Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Rafika sudah bangun. Dia langsung membereskan rumah karena ibunya sudah berangkat ke pasar selepas sholat subuh. Selesai membereskan rumahnya, dia pun menyiapkan sarapan yang dibelinya.
Erlangga nampak sudah terlihat rapi. Dia memakai baju yang kemarin dibelikan oleh Calvin saat mereka pergi ke Bandung. Rafika sempat terpukau melihat penampilan lelaki itu. Erlangga terlihat sangat berbeda memakai baju yang bagus dan bermerek.
Kang Asep ganteng banget! Pakai baju bapak yang buluk saja dia terlihat ganteng. Apalagi pakai baju yang bagus seperti hari ini, dia ganteng maksimal, batin Rafika.
"Fika, sekarang jam berapa?" tanya Erlangga membuyarkan lamunan Rafika.
"Baru jam enam, Kang. Memang Bang Calvin mau jemput jam berapa?"
"Mungkin sebentar lagi. Katanya berangkat ke Jakarta jam tujuh pagi, biar gak kena macet di jalannya. Karena kalau tiba di sana saat jam pulang kerja, pasti macet di jalannya."
"Tidak menunggu Ibu pulang dari pasar?"
"Akang akan menunggu Ibu dulu. Fika sini mendekat ke Akang!" pinta Erlangga.
Rafika yang sedang menyiapkan piring di meja, langsung menghampiri Erlangga yang duduk di seberang Rafika. Dia pun langsung mendudukkan bokongnya di samping pemuda tampan itu. Erlangga yang merasakan kehadiran kekasih hatinya, langsung mengulurkan tangannya agar bisa meraih tangan gadis itu
"Fika, ini Akang ada sedikit uang. Tapi Abang gak tahu berapa," ucap Erlangga dengan memberikan uang seratus ribu dua lembar.
"Akang, dapat uang dari mana?" tanya Rafika heran.
"Dari Calvin. Diterima ya!" ucap Erlangga dengan tersenyum senang.
"Makasih, Kang." Mata Rafika berkaca-kaca merasa terharu dengan apa yang dilakukan oleh Erlangga. Dia sampai meminta uang pada Calvin karena ingin memberi uang pada Rafika sebelum dia pergi.
"Sama-sama. Apa sarapannya sudah siap?" tanya Erlangga.
"Sudah, Kang. Ayo kita sarapan dulu!"
Keduanya pun menikmati sarapan pagi dalam diam. Tidak seperti hari biasanya yang selalu dihiasi dengan celotehan receh gadis itu. Hari ini Rafika nampak lebih alim dari biasanya.
Tidak berapa lama kemudian, Calvin sudah datang untuk menjemput. Laki-laki itu tidak kalah tampan dari Erlangga. Mereka sama-sama memakai celana jeans dengan t-shirt dan kemeja sebagai atasannya.
"Pagi Elang, pagi Fika." Calvin langsung menyapa saat tiba di sana.
"Pagi, Bang. Mau ikut sarapan?" tawar Rafika.
"Tidak usah, tadi sudah di hotel. Fika, memang sekolahnya di mana? Kalau searah nanti berangkat bareng kita saja."
"Fika di SMA Negeri Satu, yang sebelum pertigaan jalan provinsi, Bang."
"Berarti arah balik ke hotel ya! Tapi, bukannya sekolah itu jauh dari sungai?"
"Waktu itu, Fika habis test fisik di lapangan sepakbola yang ada di tepi sungai."
Rafika pun menceritakan bagaimana dia bisa menemukan Erlangga dan mengira kalau laki-laki itu dedemit. Tentu saja Calvin tertawa mendengar Erlangga di kira setan. Meskipun dia merasa miris karena demi bertemu dengan Felisha, sahabatnya sampai kecelakaan.
"Berangkat sekarang saja yuk! Fika juga mau sekolah, kan?"
"Iya, tapi Fika gak belajar hanya mau mengambil kartu ujian saja. Makanya tidak berangkat pagi-pagi."
"Ya udah, kita berangkat bareng saja. Kita juga putar balik ke sana karena mau lewat tol," ucap Calvin.
Setelah kedatangan ibunya dari pasar, Erlangga dan Calvin pun berpamitan. Tidak lupa dengan saudara-saudara Rafika yang rumahnya berdekatan. Mereka ikut mengiringi kepergian Erlangga. Namun, Rafika hanya mematung di tempatnya melihat semua saudaranya menyalami Erlangga.
"Ikhlaskan, Nak! Semua demi kebaikan kalian. Jangan terus menangisi kepergiannya," ucap Sofie dengan mengelus pundak putrinya lembut.
"Ayo Fika, berangkat bersama Abang saja!" ajak Calvin lagi.
Rafika hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Calvin. Dia langsung menuntun Erlangga agar masuk ke dalam mobil. Begitupun dengan Kiranti yang baru datang, dia langsung masuk ke mobil dan duduk di kursi depan.
"Kamu siapa?" tanya Calvin kaget.
"Aku Kiran, sahabatnya Fika. Akang kan mengajak Fika berangkat bareng, berarti mengajak aku juga untuk ikut." Kiranti membetulkan rambutnya dengan bercermin pada kaca mobil.
"Lalu aku duduk di mana?" tanya Calvin bingung karena tempat duduknya sudah ada yang menempati.
"Samping aku saja," timpal Erlangga yang sudah duduk di belakang.
Sepanjang perjalanan, Erlangga merangkul Rafika dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Berkali-kali dia menciumi pucuk kepala Rafika. Menghirup dalam-dalam aroma yang menguar dari rambut dan tubuh gadis itu. Dia memejamkan matanya agar bisa meresapi kebersamaannya dengan Rafika.
Calvin yang duduk bersama dengan Erlangga, hanya bisa memalingkan wajahnya. Lebih baik dia melihat pemandangan di luar jendela, daripada harus melihat kemesraan sahabatnya.
Saat sudah tiba di depan pintu gerbang sekolah Rafika. Barulah Erlangga melepaskan rangkulannya pada bahu gadis itu. Dada bergemuruh hebat menahan rasa yang membuncah di hatinya.
"Fika, baik-baik ya di sekolah. Akang pulang dulu."
"Iya, Kang. Akan cepat pulih." Rafika memeluk Erlangga untuk yang terakhir kalinya sebelum dia benar-benar berpisah dengan pemuda itu.
Sampai saat Rafika akan keluar dari mobil, Erlangga menahan tangan gadis itu. "Fika, boleh Akang minta satu ciuman?"
Tanpa bicara lagi, Rafika mencium pipi pemuda itu. Begitupun dengan Erlangga yang tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencium pipi Rafika. Sampai terdengar suara Calvin yang menyadarkan mereka dari perasaan yang mengharu biru.
"Sudah dong peluk-pelukannya. Sudah siang nih, nanti keburu macet."
"Fika sekolah dulu ya, Kang." Rafika mencium punggung tangan Erlangga sebelum dia keluar dari mobil.
"Iya, Sayang."
Kiranti yang menunggu di samping mobil, langsung melongokkan kepalanya untuk berpamitan pada Erlangga. Dia pun ikut mencium punggung tangan laki-laki sebagai salam perpisahan.
"Cepat pulih ya, Kang. Biar bisa ketemu kita lagi. Akang jangan cemas, aku pasti akan menjaga Fika."
"Terima kasih Kiran. Terima kasih untuk semuanya."
Rafika dan Kiranti hanya bisa melambaikan tangan saat mobil itu mulai melaju meninggalkan mereka. Rafika yang sedari tadi menatap kepergian kekasih hatinya, tanpa terasa air matanya mulai bercucuran. Tentu saja Kiranti merasa heran dengan Rafika yang berubah menjadi melow hanya karena seorang lelaki.
"Fika, malu jangan mewek gitu. Lihat anak-anak pada ngeliatin ke sini," ucap Kiranti dengan memeluk sahabatnya.
"Kiran, rasanya sakit saat harus berpisah dengan orang yang kita cintai. Kenapa hanya sebentar, aku merasakan indahnya cinta?"
"Sabar Fika! Kalau kalian berjodoh pasti bertemu lagi. Udah jangan mewek, masa preman sekolah mewek di pinggir jalan. Gak banget deh!"
"Preman juga manusia, punya rasa dan hati."
"Cemen banget sih, Fik. Pake mewek lagi. Cuma ditinggal sama orang buta juga," ledek Edo yang baru datang ke sekolah.
"Apaan lu hina-hina gue? Mau ngajak duel lu?" sewot Rafika.
"Sudah, sudah Fika. Ayo masuk!" ajak Kiranti langsung menarik tangan Rafika.
Bisa berabe kalau singa betina itu marah. Bisa-bisa duel beneran dengan Edo yang terkenal suka tawuran. Dua orang itu memang bercandanya kadang keterlaluan. Sampai-sampai adu jotos kalau tidak ada yang memisahkan.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
mom kazira
preman berhati hello kitty , .
2022-09-15
2