I hate Monday, itulah yang Rafika rasakan saat ini. Dia benar-benar pusing menghadapi hari senin. Apalagi, guru memberinya banyak tugas yang harus dia kerjakan. Dia harus mengisi latihan soal untuk ujian nasional nanti.
Namun, dasar Rafika yang ingin enaknya saja. Dia langsung mendekati Zaenal agar bisa menyontek jawaban dari setiap soal yang ada. Tentu saja anak laki-laki itu merasa sangat senang, karena dia bisa berdekatan dengan gadis yang disukainya. Meskipun dia tahu kalau Rafika tidak pernah membalas perasaannya.
"Zen, punyaku kerjain, dong!" pinta Rafika dengan wajah memelas.
"Sini duduk dekat aku!" ajak Zaenal.
Dengan senyum yang mengembang di kedua sudut bibirnya, Rafika pun duduk di kursi sebelah Zaenal, karena teman sebangku anak laki-laki itu sedang pergi ke toilet.
"Aku ajarin ya!"
"Gak mau ah! Aku minta jawaban punya kamu aja. Ayolah, Zen!" mohon Rafika dengan puppy eyes andalannya.
"Ya sudah nih," ucap Zaenal seraya memberikan buku tugas miliknya.
"Zen, kata kakek kalau mambantu orang gak boleh setengah-setengah."
"Maksudnya?" tanya Zaenal heran.
"Ya maksud aku, kamu sekalian yang tulis di buku aku, soalnya aku lapar mau ke kantin dulu. Bye Zaenal ...." Rafika langsung berlari pergi keluar kelas meninggalkan Zaenal begitu saja. Anak laki-laki itu hanya menggelengkan kepala melihat kepergian gadis yang dicintainya. Sampai temannya Baim menepuk pundak dia dari belakang.
"Kenapa, Bro? Kena lagi dikerjain Fika? Kamu tuh pinter kalau soal pelajaran, tapi saat berhadapan dengan Fika, kamu mendadak jadi orang bodoh," cibir Baim.
"Namanya juga cinta, sudahlah! Meskipun aku tidak mendapatkan hatinya, setidaknya aku masih bisa dekat dengan dia." Zaenal langsung bergegas menyalin jawaban miliknya ke buku tugas Rafika.
Memang bukan untuk yang pertama kalinya gadis itu mengerjai dia. Akan tetapi, Zaenal tidak pernah bisa menolak permintaannya. Dia akan senang hati melakukan apapun yang Rafika minta.
"Zen, gak sekalian punya aku? Aku mau nyusul Fika ke kantin." Kiranti yang belum selesai mengerjakan soal latihan langsung menghampiri Zaenal.
"Kamu kerjain bareng aku aja, salin jawaban punya aku."
Akhirnya Kiranti mengikuti apa yang Zaenal katakan. Namun sampai jam terakhir pelajaran, Rafika belum juga kembali. Kiranti yang khawatir dengan sahabatnya, langsung menghubungi dia saat guru sudah pergi dari kelasnya.
"Halo, Fika kamu di mana?" tanya Kiranti saat panggilan teleponnya tersambung.
"Jangan nelpon sekarang! Aku lagi lihat yang duel di kebun yang dekat makam."
Klik
Rafika langsung mematikan sambungan teleponnya. Membuat Kiranti menjadi kesal sendiri. Dia langsung membereskan barang-barangnya dan bergegas ke kebun yang Rafika katakan.
"Zen, kamu bilang ke guru! Aku mau ke sana duluan."
Nampak di sana Rafika yang sedang fokus melihat adik kelasnya berantem karena memperebutkan seorang gadis. Tanpa banyak bicara lagi, Kiranti langsung menjewer gadis itu.
"Kamu tuh benar-benar, Fika! Sebentar lagi kita ujian kelulusan, kamu malah asyik-asyikan nonton orang berantem. Kalian juga, aku sudah lapor ke guru kalau ada yang berkelahi di sekolah. Cepat kita pulang sebelum Pak Samsudin datang!" ajak Kiranti seraya menarik tangan Rafika.
Benar saja apa yang dikatakan sahabatnya, guru olahraga itu langsung membawa kedua murid yang berkelahi di jam sekolah ke ruang BP. Sementara Rafika dan Kiranti langsung menghentikan angkot yang menuju ke rumah mereka.
"Kita tuh udah janji mau kuliah bareng mau kerja bareng. Kalau nanti kamu tidak lulus sekolah, apa aku juga harus mengulang satu tahun lagi di SMA? Nanti mamaku bisa ngamuk kalau aku sampai tidak naik kelas," gerutu Kiranti.
"Iya, maaf. Nggak lagi deh kalau aku gak penasaran."
"Aku gak butuh maaf kamu. Aku butuh kamu serius belajar. Jangan hanya saat bersama Kang Asep kamu serius belajar, tapi giliran di sekolah kamu main-main terus."
Sepanjang perjalanan pulang, Kiranti terus saja mengoceh menasehati Rafika. Sementara Rafika hanya diam mendengarkan karena merasa apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu ada benarnya. Sampai akhirnya tercetus sebuah ide di kepalanya.
"Kiran, kenapa kita tidak minta Kang Asep saja buat mengajari kita. Dia pasti mau," usul Rafika.
"Bagaimana dia bisa mengajari kita kalau dia sendiri tidak bisa melihat?" tanya Kiranti merasa sangsi dengan usul Rafika.
"Kamu jangan menghina dia! Meskipun dia tidak bisa melihat, dia bisa menjawab soal-soal Fisika dengan benar. Makanya kalau ada PR nilai aku seratus karena dia yang ngajarin aku," ucap Rafika dengan bangganya.
"Ya sudah, ayo kita coba dengan soal-soal yang sudah ada isinya, kalau dia bisa menjawab dengan benar, berarti dia memang pintar."
Sesampainya di rumah, Rafika dan Kiranti pun langsung mengetes Erlangga dengan berpura-pura belum mengerjakan soal itu. Namun, saat Erlangga bisa menjawab dengan benar, mereka berdua saling berpandangan dengan mulut yang terbuka lebar.
"Kang Asep pinter banget, soal Matematika pun gak dikopeh dulu, jawabannya langsung benar. Ajarin kita dong, Kang! Biar bisa hapal di luar kepala," pinta Rafika.
"Bukannya Akang selalu mengajari Fika tiap hari, memang belum mengerti juga?"
"Bagaimana mau ngerti kalau yang dilihat Fika bukan jawaban soalnya tapi wajah Akang yang tampan," celetuk Kiranti.
"Kiran, kamu jangan buka kartu! Tapi kan ada yang masuk juga, apa yang Akang ajarkan," bela Rafika.
"Kalau lagi belajar jangan melihat Akang terus! Tapi kalau sudah selesai belajar, kamu boleh melihat wajah Akang sepuas hati kamu." Tangan Erlangga terulur mengacak-acak rambut Rafika.
Meskipun dia tidak bisa melihat, tetapi dia bisa merasakan keberadaan Rafika dari suaranya. Erlangga sudah mulai terbiasa dengan dunianya yang gelap. Dia juga sudah bisa merasakan keberadaan benda-benda yang ada di dekatnya.
"Cie ... Cie ... Ada yang jatuh cintrong nih. Udah deh, aku mau tutup mulut tapi Kang Asep harus ngajarin ya!" pinta Kiranti.
"Iya, Akang pasti ajarkan apa yang ingin kalian tahu. Kalian tinggal mendikte saja pertanyaannya, nanti Akang beri tahu cara penyelesaiannya."
"Siplah! Aku pulang dulu, nanti ke sini lagi. Lapar mau makan," pamit Kiranti.
Semenjak perbincangan itu, Rafika dan Kiranti jadi bersemangat belajar karena guru yang mengajari mereka begitu sedap dipandang mata. Apalagi, cara Erlangga mengajari kedua gadis itu sangat lugas dan mudah dimengerti. Membuat keduanya jadi paham apa yang selama ini tidak dimengerti oleh mereka.
Aku senang menjadi seseorang yang berarti buat kalian. Meskipun aku tahu, semua yang aku lakukan tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah kalian lakukan untuk aku. Saat nanti orang tua itu datang lagi, aku akan meminta uang yang banyak untuk bekal kalian melanjutkan sekolah. Kalau memang benar mereka orang kaya, pasti mereka akan mengabulkan permintaanku, batin Erlangga.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Evi
semang thoor
2022-10-14
3
IG : @thatya0316
pelajarannya langsung masuk ke hati kak🤭
2022-09-13
2
Ami batam
mmng beda ya di ajarin sama guru sekolah, sMa di ajarin dg lelaki yg di suka, pasti lebih cepat pinternya klo di ajarin sama pacar sendiri 😊ibaratkan sambil menyelam minum air
2022-09-12
2