh gigitan ular putih yang membawa racun berlawanan dengan racun ular hitam di tubuh nya, seperti dua buah tenaga besar yang saling berlawanan pantul memantul dalam tubuhnya.
Seandainya tubuh itu belum mendapatkan kerusakan awal yang di akibatkan pengalamannya terdahulu, dapat di pastikan Satria akan mati seketika itu juga.
Namun kembali lagi kepada kekuasaan terbesar. Walaupun seluruh alam dan manusia ingin mematikan seseorang, namun sebelum ada kehendak Tuhan sang maha pencipta, maka tidak akan mungkin hal itu dapat terlaksana.
Seperti juga Satria yang kini menyiksa tubuhnya dengan menggelinjang membanting diri karena rasa sakit yang amat sangat dirasakannya hingga pada suatu ketika, Satria berlari sekuatnya menabrakkan kepalanya ke batang pohon besar untuk mengatasi rasa sakit dan tersiksa di dalam tubuhnya.
"Brruuaaaaakkkh." Suara batang pohon yang pecah hampir setengahnya di hantam kepala Satria.
Akan tetapi sedikitpun kepalanya tidak mengalami luka. Dia hanya merasa nanar dan telentang sebentar dan kini telah bangkit kembali berlari ke arah utara kaki gunung dengan sekencang kencangnya.
Sehari semalam Satria berlari seperti orang gila sampai akhirnya dia tiba di balik sebuah hutan di pinggir pantai bernama Pantai Olele (Ulee Lheue).
Bocah yang sudah kelelahan itu jatuh pingsan hingga akhirnya di lihat oleh seorang nelayan tua dan dibawa ke kediamannya di pinggir Pantai Olele Banda Aceh.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments